Keutamaan Asyura: Sejarah, Amalan, dan Hikmahnya Lengkap

Hari Asyura adalah salah satu hari yang memiliki kedudukan istimewa dalam kalender Islam. Jatuh pada tanggal 10 Muharram, bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah, hari ini bukan sekadar penanda pergantian bulan, melainkan sebuah momen bersejarah yang sarat makna, keberkahan, dan pelajaran bagi umat Muslim di seluruh dunia. Kata "Asyura" sendiri berasal dari kata bahasa Arab "asyara" yang berarti sepuluh, merujuk pada tanggalnya yang ke-10.

Selama berabad-abad, umat Muslim telah mengenang dan merayakan keutamaan Asyura dengan berbagai amalan dan refleksi spiritual. Namun, di balik berbagai tradisi dan interpretasi, inti dari hari Asyura adalah penghargaan terhadap serangkaian peristiwa penting dalam sejarah kenabian dan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah dan amal saleh. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang keutamaan Asyura, mulai dari latar belakang sejarahnya yang kaya, berbagai amalan yang dianjurkan, hingga hikmah dan pelajaran mendalam yang bisa kita petik darinya.

Ilustrasi Bulan Sabit dan Bintang, Melambangkan Muharram dan Keberkahan Asyura

Ilustrasi simbol Muharram dan angka 10, melambangkan hari Asyura yang penuh keutamaan dan berkah.

Latar Belakang dan Sejarah Hari Asyura

Sejarah Asyura jauh melampaui era kenabian Muhammad SAW. Hari ini telah menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting yang dicatat dalam kitab-kitab suci dan tradisi lisan, menandai intervensi ilahi dan pertolongan Allah kepada para nabi-Nya. Mengenali sejarah ini adalah kunci untuk memahami mengapa hari Asyura begitu diistimewakan dalam Islam.

1. Penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari Firaun

Peristiwa paling fundamental yang menjadi landasan pensyariatan puasa Asyura adalah kisah heroik Nabi Musa AS dan kaumnya, Bani Israil, yang diselamatkan dari kezaliman Firaun dan pasukannya. Firaun dikenal sebagai penguasa yang sangat tiran, kejam, dan mengaku sebagai tuhan di Mesir. Ia menindas Bani Israil, menjadikan mereka budak, dan membunuh anak laki-laki mereka.

Atas perintah Allah, Nabi Musa mengajak Firaun untuk beriman kepada Allah dan membebaskan Bani Israil. Namun, Firaun menolak dengan angkuh. Ketika Firaun semakin menjadi-jadi dalam kezalimannya, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk membawa Bani Israil keluar dari Mesir. Firaun dan pasukannya tidak tinggal diam; mereka mengejar Nabi Musa dan kaumnya hingga sampai di Laut Merah.

Dalam kondisi terjepit, di depan mereka terbentang laut luas dan di belakang mereka Firaun dengan pasukannya yang siap membantai, Bani Israil dilanda keputusasaan. Namun, Nabi Musa dengan teguh beriman kepada pertolongan Allah. Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut. Mukjizat pun terjadi, laut terbelah menjadi dua, membentuk jalan kering bagi Bani Israil untuk menyeberang.

Setelah Bani Israil berhasil menyeberang, Firaun dan pasukannya yang congkak menyusul masuk ke jalan yang terbelah itu. Namun, ketika mereka berada di tengah-tengah laut, atas kehendak Allah, air laut kembali menyatu dan menenggelamkan Firaun beserta seluruh bala tentaranya. Peristiwa dahsyat ini, yang menandai kemenangan kebenaran atas kebatilan dan kebebasan atas penindasan, terjadi pada tanggal 10 Muharram.

Rasulullah SAW bersabda: "Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya, 'Puasa apakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Firaun dan kaumnya. Maka Musa berpuasa padanya sebagai bentuk syukur, dan kami pun berpuasa.' Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.' Maka beliau berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya kesabaran, keyakinan teguh kepada Allah di tengah kesulitan, serta keadilan ilahi yang pasti akan datang. Ini juga menunjukkan bahwa keutamaan Asyura sudah diakui dan diamalkan jauh sebelum kedatangan Islam, menjadi penghubung antara ajaran nabi-nabi terdahulu dan syariat Nabi Muhammad SAW.

2. Peristiwa Penting Lain di Hari Asyura

Selain kisah Nabi Musa, banyak riwayat dan tradisi Islam yang menyebutkan bahwa sejumlah peristiwa agung lainnya juga terjadi pada hari Asyura. Meskipun sebagian riwayat ini tidak sekuat hadis tentang Nabi Musa, namun mereka memperkaya pemahaman kita tentang signifikansi hari ini:

Deretan peristiwa ini menunjukkan bahwa hari Asyura memiliki resonansi spiritual yang mendalam, tidak hanya dalam Islam tetapi juga dalam tradisi samawi lainnya. Ini adalah hari di mana keadilan ditegakkan, pertolongan ilahi diturunkan, taubat diterima, dan kesabaran dihargai. Keutamaan Asyura, dengan demikian, melampaui sekadar puasa; ia adalah pengingat akan kekuasaan, rahmat, dan hikmah Allah yang tak terbatas.

Amalan-Amalan Utama di Hari Asyura

Mengingat keutamaan Asyura yang begitu besar, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak amalan saleh pada hari ini. Amalan-amalan ini tidak hanya mendatangkan pahala yang berlipat ganda, tetapi juga menjadi sarana bagi kita untuk merenungkan sejarah, mensyukuri nikmat Allah, dan memohon ampunan-Nya.

1. Puasa Asyura (10 Muharram)

Puasa pada hari Asyura adalah amalan yang paling ditekankan dan memiliki keutamaan paling tinggi. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadis, Rasulullah SAW sendiri berpuasa pada hari ini dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk syukur atas penyelamatan Nabi Musa. Kemudian Rasulullah SAW menegaskan bahwa umat Muslim lebih berhak atas Nabi Musa.

Keutamaan Puasa Asyura:

Rasulullah SAW bersabda: "Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)

Hadis ini secara jelas menunjukkan pahala yang luar biasa dari puasa Asyura, yaitu penghapusan dosa-dosa kecil selama satu tahun yang telah berlalu. Ini adalah anugerah besar dari Allah SWT bagi hamba-Nya yang beriman dan mau menunaikan amalan sunnah ini. Penghapusan dosa ini tentu saja terbatas pada dosa-dosa kecil, adapun dosa besar memerlukan taubat nasuha.

Puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram):

Pada awalnya, Rasulullah SAW hanya berpuasa pada hari Asyura. Namun, menjelang akhir hayat beliau, beliau menyatakan keinginan untuk berpuasa juga pada tanggal 9 Muharram (Tasu'a) sebagai bentuk pembeda dengan kaum Yahudi. Hal ini diriwayatkan dalam hadis:

Dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata: "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa, para sahabat berkata, 'Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Jika aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a).'" (HR. Muslim)

Sayangnya, Rasulullah SAW wafat sebelum sempat menunaikan puasa Tasu'a tersebut. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk berpuasa pada hari Tasu'a (9 Muharram) bersamaan dengan Asyura (10 Muharram) sebagai bentuk mengikuti sunnah dan mewujudkan keinginan Rasulullah SAW. Berpuasa dua hari (9 dan 10 Muharram) memiliki beberapa hikmah:

  1. Pembeda dari Ahlul Kitab: Untuk membedakan praktik Muslim dari orang Yahudi yang hanya berpuasa pada 10 Muharram.
  2. Lebih Utama: Mengamalkan puasa dua hari dianggap lebih utama dan lebih sempurna.
  3. Antisipasi Kesalahan Hilal: Jika terjadi kekeliruan dalam penentuan awal bulan Muharram, maka berpuasa dua hari akan memastikan bahwa salah satunya adalah hari Asyura yang sebenarnya.

Puasa ini hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang tidak mampu berpuasa dua hari, maka berpuasa hanya pada hari Asyura (10 Muharram) saja tetap dianjurkan dan akan mendapatkan pahala. Namun, jika mampu, menggabungkannya dengan puasa Tasu'a adalah yang terbaik.

2. Memperbanyak Sedekah

Memberi sedekah adalah amalan mulia yang selalu dianjurkan dalam Islam, namun lebih ditekankan pada hari-hari yang memiliki keutamaan khusus, termasuk Asyura. Beberapa ulama salaf dan tabiin menganjurkan untuk memperbanyak sedekah pada hari Asyura, meyakini adanya keberkahan dan pahala yang berlipat ganda.

Meskipun tidak ada hadis shahih yang secara spesifik menyebutkan keutamaan sedekah pada hari Asyura seperti puasa, namun secara umum, bersedekah adalah perbuatan yang dicintai Allah SWT. Memberi makan orang miskin, membantu anak yatim, atau menyumbang untuk kepentingan umum adalah cara yang baik untuk menunjukkan rasa syukur atas nikmat dan pertolongan Allah yang terjadi di hari ini.

Sedekah juga merupakan bentuk empati sosial, mengingatkan kita pada penderitaan orang lain dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Dengan bersedekah, kita berharap Allah akan melapangkan rezeki kita, sebagaimana Dia telah melapangkan jalan bagi Nabi Musa dan kaumnya.

3. Menyambung Silaturahim

Silaturahim, yaitu menjalin dan mempererat tali persaudaraan dengan kerabat dan sesama Muslim, adalah amalan yang sangat ditekankan dalam Islam. Pada hari-hari istimewa seperti Asyura, memperbanyak silaturahim bisa menjadi cara untuk mendapatkan pahala lebih. Kunjungan, sapaan, atau bantuan kepada kerabat dapat memperkuat ikatan keluarga dan komunitas.

Beberapa riwayat, meskipun tidak mencapai derajat sahih yang tinggi, menyebutkan tentang keutamaan melapangkan nafkah keluarga pada hari Asyura. Meskipun demikian, memperlakukan keluarga dengan baik dan murah hati adalah ajaran umum dalam Islam yang relevan di setiap waktu, dan dapat lebih diintensifkan pada hari-hari penuh berkah.

4. Memperbanyak Dzikir dan Doa

Hari Asyura adalah kesempatan emas untuk memperbanyak dzikir (mengingat Allah) dan berdoa. Dzikir adalah sarana untuk menenangkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah. Membaca tahlil (Laa ilaaha illallah), tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), serta shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah amalan yang sangat dianjurkan.

Selain itu, memanjatkan doa-doa kepada Allah SWT dengan penuh kerendahan hati juga sangat dianjurkan. Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mengabulkan doa, terutama pada waktu-waktu mustajab. Mengingat bahwa pada hari Asyura berbagai mukjizat dan pertolongan Allah terjadi kepada para nabi, ini adalah waktu yang tepat untuk memohon ampunan, hidayah, rezeki, dan segala kebaikan dunia dan akhirat.

Momen ini bisa digunakan untuk muhasabah diri, merenungkan kesalahan dan kekurangan, serta bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Memohon agar dosa-dosa setahun yang lalu dihapuskan, sebagaimana dijanjikan dalam hadis, juga merupakan bagian penting dari doa di hari Asyura.

5. Membaca Al-Qur'an

Membaca dan merenungkan ayat-ayat suci Al-Qur'an adalah ibadah yang sangat mulia. Pada hari Asyura, luangkan waktu lebih banyak untuk membaca Al-Qur'an. Ini bukan hanya mendatangkan pahala huruf demi huruf, tetapi juga dapat meningkatkan pemahaman kita tentang ajaran Islam dan memperkuat iman.

Kita bisa memilih untuk membaca surat-surat tertentu yang berkaitan dengan kisah para nabi yang relevan dengan hari Asyura, seperti kisah Nabi Musa di Surah Al-Qasas, Surah Yunus, atau Surah Al-A'raf, untuk mendapatkan hikmah dan pelajaran yang lebih mendalam.

6. Menjenguk Orang Sakit dan Menziarahi Makam

Menjenguk orang sakit adalah amalan yang mengandung pahala besar dan menunjukkan kepedulian sosial. Meskipun tidak ada kekhususan menjenguk orang sakit pada hari Asyura, namun melakukannya pada hari yang mulia ini akan menambah keberkahan. Demikian pula dengan menziarahi makam (kuburan), yang mengingatkan kita pada kematian dan akhirat, yang merupakan bagian dari muhasabah diri.

7. Memperbanyak Istighfar dan Taubat

Mengingat bahwa hari Asyura adalah hari di mana taubat Nabi Adam AS diterima, ini adalah momentum yang sangat tepat untuk memperbanyak istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah SWT. Setiap manusia tidak luput dari dosa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Mengambil pelajaran dari Nabi Adam, kita diajarkan untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah dan selalu kembali kepada-Nya dengan penyesalan yang tulus.

Istighfar membersihkan hati dari noda dosa, sementara taubat membuka lembaran baru dalam hubungan kita dengan Allah. Di hari Asyura, dengan janji penghapusan dosa setahun yang lalu melalui puasa, memperkuatnya dengan istighfar dan taubat menjadi sangat relevan dan dianjurkan.

Hikmah dan Pelajaran Mendalam dari Hari Asyura

Di balik serangkaian sejarah dan amalan yang dianjurkan, Hari Asyura menyimpan hikmah dan pelajaran yang sangat mendalam bagi kehidupan umat Muslim. Memahami hikmah ini akan memperkaya pengalaman spiritual kita dan membantu kita mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.

1. Kekuasaan dan Pertolongan Allah SWT yang Mutlak

Kisah Nabi Musa dan Firaun, Nabi Nuh dan banjir, Nabi Ibrahim dan api, serta Nabi Yunus di perut ikan, semuanya adalah bukti nyata akan kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Tidak ada satupun kekuatan di bumi ini yang dapat menandingi atau menghalangi kehendak-Nya. Laut yang terbelah, api yang menjadi dingin, dan perut ikan yang menjadi tempat berlindung, semuanya menunjukkan betapa mudahnya bagi Allah untuk melakukan segala sesuatu.

Pelajaran penting di sini adalah untuk selalu bergantung hanya kepada Allah, bukan kepada kekuatan manusia, harta, atau jabatan. Ketika kita berada dalam kesulitan dan merasa tak berdaya, ingatlah kisah-kisah ini. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu dekat bagi hamba-Nya yang bertakwa dan bersabar.

2. Pentingnya Rasa Syukur

Inti dari puasa Nabi Musa AS pada hari Asyura adalah rasa syukur kepada Allah atas penyelamatan dari Firaun. Demikian pula, puasa Asyura bagi umat Islam adalah bentuk syukur atas nikmat keselamatan, keadilan, dan rahmat yang Allah berikan kepada para nabi-Nya dan umat terdahulu. Rasa syukur adalah pondasi keimanan. Dengan bersyukur, kita mengakui bahwa segala kebaikan datang dari Allah dan kita akan senantiasa mengingat-Nya dalam setiap kondisi.

Bersyukur juga berarti menggunakan nikmat Allah untuk kebaikan dan ketaatan. Puasa Asyura adalah salah satu cara mengekspresikan syukur secara kolektif, mengingatkan kita untuk selalu menghargai setiap anugerah, besar maupun kecil, dalam hidup kita.

3. Ketabahan dan Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

Para nabi yang dikisahkan mengalami peristiwa di hari Asyura, seperti Nabi Musa, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, dan Nabi Ayyub, semuanya adalah teladan dalam ketabahan dan kesabaran. Mereka menghadapi ujian berat, penindasan, bahaya maut, penyakit, dan ejekan kaum mereka, namun mereka tidak pernah goyah dalam keimanan dan keyakinan kepada Allah.

Hari Asyura mengajarkan kita bahwa ujian adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Namun, dengan kesabaran, keimanan yang teguh, dan doa yang tiada henti, Allah akan memberikan jalan keluar dan pertolongan-Nya. Kisah Nabi Ayyub secara khusus menekankan bahwa balasan bagi kesabaran adalah kebaikan dan kebahagiaan yang berlimpah di dunia dan akhirat.

4. Kekuatan Taubat dan Ampunan Allah

Kisah Nabi Adam AS yang diterima taubatnya pada hari Asyura memberikan harapan besar bagi seluruh umat manusia. Ini menegaskan bahwa Allah SWT adalah Maha Pengampun, dan pintu taubat selalu terbuka lebar bagi hamba-Nya yang tulus menyesali dosanya. Tidak peduli seberapa besar dosa yang telah diperbuat, asalkan taubat itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, Allah pasti akan mengampuninya.

Hari Asyura menjadi pengingat untuk senantiasa introspeksi diri, mengakui kesalahan, dan bergegas kembali kepada Allah dengan istighfar dan taubat. Ini adalah kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa dan memulai lembaran baru dalam perjalanan spiritual kita.

5. Pentingnya Kebenaran dan Keadilan

Kisah Nabi Musa melawan Firaun adalah simbol abadi pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara keadilan dan kezaliman. Pada akhirnya, kebenaran dan keadilanlah yang menang, dan kezaliman Firaun ditumpas oleh kekuatan Allah. Ini memberikan motivasi bagi umat Muslim untuk selalu memperjuangkan keadilan, menegakkan kebenaran, dan tidak takut menghadapi penindasan, selama itu dilakukan dalam koridor syariat dan dengan niat lillahi ta'ala.

Keutamaan Asyura mengajarkan bahwa meskipun jalan perjuangan kebenaran mungkin berliku dan penuh tantangan, janji Allah untuk menolong hamba-Nya yang beriman adalah pasti. Ini adalah penguat semangat untuk tidak berputus asa dalam menghadapi tantangan zaman.

6. Persatuan Umat dan Menjaga Perbedaan

Meskipun ada perbedaan pandangan di kalangan Muslim mengenai beberapa detail dan prioritas amalan di hari Asyura, inti dari hari ini adalah persatuan dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Anjuran puasa Tasu'a untuk membedakan diri dari Yahudi juga menunjukkan pentingnya identitas Muslim, namun tetap dalam kerangka umum menghargai para nabi terdahulu.

Pelajaran dari Asyura adalah untuk fokus pada esensi ibadah dan nilai-nilai luhur yang diajarkannya, sambil tetap menjaga ukhuwah Islamiyah di tengah perbedaan pendapat. Yang terpenting adalah semangat ketaatan, syukur, dan mencari ridha Allah SWT.

Kesalahpahaman dan Bid'ah Seputar Hari Asyura

Seiring berjalannya waktu, beberapa praktik dan keyakinan baru muncul di sekitar Hari Asyura yang kadang menyimpang dari ajaran asli Islam atau tidak memiliki dasar yang kuat dari Al-Qur'an dan Sunnah. Penting bagi kita untuk memahami dan membedakan antara sunnah, adat, dan bid'ah (inovasi dalam agama) agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

1. Mengenai Tradisi Memasak Bubur Asyura

Di banyak daerah di Indonesia dan beberapa negara Muslim lainnya, ada tradisi untuk memasak dan membagikan "Bubur Asyura" pada tanggal 10 Muharram. Bubur ini biasanya terbuat dari berbagai jenis biji-bijian, sayuran, dan rempah-rempah. Tradisi ini seringkali dilandasi oleh niat baik untuk bersedekah dan berbagi makanan kepada tetangga dan kaum fakir miskin.

Status Hukum: Memasak dan membagikan bubur atau makanan lainnya pada hari Asyura hukumnya adalah mubah (boleh), bahkan bisa bernilai sunnah jika diniatkan sebagai sedekah umum. Bersedekah dan memberi makan adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam kapan saja, termasuk pada hari Asyura. Namun, penting untuk dipahami bahwa tidak ada dalil khusus dari Al-Qur'an atau hadis sahih yang secara spesifik memerintahkan atau mengutamakan pembuatan bubur Asyura sebagai ibadah tersendiri yang memiliki pahala khusus.

Jika tradisi ini diyakini sebagai ibadah yang wajib atau memiliki keutamaan khusus yang tidak ada dasarnya, atau jika dilakukan dengan keyakinan bahwa ada keberkahan khusus pada bubur itu sendiri secara ritual, maka hal tersebut bisa mendekati bid'ah. Selama diniatkan sebagai sedekah biasa yang kebetulan dilakukan pada hari Asyura, itu adalah kebaikan.

2. Keyakinan tentang Mandi, Bersisir, Bercelak, dll., di Hari Asyura

Beberapa tradisi dan kepercayaan populer menyebutkan tentang amalan-amalan tertentu seperti mandi, bersisir rambut, bercelak mata, memotong kuku, memakai wangi-wangian, dan bahkan mengenakan pakaian baru pada hari Asyura, dengan keyakinan bahwa hal itu akan mendatangkan keberkahan atau mencegah musibah.

Status Hukum: Tidak ada satu pun hadis sahih atau riwayat yang kuat dari Rasulullah SAW maupun para sahabat yang mendukung amalan-amalan ini sebagai ibadah khusus di hari Asyura. Sebagian riwayat yang beredar mengenai hal ini tergolong dhaif (lemah) bahkan maudhu' (palsu) menurut para ulama hadis.

Mengamalkan kebersihan diri seperti mandi dan merawat diri adalah sunnah dan kebiasaan baik dalam Islam. Namun, mengkhususkan amalan-amalan tersebut pada hari Asyura dengan keyakinan adanya pahala atau keberkahan tertentu tanpa dalil yang sahih dapat termasuk dalam kategori bid'ah. Umat Muslim dianjurkan untuk mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW secara jelas, yaitu puasa.

3. Perdukunan, Jimat, atau Praktik Mistis

Beberapa daerah mungkin memiliki kepercayaan atau praktik mistis yang dikaitkan dengan hari Asyura, seperti menggunakan jimat, melakukan ritual tertentu untuk keberuntungan, atau meminta bantuan dukun. Praktik-praktik semacam ini jelas haram dalam Islam. Hari Asyura adalah hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang sah, bukan dengan syirik atau praktik-praktik yang bertentangan dengan tauhid.

4. Meratapi Kematian secara Berlebihan (Niyahah)

Peristiwa tragis terbunuhnya cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Hussein bin Ali RA, di Karbala, juga terjadi pada hari Asyura. Peristiwa ini adalah tragedi besar dalam sejarah Islam yang menyisakan duka mendalam bagi seluruh umat Muslim. Mengingat dan meratapi kematian syuhada, termasuk Sayyidina Hussein, adalah hal yang wajar sebagai bentuk empati dan pembelajaran sejarah.

Namun, dalam Islam, meratapi kematian secara berlebihan (niyahah), seperti memukul-mukul diri, merobek pakaian, atau berbicara yang tidak pantas, adalah perbuatan yang dilarang. Islam mengajarkan kesabaran dan tawakal dalam menghadapi musibah, termasuk kematian. Mengenang peristiwa Karbala seharusnya memicu semangat perjuangan kebenaran dan keadilan, serta kesabaran dalam menghadapi cobaan, bukan untuk melakukan ritual-ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Penjelasan Tambahan: Penting untuk membedakan antara mengenang tragedi Karbala sebagai bagian dari sejarah Islam yang penting, dengan menjadikan Asyura sebagai hari berkabung atau melakukan ritual duka yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. Keutamaan Asyura dalam sunnah Nabi Muhammad SAW adalah fokus pada puasa sebagai bentuk syukur atas penyelamatan Nabi Musa, bukan sebagai hari duka cita utama.

Sebagai umat Muslim, tugas kita adalah untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW yang sahih. Jika ada keraguan mengenai suatu amalan, sebaiknya mencari referensi dari ulama yang kompeten dan terpercaya agar tidak terjerumus pada praktik bid'ah yang dapat mengurangi nilai ibadah kita.

Keutamaan Asyura dalam Konteks Kekinian

Di era modern ini, di tengah hiruk pikuk kehidupan yang serba cepat dan penuh tantangan, keutamaan Asyura tetap relevan dan memberikan pelajaran berharga bagi umat Muslim. Bagaimana kita bisa mengaplikasikan hikmah Asyura dalam kehidupan sehari-hari?

1. Semangat Perjuangan dan Keteguhan Iman

Kisah Nabi Musa dan Firaun mengajarkan kita untuk tidak menyerah pada kezaliman dan penindasan. Di zaman sekarang, ini dapat diartikan sebagai perjuangan melawan ketidakadilan sosial, korupsi, kemiskinan, atau bahkan tekanan budaya yang menyesatkan. Kita diajarkan untuk tetap teguh pada prinsip kebenaran dan iman, meskipun menghadapi tantangan yang besar. Keutamaan Asyura mengingatkan kita bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan ikhlas.

2. Pentingnya Pendidikan dan Pengetahuan

Dalam menghadapi berbagai narasi sejarah dan tradisi, baik yang sahih maupun yang tidak, umat Muslim dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai. Memahami keutamaan Asyura secara benar memerlukan kajian terhadap dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah. Ini menekankan pentingnya belajar agama dari sumber yang benar dan menghindari taklid buta atau mengikuti tradisi tanpa dasar ilmu.

3. Solidaritas Sosial dan Kepedulian

Amalan sedekah dan menyambung silaturahim di hari Asyura mendorong kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Di tengah kesenjangan sosial yang kian melebar, semangat berbagi dan membantu mereka yang membutuhkan menjadi sangat krusial. Hari Asyura dapat menjadi momentum untuk menggalang kepedulian, baik melalui sedekah materi maupun dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan dan membantu orang lain.

4. Penguatan Karakter Pribadi

Puasa Asyura adalah latihan spiritual yang melatih kesabaran, pengendalian diri, dan empati. Selain itu, hikmah dari kisah para nabi tentang kesabaran Nabi Ayyub, keteguhan Nabi Ibrahim, dan taubat Nabi Adam, semuanya adalah pelajaran berharga untuk membangun karakter Muslim yang kuat, tahan uji, dan selalu berharap pada rahmat Allah. Ini mendorong kita untuk menjadi pribadi yang selalu muhasabah, memperbaiki diri, dan tidak mudah putus asa.

5. Harmoni dan Toleransi

Meskipun ada perbedaan dalam perayaan Asyura di berbagai kalangan Muslim, penting untuk menjaga harmoni dan toleransi. Menghormati perbedaan pandangan yang masih dalam koridor syariat dan fokus pada nilai-nilai persatuan yang diajarkan Islam adalah esensi. Keutamaan Asyura bukan untuk memecah belah, melainkan untuk mengingatkan kita pada akar sejarah yang sama dan tujuan akhir yang sama: meraih ridha Allah.

Dengan demikian, hari Asyura bukan hanya sekadar tanggal dalam kalender, tetapi sebuah lentera yang menerangi jalan spiritual kita, sebuah pengingat akan kekuasaan Allah, sebuah panggilan untuk beramal saleh, dan sebuah sumber pelajaran moral yang tak lekang oleh waktu. Keutamaan Asyura adalah kesempatan untuk memperbaharui komitmen kita kepada Islam dan menjadi hamba Allah yang lebih baik.

Penutup

Hari Asyura, tanggal 10 Muharram, adalah salah satu hari yang paling istimewa dalam kalender Islam, sarat dengan sejarah, keutamaan, dan hikmah yang mendalam. Dari penyelamatan Nabi Musa AS dari tirani Firaun, diterimanya taubat Nabi Adam AS, hingga berbagai mukjizat dan pertolongan ilahi lainnya yang terjadi pada hari ini, Asyura menjadi saksi bisu akan kekuasaan, rahmat, dan keadilan Allah SWT yang tak terbatas.

Amalan yang paling dianjurkan dan memiliki keutamaan besar di hari Asyura adalah puasa, yang dapat menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu. Lebih utama lagi jika puasa ini diiringi dengan puasa Tasu'a pada tanggal 9 Muharram, sebagai bentuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan membedakan diri dari Ahlul Kitab. Selain puasa, memperbanyak sedekah, menyambung silaturahim, memperbanyak dzikir dan doa, membaca Al-Qur'an, serta memperbanyak istighfar dan taubat adalah amalan-amalan yang sangat dianjurkan untuk mengisi hari yang penuh berkah ini.

Di balik setiap sejarah dan amalan, tersimpan hikmah yang luar biasa: pengajaran tentang kekuasaan mutlak Allah, pentingnya rasa syukur, ketabahan dalam menghadapi ujian, kekuatan taubat, dan kemenangan kebenaran atas kebatilan. Ini semua adalah pelajaran yang relevan bagi kita dalam menjalani kehidupan di era modern.

Penting bagi umat Muslim untuk memahami keutamaan Asyura berdasarkan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur'an dan Sunnah, serta menjauhi segala bentuk kesalahpahaman atau bid'ah yang tidak memiliki dasar kuat dalam agama. Dengan demikian, ibadah kita akan diterima dan keberkahan hari Asyura dapat kita raih secara maksimal.

Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dari keutamaan Asyura, memperbanyak amal saleh, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga setiap langkah dan niat baik kita di hari yang agung ini menjadi bekal kebaikan di dunia dan akhirat. Mari jadikan Asyura sebagai momentum untuk introspeksi, bersyukur, dan meningkatkan kualitas keimanan serta ketakwaan kita.

🏠 Homepage