Kisah Ashabul Kahfi, atau "Para Penghuni Gua", adalah salah satu cerita yang memiliki resonansi kuat dalam tradisi keagamaan dan budaya, terutama dalam Islam. Cerita ini mengisahkan tentang sekelompok pemuda yang teguh beriman kepada Tuhan Yang Esa di tengah masyarakat yang menyembah berhala. Demi mempertahankan akidah mereka, mereka memilih untuk hijrah dan bersembunyi di sebuah gua, di mana mereka tertidur lelap selama berabad-abad.
Dalam Al-Qur'an, kisah ini diceritakan secara ringkas dalam Surah Al-Kahfi. Para pemuda ini, karena takut akan siksaan dari raja yang zalim, melarikan diri membawa anjing mereka. Allah SWT menidurkan mereka di dalam gua, menjaga mereka dari bahaya dunia luar. Setelah ratusan tahun berlalu, mereka pun terbangun, dan keadaan dunia telah berubah, mayoritas penduduknya kini menganut agama yang sama dengan keimanan mereka.
Meskipun kisah Ashabul Kahfi sangat populer, lokasi pasti gua tempat mereka bersembunyi masih menjadi subjek perdebatan di kalangan sejarawan dan peneliti. Berbagai situs di wilayah Timur Tengah telah diajukan sebagai kemungkinan lokasi gua tersebut, termasuk di Efesus (Turki modern), Amman (Yordania), dan berbagai tempat lain di wilayah Levant.
Hal yang menarik dan seringkali menimbulkan pertanyaan adalah apakah terdapat kemiripan kisah Ashabul Kahfi dengan narasi-narasi dalam tradisi keagamaan lain, khususnya dalam Injil atau tradisi Kristen. Pencarian mengenai "Ashabul Kahfi dalam Injil" sering kali mengarah pada perdebatan dan perbandingan, bukan pada identifikasi langsung.
Secara umum, tidak ada satu pun narasi dalam Injil yang secara harfiah menceritakan kisah yang sama persis dengan Ashabul Kahfi. Namun, beberapa peneliti dan teolog menemukan adanya kesamaan tema atau motif yang dapat diinterpretasikan sebagai resonansi atau bahkan pengaruh dari cerita-cerita yang lebih tua.
Salah satu area yang sering dibahas adalah tema "pelarian demi iman" dan "perlindungan ilahi". Dalam tradisi Kristen, terdapat kisah-kisah para martir atau orang kudus yang harus melarikan diri dari penganiayaan demi mempertahankan iman mereka. Misalnya, pelarian keluarga Kudus ke Mesir untuk menghindari kejaran Raja Herodes. Meskipun konteksnya berbeda, semangat penindasan dan perlindungan dari Tuhan dapat dilihat sebagai kesamaan tematik.
Ada pula spekulasi mengenai kemungkinan kisah Ashabul Kahfi memiliki akar yang lebih tua, bahkan sebelum Islam hadir. Beberapa peneliti mengaitkan kisah ini dengan legenda-legenda lokal di wilayah Asia Kecil atau Yunani kuno yang mungkin telah menyebar dan berinteraksi dengan tradisi keagamaan lain sebelum terintegrasi ke dalam narasi Islam. Namun, klaim semacam ini umumnya membutuhkan bukti historis dan tekstual yang kuat untuk dapat diterima secara luas.
Penting untuk dicatat bahwa Al-Qur'an sendiri menyebutkan bahwa kisah Ashabul Kahfi adalah sesuatu yang tidak diketahui secara pasti oleh banyak orang, dan Allah memberitahukannya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pelajaran. "Kami menceritakan kepadamu (hai Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka." (QS. Al-Kahfi: 13).
Perbedaan penting terletak pada sifat wahyu. Kisah Ashabul Kahfi dalam Islam adalah bagian dari Al-Qur'an, yang diyakini sebagai firman Allah yang diwahyukan. Sementara Injil, meskipun diyakini sebagai kitab suci oleh umat Kristen, berisi narasi mengenai kehidupan dan ajaran Yesus Kristus beserta para rasulnya, yang memiliki konteks historis dan teologisnya sendiri. Oleh karena itu, pencarian "Ashabul Kahfi dalam Injil" lebih sering mengarah pada analisis komparatif tema dan pesan moral, daripada penemuan cerita yang identik.
Terlepas dari asal-usul historisnya yang diperdebatkan atau potensi kemiripannya dengan tradisi lain, kisah Ashabul Kahfi tetap menjadi simbol keimanan, keteguhan hati, dan pertolongan Allah bagi umat Islam. Kisah ini mengingatkan pentingnya memegang teguh keyakinan di hadapan cobaan, serta keyakinan bahwa Allah selalu memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang beriman.