Kisah Ashabul Kahfi, yang berarti "Para Penghuni Gua", adalah salah satu cerita paling inspiratif dan penuh misteri dalam sejarah peradaban manusia, terutama dalam tradisi Islam, Kristen, dan Yahudi. Cerita ini mengisahkan tentang sekelompok pemuda yang beriman kepada Tuhan Yang Esa di tengah masyarakat yang menyembah berhala. Mereka menolak untuk tunduk pada kemurtadan, memilih untuk melarikan diri demi menjaga akidah mereka. Pelarian inilah yang membawa mereka pada sebuah mukjizat luar biasa: ditidurkan oleh Allah SWT selama berabad-abad dan kemudian dibangunkan kembali.
Simbol ketabahan dan keyakinan.
Menurut berbagai riwayat, kisah ini berlatar di sebuah kota yang diperintah oleh seorang raja zalim bernama Diqyanus (atau Diocletian dalam tradisi Kristen). Raja tersebut memaksa seluruh rakyatnya untuk menyembah berhala. Di antara mereka, terdapat tujuh atau delapan pemuda bangsawan yang memiliki keteguhan iman. Mengetahui keimanan mereka, para pemuda ini dihadapkan pada pilihan yang berat: meninggalkan keyakinan mereka atau menghadapi hukuman mati.
Dengan bimbingan Ilahi, para pemuda ini memilih untuk melarikan diri. Mereka mencari perlindungan di sebuah gua terpencil di sebuah gunung. Di dalam gua itulah, dalam keadaan lelah dan putus asa namun tetap tawakal, mereka memohon perlindungan kepada Tuhan. Allah SWT, dalam kemurahan dan kekuasaan-Nya, mengabulkan doa mereka dengan cara yang tak terbayangkan.
Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk menidurkan mereka. Tidur yang mereka alami bukanlah tidur biasa. Mereka tertidur lelap, tubuh mereka terjaga dari kerusakan, pakaian mereka tidak lapuk, dan rambut mereka tidak rontok. Mata mereka tetap terbuka, seolah-olah mereka hanya tertidur sejenak, padahal waktu terus berjalan di luar sana. Tidur ini berlangsung begitu lama, menjaga mereka dari ancaman raja zalim dan masyarakat yang menyimpang.
Periode tidur Ashabul Kahfi seringkali diperdebatkan jumlah tahun pastinya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa mereka ditidurkan "selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun" (Surah Al-Kahfi, ayat 25). Ini berarti mereka tidur selama 309 tahun. Selama periode waktu yang sangat panjang ini, dunia mengalami banyak perubahan. Kerajaan Diqyanus runtuh, dan banyak generasi berganti. Gua tempat mereka beristirahat menjadi terlupakan oleh dunia luar, diselimuti oleh waktu dan alam.
Selama tidur mereka, Allah menjaga fisik mereka dengan sempurna. Matahari pun tidak pernah menyinari gua mereka secara langsung, bergerak ke kanan dan ke kiri dari mereka, agar mereka tidak terganggu oleh panas dan agar pakaian serta tubuh mereka terjaga. Hal ini merupakan salah satu aspek mukjizat yang menunjukkan keagungan penciptaan dan kekuasaan-Nya dalam menjaga makhluk-Nya.
Setelah masa tiga ratus sembilan tahun berlalu, Allah SWT menghendaki agar mereka dibangunkan. Momen kebangkitan ini juga merupakan kehendak Ilahi, mungkin untuk menunjukkan kekuasaan-Nya, menjadi saksi kebangkitan, atau untuk berperan dalam suatu peristiwa penting di zaman baru. Ketika mereka membuka mata, mereka merasa seolah-olah baru saja terlelap sesaat. Mereka saling bertanya, "Berapa lama kalian beristirahat?" Sebagian menjawab "sehari" atau "sebagian dari sehari."
Mereka kemudian memutuskan untuk keluar dari gua, mencari makanan, dan mencari tahu apa yang terjadi di dunia luar. Salah satu dari mereka, yang ditugaskan untuk membeli makanan dengan uang perak yang mereka bawa, terkejut melihat kondisi kota. Raja yang berkuasa saat itu adalah seorang raja yang beriman, dan masyarakatnya telah meninggalkan penyembahan berhala. Uang perak yang mereka miliki pun sudah menjadi kuno dan tidak lagi berlaku.
Ketika mereka berbicara dengan orang-orang, barulah mereka menyadari bahwa masa telah berubah drastis. Mereka bukan lagi hidup di zaman Diqyanus. Mereka telah tertidur selama ratusan tahun. Kejadian ini sungguh membuat mereka takjub dan menyadarkan mereka akan kebesaran Allah yang mampu mengendalikan waktu dan kehidupan.
Kisah Ashabul Kahfi mengajarkan banyak pelajaran berharga. Pertama, tentang keteguhan iman di tengah tekanan dan godaan. Para pemuda ini rela meninggalkan kenyamanan duniawi demi mempertahankan akidah mereka. Kedua, tentang kepercayaan penuh kepada pertolongan Allah. Ketika mereka merasa tidak berdaya, mereka berserah diri dan Allah memberikan solusi yang paling luar biasa. Ketiga, tentang kekuasaan Allah atas segala sesuatu, termasuk waktu dan kematian. Tidur panjang mereka adalah bukti nyata bahwa Allah adalah Al-Hayyu (Yang Maha Hidup) dan Al-Qayyum (Yang Maha Mengatur).
Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara. Perubahan adalah keniscayaan, dan pada akhirnya, semua akan dihadapkan pada kebangkitan dan perhitungan. Ashabul Kahfi, yang ditidurkan dan dibangunkan oleh kehendak Allah, menjadi simbol harapan dan bukti nyata akan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Cerita mereka terus menginspirasi jutaan orang hingga kini untuk tetap teguh pada keyakinan dan senantiasa berserah diri kepada Sang Pencipta.