Amalan Bulan Asyura: Panduan Lengkap Keutamaan dan Praktik
Ilustrasi simbolik bulan sabit, tasbih, dan tangan memberi sedekah.
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram dalam kalender Hijriah yang memiliki keutamaan khusus dalam Islam. Di dalamnya, terdapat Hari Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai salah satu hari paling mulia di mana umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak amalan ibadah. Hari ini menyimpan sejarah panjang dan penuh hikmah, mulai dari kisah para nabi hingga penetapan syariat puasa oleh Rasulullah ﷺ.
Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai amalan yang dianjurkan di bulan Asyura, menggali dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah, serta menjelaskan hikmah di balik setiap amalan tersebut. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan kita semua dapat memanfaatkan momen berharga ini untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
1. Mengenal Bulan Muharram dan Hari Asyura
1.1. Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriah. Ia termasuk dalam kategori "bulan-bulan haram" (أشهر الحرم), yaitu empat bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Ketiga bulan lainnya adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Keutamaan bulan-bulan haram ini disebutkan dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At-Taubah: 36)
Menganiaya diri dalam ayat ini dapat berarti melakukan dosa atau kemaksiatan. Dosa yang dilakukan di bulan haram dilipatgandakan siksanya, sebagaimana pahala amal saleh juga dilipatgandakan. Oleh karena itu, bulan Muharram menjadi waktu yang sangat baik untuk memperbanyak ibadah dan menjauhi segala larangan Allah.
Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda tentang puasa di bulan Muharram:
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram. Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa puasa di bulan Muharram memiliki keutamaan yang luar biasa, menjadikannya puasa sunnah terbaik setelah puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini menunjukkan betapa besarnya potensi pahala yang bisa diraih oleh umat Muslim di bulan ini.
1.2. Sejarah dan Makna Hari Asyura
Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, memiliki sejarah yang kaya dan beragam dalam Islam. Nama "Asyura" sendiri berasal dari kata bahasa Arab "asyara" (عشرة) yang berarti sepuluh, merujuk pada tanggal ke-10 bulan Muharram.
1.2.1. Kisah Nabi Musa dan Bani Israil
Salah satu peristiwa paling penting yang terkait dengan Hari Asyura adalah penyelamatan Nabi Musa AS dan kaumnya (Bani Israil) dari kejaran Fir'aun dan tentaranya. Allah SWT membelah Laut Merah, memberikan jalan bagi Nabi Musa dan kaumnya untuk menyeberang, lalu menenggelamkan Fir'aun beserta bala tentaranya.
Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah setelah hijrah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab:
"Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir'aun dan kaumnya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Oleh karena itu, kami pun berpuasa."
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kami lebih berhak dan lebih utama untuk mengikuti Musa daripada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum Muslimin untuk berpuasa pada Hari Asyura. Ini menunjukkan bahwa puasa Asyura memiliki akar historis yang dalam, bahkan sebelum kedatangan Islam, sebagai bentuk syukur atas pertolongan Allah SWT.
1.2.2. Penetapan Puasa Asyura dalam Islam
Awalnya, puasa Asyura adalah puasa wajib bagi umat Muslim sebelum puasa Ramadhan diwajibkan. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua Hijriah, puasa Asyura berubah hukumnya menjadi sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan).
Rasulullah ﷺ sangat antusias dalam berpuasa pada Hari Asyura, melebihi antusiasme beliau dalam puasa sunnah lainnya. Ibnu Abbas RA berkata:
"Aku tidak pernah melihat Nabi ﷺ bersemangat untuk berpuasa pada suatu hari yang beliau utamakan dari hari-hari lainnya, selain hari ini, Hari Asyura, dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, untuk membedakan amalan umat Muslim dari Yahudi, Rasulullah ﷺ juga menganjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram (Hari Tasu'a) sebagai tambahan. Beliau bersabda:
"Jika aku hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Muharram)." (HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan pentingnya memiliki identitas Muslim yang khas, bahkan dalam ibadah yang awalnya memiliki kemiripan dengan tradisi agama lain. Dengan berpuasa di tanggal 9 dan 10 Muharram, umat Muslim tidak hanya mengikuti Sunnah Nabi Musa AS, tetapi juga Sunnah Nabi Muhammad ﷺ secara kaffah.
2. Amalan Utama di Bulan Asyura
2.1. Puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram)
Puasa adalah amalan paling utama dan sangat dianjurkan pada bulan Muharram, khususnya pada hari Tasu'a dan Asyura. Keutamaan puasa ini sangat besar dan mendatangkan pahala yang berlimpah.
2.1.1. Keutamaan Puasa Asyura
Pahala puasa Asyura disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al-Anshari RA, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Puasa Hari Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dan puasa Hari Asyura (10 Muharram) dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)
Ini adalah karunia besar dari Allah SWT, di mana puasa sehari dapat menghapus dosa-dosa kecil selama satu tahun penuh. Tentu saja, penghapusan dosa ini tidak termasuk dosa besar, yang memerlukan taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh).
Hikmah di balik penghapusan dosa setahun ini adalah untuk mendorong umat Muslim agar selalu beristighfar dan bertaubat. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima taubat. Puasa Asyura menjadi salah satu sarana untuk meraih ampunan-Nya.
2.1.2. Pentingnya Puasa Tasu'a (9 Muharram)
Sebagaimana yang telah disebutkan, anjuran puasa Tasu'a bertujuan untuk membedakan amalan umat Muslim dari Yahudi. Meskipun Nabi Musa AS berpuasa Asyura sebagai bentuk syukur, umat Islam dianjurkan untuk menambahkan puasa di hari Tasu'a. Ini menunjukkan prinsip mukhalafatul ahlil kitab (membedakan diri dari Ahli Kitab) dalam Islam.
Tingkatan puasa Muharram yang paling sempurna adalah berpuasa pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Jika tidak mampu, maka berpuasa pada tanggal 9 dan 10 adalah yang terbaik. Minimalnya adalah berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja. Namun, ulama menganjurkan untuk tidak berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja tanpa didahului atau diikuti dengan hari lain, untuk menghindari kemiripan dengan praktik Yahudi.
Puasa Tasu'a dan Asyura juga melatih jiwa untuk bersabar, menahan hawa nafsu, dan merasakan penderitaan orang lain yang kekurangan. Ini adalah bentuk pendidikan spiritual yang sangat berharga.
2.1.3. Niat Puasa Asyura
Niat puasa sunnah, termasuk puasa Asyura, tidak harus dilafalkan secara verbal. Cukuplah dengan adanya keinginan dalam hati untuk berpuasa. Niat ini bisa dilakukan sejak malam hari hingga sebelum tergelincir matahari (waktu Dzuhur), asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar. Namun, niat terbaik adalah sejak malam hari, sebagaimana puasa wajib.
Contoh niat dalam hati (jika perlu dilafalkan, bisa seperti ini):
- Niat Puasa Tasu'a (9 Muharram): "Saya niat puasa sunnah Tasu'a karena Allah Ta'ala."
- Niat Puasa Asyura (10 Muharram): "Saya niat puasa sunnah Asyura karena Allah Ta'ala."
Apabila seseorang lupa atau tidak sempat berniat di malam hari, ia masih bisa berniat di siang hari selama ia belum makan, minum, atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Ini menunjukkan kemudahan dalam syariat Islam, khususnya untuk ibadah sunnah.
2.2. Memperbanyak Sedekah dan Kebaikan
Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menyebutkan keutamaan sedekah pada Hari Asyura dibandingkan hari-hari lain, semangat berbuat kebaikan dan bersedekah sangat dianjurkan dalam Islam secara umum, dan lebih-lebih lagi di bulan-bulan haram seperti Muharram.
Beberapa ulama, seperti Imam Al-Baihaqi, meriwayatkan hadits yang dinilai lemah tentang keutamaan melapangkan rezeki keluarga pada Hari Asyura:
"Barangsiapa melapangkan nafkah untuk keluarganya pada Hari Asyura, niscaya Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun itu."
Meskipun status hadits ini diperdebatkan, sebagian ulama, seperti Imam Sufyan Ats-Tsauri, berpendapat bahwa pengalaman telah menunjukkan kebenaran hadits ini. Terlepas dari status haditsnya, anjuran untuk bersedekah dan berbuat baik secara umum selalu relevan dan mendatangkan pahala besar. Hari Asyura dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan amalan ini.
2.2.1. Pentingnya Sedekah dalam Islam
Sedekah memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
- Menghapus Dosa: Rasulullah ﷺ bersabda, "Sedekah dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi)
- Melipatgandakan Harta: Allah SWT berfirman, "Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya." (QS. Al-Anfal: 60). Juga dalam Al-Baqarah: 261, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki."
- Mendapatkan Naungan di Hari Kiamat: Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari yang tidak ada naungan selain naungan Allah.
- Menyembuhkan Penyakit: "Obatilah orang sakit kalian dengan sedekah." (HR. Abu Dawud)
- Memanjangkan Umur dan Menolak Bala: Meskipun ini adalah takdir Allah, sedekah diyakini memiliki peran dalam memanjangkan keberkahan umur dan menolak musibah.
2.2.2. Bentuk-Bentuk Sedekah yang Bisa Dilakukan
Sedekah tidak hanya berupa uang. Ada banyak bentuk sedekah yang bisa kita lakukan:
- Sedekah Harta: Memberikan sebagian harta kepada fakir miskin, anak yatim, atau membantu pembangunan fasilitas umum.
- Sedekah Ilmu: Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain.
- Sedekah Tenaga: Membantu pekerjaan orang lain yang membutuhkan, membersihkan masjid, atau ikut kegiatan sosial.
- Sedekah Senyum: Senyum kepada sesama adalah sedekah.
- Sedekah Perkataan Baik: Berkata-kata yang baik dan menyejukkan hati.
- Sedekah Waktu: Meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah orang lain atau menjadi relawan.
Meningkatkan sedekah di bulan Muharram, khususnya pada Hari Asyura, adalah kesempatan emas untuk meraih pahala yang berlipat ganda dan membersihkan diri dari dosa-dosa.
2.3. Menyantuni Anak Yatim
Menyantuni anak yatim adalah amalan mulia yang sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang keutamaan merawat dan memperhatikan anak yatim. Meskipun tidak spesifik untuk Hari Asyura, bulan Muharram dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap mereka.
2.3.1. Keutamaan Menyantuni Anak Yatim
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini," kemudian beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau sedikit merenggangkannya." (HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan betapa dekatnya posisi orang yang menyantuni anak yatim dengan Rasulullah ﷺ di surga. Ini adalah motivasi yang sangat kuat bagi umat Muslim untuk berpartisipasi dalam merawat anak yatim.
Allah SWT juga berfirman dalam Al-Qur'an:
"Maka adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: 'Tuhanku telah memuliakanku.' Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: 'Tuhanku menghinakanku.' Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim." (QS. Al-Fajr: 15-17)
Ayat ini menegaskan bahwa tidak memuliakan anak yatim adalah tanda dari ketidakpedulian terhadap perintah Allah dan bisa menjadi sebab kemurkaan-Nya.
2.3.2. Bentuk Santunan untuk Anak Yatim
Santunan terhadap anak yatim tidak hanya terbatas pada pemberian materi. Banyak aspek kehidupan mereka yang membutuhkan perhatian:
- Dukungan Finansial: Memberikan bantuan untuk kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan.
- Pendidikan: Memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang layak, baik pendidikan formal maupun agama. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan mereka.
- Kasih Sayang dan Perhatian Emosional: Anak yatim seringkali kehilangan figur orang tua dan membutuhkan dukungan emosional. Memberikan kasih sayang dan perhatian sama pentingnya dengan bantuan materi.
- Bimbingan dan Mentoring: Menjadi mentor atau pembimbing bagi mereka, membantu mereka mengembangkan potensi diri, dan memberikan arahan dalam hidup.
Bulan Muharram adalah waktu yang tepat untuk menumbuhkan kembali semangat kepedulian ini, mengingat Rasulullah ﷺ sendiri adalah seorang yatim. Mengikuti jejak beliau dalam menghormati dan membantu anak yatim adalah bentuk ketaatan yang sangat dianjurkan.
2.4. Memperbanyak Zikir dan Doa
Zikir (mengingat Allah) dan doa (memohon kepada Allah) adalah inti dari ibadah dalam Islam. Di bulan Muharram yang mulia ini, memperbanyak kedua amalan ini menjadi sangat dianjurkan.
2.4.1. Keutamaan Zikir
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab: 41-42)
Zikir membawa ketenangan hati, sebagaimana firman Allah:
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Bentuk-bentuk zikir yang bisa diperbanyak antara lain:
- Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah)
- Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah)
- Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah)
- Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar)
- Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah)
- Shalawat kepada Nabi ﷺ: Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad
Zikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, baik dengan lisan maupun dalam hati. Di hari Asyura, suasana spiritual yang ditingkatkan dapat membuat zikir terasa lebih khusyuk dan bermakna.
2.4.2. Keutamaan Doa
Doa adalah "otak" atau "inti" ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ. Melalui doa, seorang hamba berkomunikasi langsung dengan Rabb-nya, memohon segala kebutuhan dunia dan akhirat. Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang berdoa.
"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina'." (QS. Ghafir: 60)
Tidak ada doa khusus yang disyariatkan untuk Hari Asyura. Namun, kita dianjurkan untuk memperbanyak doa-doa kebaikan secara umum, seperti:
- Doa memohon ampunan dosa.
- Doa memohon kesehatan dan keselamatan.
- Doa memohon rezeki yang halal dan berkah.
- Doa memohon keistiqamahan dalam beribadah.
- Doa untuk kedua orang tua, keluarga, dan seluruh umat Muslim.
- Doa untuk terhindar dari fitnah dan keburukan.
Berdoa dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, terutama pada waktu-waktu mustajab, akan meningkatkan peluang dikabulkannya doa. Bulan Muharram, termasuk Hari Asyura, adalah salah satu waktu di mana spiritualitas meningkat, menjadikannya momen yang tepat untuk bersungguh-sungguh dalam doa.
2.5. Memperbanyak Shalat Sunnah
Selain shalat fardhu yang wajib, memperbanyak shalat sunnah juga merupakan amalan yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di bulan Muharram, kesempatan ini semakin terbuka lebar.
2.5.1. Jenis-Jenis Shalat Sunnah yang Dianjurkan
- Shalat Rawatib: Shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu (sebelum atau sesudah). Ini adalah shalat sunnah yang paling sering dilakukan dan memiliki pahala besar.
- Shalat Tahajjud: Shalat malam yang dilakukan setelah tidur sejenak. Ini adalah shalat yang paling utama setelah shalat fardhu, sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang keutamaan puasa Muharram dan shalat malam.
- Shalat Dhuha: Shalat sunnah yang dilakukan di pagi hari setelah terbit matahari hingga menjelang Dzuhur. Shalat ini setara dengan sedekah persendian tubuh dan mendatangkan rezeki.
- Shalat Taubat: Shalat dua rakaat sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
- Shalat Hajat: Shalat dua rakaat untuk memohon sesuatu kepada Allah SWT yang sangat diinginkan.
- Shalat Mutlaq: Shalat sunnah tanpa sebab atau waktu tertentu, bisa dilakukan kapan saja kecuali pada waktu-waktu yang dilarang.
2.5.2. Keutamaan Shalat Sunnah
Shalat sunnah memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
- Menyempurnakan Shalat Fardhu: Shalat sunnah dapat menambal kekurangan pada shalat fardhu.
- Mendekatkan Diri Kepada Allah: Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, "Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya." (HR. Bukhari)
- Mengangkat Derajat dan Menghapus Dosa: Rasulullah ﷺ bersabda, "Perbanyaklah sujud (shalat), karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kepada Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatmu satu derajat dan menghapus satu kesalahan darimu." (HR. Muslim)
Meningkatkan kualitas dan kuantitas shalat sunnah di bulan Muharram adalah cara efektif untuk memperbanyak amal kebaikan dan meraih cinta Allah SWT.
2.6. Menjaga dan Mempererat Silaturahim
Silaturahim, atau menjaga tali persaudaraan dan hubungan kekerabatan, adalah salah satu ajaran fundamental dalam Islam yang memiliki keutamaan besar. Di bulan-bulan haram, termasuk Muharram, anjuran ini semakin ditekankan.
2.6.1. Keutamaan Silaturahim
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini secara eksplisit mengaitkan silaturahim dengan kelapangan rezeki dan panjang umur yang berkah. Ini adalah salah satu janji Allah bagi mereka yang menjaga hubungan baik dengan keluarga dan sesama.
Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda keimanan. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menyambung silaturahim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT juga sangat membenci orang yang memutus tali silaturahim. Dalam Al-Qur'an disebutkan:
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuki Allah; lalu Allah butakan (pendengaran) mereka dan dibusukkan-Nya mata mereka." (QS. Muhammad: 22-23)
2.6.2. Cara Menjaga Silaturahim
- Mengunjungi Kerabat: Meluangkan waktu untuk mengunjungi sanak saudara, terutama yang sudah lama tidak bertemu.
- Menghubungi: Jika jarak memisahkan, gunakan telepon, pesan singkat, atau video call untuk tetap menjalin komunikasi.
- Saling Memaafkan: Memaafkan kesalahan kerabat dan meminta maaf jika kita berbuat salah. Membersihkan hati dari dendam dan permusuhan.
- Membantu yang Membutuhkan: Memberikan bantuan kepada kerabat yang sedang kesusahan, baik materi maupun moral.
- Menyebarkan Salam: Menyebarkan salam dan senyum, menunjukkan wajah yang ramah dan bersahaja.
Bulan Muharram adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki hubungan yang mungkin renggang, atau memperkuat hubungan yang sudah terjalin baik. Ini adalah investasi pahala yang tidak akan pernah merugi.
2.7. Muhasabah Diri dan Taubat Nasuha
Muhasabah (introspeksi diri) dan taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh) adalah amalan hati yang fundamental dalam perjalanan seorang Muslim. Bulan Muharram, sebagai awal tahun baru Hijriah, adalah momen yang sangat tepat untuk melakukan keduanya.
2.7.1. Pentingnya Muhasabah Diri
Muhasabah berarti mengevaluasi diri, meninjau kembali perbuatan, perkataan, dan niat yang telah kita lakukan selama ini. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kesalahan dan kekurangan, kemudian memperbaikinya di masa mendatang. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)
Muhasabah dapat dilakukan dengan merenungkan:
- Apakah shalat kita sudah khusyuk dan tepat waktu?
- Apakah kita sudah berbakti kepada kedua orang tua?
- Apakah kita sudah berlaku adil kepada sesama?
- Apakah lisan kita sudah terjaga dari ghibah dan fitnah?
- Apakah harta kita sudah bersih dari riba dan hak orang lain?
- Bagaimana kualitas hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia?
Melalui muhasabah, kita akan menyadari betapa banyak kekurangan dan dosa yang telah kita lakukan, yang kemudian akan mendorong kita untuk bertaubat.
2.7.2. Taubat Nasuha
Taubat nasuha adalah taubat yang memenuhi tiga syarat utama:
- Menyesali Dosa: Merasa menyesal yang mendalam atas dosa yang telah dilakukan.
- Meninggalkan Dosa: Segera berhenti dari perbuatan dosa tersebut.
- Bertekad Tidak Mengulangi: Berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulangi dosa tersebut di masa mendatang.
Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak orang lain (dosa antar manusia), maka ada satu syarat tambahan:
- Mengembalikan Hak atau Meminta Maaf: Jika dosa berupa mengambil harta, kembalikanlah. Jika berupa ghibah atau menzalimi, mintalah maaf atau doakan kebaikan untuknya jika meminta maaf akan menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertaubat. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222)
Muharram, dengan keutamaan Asyura-nya, adalah saat yang sangat baik untuk memulai lembaran baru dengan taubat nasuha, membersihkan hati, dan bertekad menjadi pribadi yang lebih baik.
2.8. Amalan Lain yang Dianjurkan (Bersifat Umum dan Tambahan)
Beberapa amalan berikut sering disebutkan dalam konteks Hari Asyura, meskipun dalilnya mungkin tidak sekuat puasa atau sedekah, namun tetap merupakan amalan baik yang dianjurkan dalam Islam secara umum.
2.8.1. Memperbanyak Membaca Al-Qur'an
Membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang sangat mulia, di mana setiap hurufnya mendatangkan pahala. Di bulan yang mulia ini, memperbanyak tilawah Al-Qur'an akan semakin melipatgandakan pahala. Selain membaca, merenungkan (tadabbur) maknanya juga sangat dianjurkan untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan terhadap kalamullah.
2.8.2. Mandi dan Membersihkan Diri
Beberapa riwayat, meskipun lemah, menyebutkan anjuran mandi pada Hari Asyura. Namun, tanpa adanya riwayat spesifik yang kuat, kebersihan diri adalah bagian integral dari Islam dan selalu dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda, "Kebersihan adalah sebagian dari iman." Oleh karena itu, menjaga kebersihan, mandi, berwudhu, adalah amalan yang selalu baik dilakukan.
2.8.3. Memotong Kuku dan Merapikan Rambut
Sama seperti mandi, memotong kuku dan merapikan rambut adalah bagian dari fitrah (kesucian alami) yang sangat dianjurkan dalam Islam. Mengamalkannya di hari yang mulia tentu lebih baik, meskipun tidak ada dalil khusus untuk Asyura.
2.8.4. Memakai Celak Mata
Ada riwayat yang menyebutkan tentang penggunaan celak pada Hari Asyura, namun riwayat ini sangat lemah dan bahkan sebagian ulama menggolongkannya sebagai hadits palsu. Oleh karena itu, penggunaan celak pada Hari Asyura bukanlah sunnah yang dianjurkan secara spesifik. Jika seseorang ingin memakai celak, hendaknya diniatkan sebagai mengikuti sunnah secara umum (karena Nabi ﷺ terkadang memakai celak) dan bukan karena kekhususan Hari Asyura.
2.8.5. Menjenguk Orang Sakit dan Mengantar Jenazah
Amalan menjenguk orang sakit dan mengantar jenazah adalah ibadah yang memiliki pahala besar dan dianjurkan kapan saja. Melakukannya di bulan Muharram akan semakin menambah keberkahan. Ini menunjukkan solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama.
3. Hal-hal yang Perlu Dihindari (Bid'ah) di Bulan Asyura
Meskipun ada banyak amalan sunnah yang dianjurkan, penting juga untuk menghindari amalan-amalan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, yang dikenal sebagai bid'ah. Bid'ah adalah tambahan dalam agama yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim)
Beberapa contoh bid'ah yang sering muncul di bulan Muharram, khususnya terkait Hari Asyura, antara lain:
3.1. Ritual Khusus yang Tidak Ada Dasar Syariatnya
Beberapa masyarakat mungkin memiliki tradisi atau ritual khusus yang mereka yakini mendatangkan keberkahan pada Hari Asyura, padahal tidak ada dasarnya dalam Al-Qur'an maupun Sunnah. Contohnya:
- Upacara Keselamatan yang Bersifat Mistik: Melakukan ritual keselamatan atau tolak bala yang mencampuradukkan unsur agama dengan kepercayaan mistis atau adat istiadat yang tidak Islami.
- Mengusap Kepala Anak Yatim dengan Cara Tertentu: Meskipun menyantuni anak yatim adalah mulia, melakukan ritual usapan kepala dengan keyakinan tertentu pada hari Asyura tanpa dalil adalah bid'ah.
- Memasak Makanan Khas dengan Keyakinan Tertentu: Memasak bubur Asyura atau makanan khusus lainnya tidak masalah sebagai tradisi budaya atau berbagi, tetapi jika disertai dengan keyakinan bahwa ada keutamaan ibadah khusus yang dikaitkan dengannya tanpa dalil, maka bisa terjerumus ke dalam bid'ah.
3.2. Perayaan atau Ritual Berlebihan yang Tidak Sesuai Sunnah
Di beberapa kelompok, terdapat praktik yang cenderung berlebihan dalam mengekspresikan kesedihan atau kegembiraan di bulan Muharram, yang melampaui batas syariat:
- Merayakan Asyura Secara Berlebihan (seperti Idul Fitri): Menjadikan Asyura sebagai hari raya dengan perayaan yang megah layaknya Idul Fitri atau Idul Adha adalah tidak sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ. Asyura adalah hari untuk berpuasa dan beribadah, bukan untuk perayaan.
- Meratap atau Melakukan Aksi Pukulan Diri: Beberapa kelompok Syiah memiliki tradisi meratapi tragedi Karbala secara ekstrem, termasuk dengan memukul-mukul diri (tatbir) hingga melukai tubuh. Praktik-praktik ini jelas dilarang dalam Islam. Islam mengajarkan kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi musibah, bukan meratap atau menyakiti diri.
- Meyakini Adanya Air Asyura yang Sakti: Kepercayaan bahwa air yang diambil pada tanggal 10 Muharram memiliki khasiat khusus atau kesaktian tertentu adalah bid'ah dan khurafat.
3.3. Mengkhususkan Amalan Tertentu Tanpa Dalil
Setiap amalan baik boleh dilakukan kapan saja, termasuk di bulan Muharram. Namun, mengkhususkan suatu amalan pada hari Asyura dengan keyakinan adanya pahala khusus tanpa dalil yang kuat adalah sesuatu yang perlu dihindari. Contohnya:
- Mengkhususkan shalat tertentu dengan jumlah rakaat dan tata cara yang tidak diajarkan.
- Mengkhususkan doa atau zikir tertentu yang tidak ada di dalam Al-Qur'an atau hadits shahih.
Prinsipnya adalah, semua amalan yang dilakukan haruslah berdasarkan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi ﷺ. Jika ada keraguan, lebih baik meninggalkan amalan tersebut atau mencari tahu dalilnya dari sumber yang terpercaya.
4. Hikmah dan Pelajaran dari Bulan Muharram dan Hari Asyura
Di balik setiap syariat dan anjuran dalam Islam, terkandung hikmah dan pelajaran yang mendalam bagi kehidupan umat manusia. Begitu pula dengan bulan Muharram dan Hari Asyura.
4.1. Bersyukur kepada Allah SWT
Kisah Nabi Musa AS dan penyelamatan Bani Israil pada Hari Asyura adalah pelajaran besar tentang pentingnya bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan pertolongan-Nya. Puasa Asyura adalah bentuk syukur Nabi Musa, dan umat Islam mengikutinya sebagai wujud syukur atas nikmat Islam dan bimbingan Allah.
Syukur tidak hanya diungkapkan dengan lisan, tetapi juga dengan perbuatan, yaitu menggunakan nikmat Allah untuk ketaatan kepada-Nya. Dengan bersyukur, Allah berjanji akan menambah nikmat-Nya: "Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Ibrahim: 7)
4.2. Mengambil Pelajaran dari Sejarah
Sejarah bukan hanya cerita masa lalu, tetapi juga sumber pelajaran berharga. Kisah Nabi Musa mengajarkan tentang keberanian menghadapi tirani, kesabaran dalam perjuangan, dan keyakinan teguh akan pertolongan Allah. Sejarah Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan tentang hikmah membedakan diri dari Ahli Kitab dalam ibadah, dan pentingnya mencari identitas Muslim yang khas.
Setiap peristiwa dalam sejarah Islam, termasuk yang terjadi di bulan Muharram, adalah pengingat akan kekuatan Allah dan pentingnya istiqamah di jalan kebenaran.
4.3. Pendidikan Jiwa dan Peningkatan Ketakwaan
Amalan-amalan di bulan Muharram, seperti puasa, sedekah, zikir, dan shalat sunnah, berfungsi sebagai sarana pendidikan jiwa. Puasa melatih kesabaran, pengendalian diri, dan empati. Sedekah menumbuhkan kepedulian sosial dan membersihkan hati dari sifat kikir. Zikir dan doa mendekatkan hati kepada Allah dan menenangkan jiwa.
Semua ini bermuara pada peningkatan ketakwaan, yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Taqwa adalah bekal terbaik menuju akhirat.
4.4. Pembersihan Diri dari Dosa dan Kesalahan
Pahala penghapusan dosa setahun yang lalu melalui puasa Asyura adalah kesempatan emas untuk membersihkan lembaran diri. Ini adalah pengingat bahwa Allah Maha Pengampun dan selalu membuka pintu taubat bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Muhasabah dan taubat nasuha di awal tahun Hijriah menjadi langkah awal yang baik untuk memulai hidup baru dengan catatan amal yang lebih bersih.
4.5. Solidaritas dan Kepedulian Sosial
Anjuran untuk bersedekah dan menyantuni anak yatim menyoroti pentingnya dimensi sosial dalam Islam. Islam tidak hanya berurusan dengan hubungan vertikal antara hamba dan Allah (habluminallah), tetapi juga hubungan horizontal antar sesama manusia (habluminannas). Kepedulian terhadap fakir miskin, anak yatim, dan kerabat adalah bagian tak terpisahkan dari iman seorang Muslim.
Ini menciptakan masyarakat yang harmonis, saling tolong-menolong, dan penuh kasih sayang, sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).
4.6. Pentingnya Menjaga Sunnah dan Menghindari Bid'ah
Pembahasan tentang bid'ah di bulan Muharram menekankan pentingnya berpegang teguh pada Sunnah Nabi ﷺ dan menjauhi segala bentuk inovasi dalam agama. Islam adalah agama yang sempurna, tidak memerlukan tambahan atau pengurangan. Mengikuti Sunnah adalah jalan keselamatan, sementara bid'ah adalah jalan kesesatan.
Ini menuntut umat Muslim untuk senantiasa belajar dan membedakan antara amalan yang memiliki dasar syariat dengan tradisi yang tidak memiliki dasar.
5. Panduan Praktis Memaksimalkan Amalan Asyura
Agar dapat memaksimalkan bulan Muharram, khususnya Hari Asyura, berikut adalah panduan praktis yang bisa diterapkan:
5.1. Persiapan Mental dan Spiritual
Beberapa hari sebelum 9 Muharram, mulailah mempersiapkan diri secara mental dan spiritual. Ingatkan diri akan keutamaan bulan ini. Bersihkan hati dari dendam, permusuhan, dan niat buruk. Perbarui niat untuk beribadah semata-mata karena Allah SWT.
5.2. Menyusun Jadwal Amalan
Buatlah daftar amalan yang ingin Anda lakukan, dan sesuaikan dengan kemampuan serta kondisi pribadi. Jadwal ini bisa meliputi:
- Puasa: Tentukan apakah Anda akan berpuasa 9 & 10 Muharram, atau 10 & 11 Muharram, atau ketiga-tiganya.
- Tilawah Al-Qur'an: Targetkan jumlah halaman atau juz yang ingin Anda baca.
- Zikir dan Doa: Tetapkan waktu khusus untuk berzikir dan berdoa, misalnya setelah shalat atau di sepertiga malam terakhir.
- Sedekah: Alokasikan sebagian rezeki untuk sedekah.
- Silaturahim: Rencanakan untuk menghubungi atau mengunjungi kerabat.
- Muhasabah: Luangkan waktu untuk merenungkan dan mengevaluasi diri.
5.3. Melaksanakan Puasa Tasu'a dan Asyura dengan Niat Tulus
Pastikan niat puasa Anda adalah semata-mata karena Allah, mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, dan mengharap pahala penghapus dosa. Jangan hanya berpuasa karena tradisi atau ikut-ikutan. Sahur dan berbuka dengan makanan halal dan baik. Manfaatkan waktu berpuasa untuk meningkatkan ibadah lainnya.
5.4. Aktif dalam Kebaikan Sosial
Cari kesempatan untuk bersedekah. Ini bisa melalui lembaga amil zakat, masjid, atau langsung kepada orang yang membutuhkan. Jika memungkinkan, berikan santunan atau perhatian kepada anak yatim di sekitar Anda. Ingatlah bahwa sedekah tidak harus besar, yang penting adalah keikhlasan dan konsistensi.
5.5. Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian
Selain amalan khusus Asyura, jadikan momen ini untuk meningkatkan kualitas ibadah harian Anda. Shalat fardhu tepat waktu dan berjamaah (bagi laki-laki), perbanyak shalat sunnah rawatib, tahajjud, dan dhuha. Khusyukkan diri dalam setiap shalat, rasakan kehadiran Allah.
5.6. Menjaga Lisan dan Perilaku
Bulan yang mulia ini adalah kesempatan untuk melatih diri menjaga lisan dari ghibah, fitnah, dan perkataan buruk. Berperilaku baik, murah senyum, dan berbuat kebaikan kepada sesama adalah cerminan dari iman yang kuat. Hindari pertengkaran dan perselisihan.
5.7. Beristighfar dan Memohon Ampunan
Perbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah) di setiap waktu. Ingatlah bahwa setiap manusia tidak luput dari dosa. Dengan istighfar, kita membersihkan diri dan membuka pintu rahmat Allah. Jangan menunda taubat.
5.8. Memperkaya Ilmu Agama
Luangkan waktu untuk membaca buku-buku agama, mendengarkan ceramah, atau mengikuti kajian tentang keutamaan bulan Muharram dan amalan-amalan di dalamnya. Ilmu akan membimbing kita untuk beramal dengan benar dan menjauhkan kita dari kesesatan dan bid'ah.
5.9. Berdoa untuk Kebaikan Diri dan Umat
Jangan lupakan kekuatan doa. Berdoa untuk kebaikan diri sendiri, keluarga, teman, guru, dan seluruh umat Muslim. Mohonlah kepada Allah agar diberikan keistiqamahan dalam beribadah, diampuni dosa-dosa, dan dimudahkan segala urusan.
Penutup
Bulan Muharram, dengan puncak keutamaannya pada Hari Asyura, adalah anugerah besar dari Allah SWT bagi umat Muslim. Ia adalah pintu gerbang menuju tahun baru Hijriah yang penuh berkah, sekaligus kesempatan emas untuk membersihkan diri dari dosa, meningkatkan ketakwaan, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Dengan memahami sejarah, keutamaan, dan panduan amalan yang telah dijelaskan, kita diharapkan dapat memaksimalkan setiap detik di bulan mulia ini. Jadikan puasa Tasu'a dan Asyura sebagai prioritas utama, iringi dengan sedekah, zikir, doa, menyantuni anak yatim, mempererat silaturahim, serta muhasabah diri. Hindari segala bentuk bid'ah yang tidak berdasar syariat, agar amalan kita diterima di sisi Allah SWT.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur, bertakwa, dan selalu bersemangat dalam beramal saleh. Semoga kita dapat menyambut bulan Muharram dan Hari Asyura dengan hati yang bersih, niat yang tulus, dan amal ibadah yang optimal, sehingga kita meraih keberkahan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Aamiin ya Rabbal 'alamin.