Tumbuhan, layaknya organisme hidup lainnya, memerlukan berbagai mekanisme untuk tumbuh, berkembang, dan beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu aspek paling menakjubkan dari kehidupan tumbuhan adalah kemampuannya untuk mengatur proses-proses internalnya. Di balik setiap tunas yang tumbuh ke arah cahaya, setiap batang yang memanjang, dan setiap bunga yang mekar, terdapat peran penting dari senyawa kimia yang dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Di antara berbagai jenis hormon yang ada, hormon auksin dan hormon giberelin menonjol karena pengaruhnya yang sangat signifikan terhadap berbagai tahapan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Memahami fungsi kedua hormon ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kehidupan tumbuhan berlangsung.
Hormon auksin, yang secara umum merujuk pada asam indol-3-asetat (IAA), adalah salah satu kelas hormon tumbuhan yang paling awal ditemukan. Hormon ini diproduksi terutama di ujung batang, ujung akar, dan daun muda, kemudian diangkut ke seluruh bagian tumbuhan. Fungsi utama auksin adalah merangsang pemanjangan sel. Ketika auksin berikatan dengan reseptor pada membran sel, ia memicu serangkaian reaksi biokimia yang melemahkan dinding sel tumbuhan. Kelemahan ini memungkinkan sel untuk menyerap air melalui osmosis, yang kemudian menyebabkan sel membesar.
Pengaruh auksin tidak hanya terbatas pada pemanjangan sel. Auksin juga memainkan peran krusial dalam fenomena tropisme, yaitu respons gerak tumbuhan terhadap rangsangan dari lingkungan. Gerak fototropisme, di mana tumbuhan tumbuh menuju sumber cahaya, sebagian besar dikendalikan oleh auksin. Cahaya memicu pergerakan auksin ke sisi bayangan batang, menyebabkan sel-sel di sisi tersebut memanjang lebih cepat daripada sisi yang terkena cahaya. Ketidakseimbangan pemanjangan sel inilah yang membuat batang membengkok ke arah cahaya.
Selain itu, auksin juga berperan dalam geotropisme (respons terhadap gravitasi), mendukung pembentukan akar adventif (akar yang tumbuh dari bagian non-akar seperti batang), memengaruhi pembentukan bunga, dan berperan dalam perkembangan buah partenokarpi (buah yang terbentuk tanpa penyerbukan). Konsentrasi auksin yang tepat sangat penting; konsentrasi yang terlalu tinggi justru dapat menghambat pertumbuhan batang dan memicu pembentukan akar.
Berbeda dengan auksin yang fokus pada pemanjangan sel dan tropisme, hormon giberelin (GA) memiliki spektrum pengaruh yang lebih luas, mencakup perlakuan terhadap dormansi biji, perkecambahan, pemanjangan batang, dan induksi pembungaan. Terdapat lebih dari 100 jenis giberelin yang telah diidentifikasi, namun yang paling umum adalah GA3. Giberelin terutama disintesis di daun muda, akar, dan embrio.
Salah satu peran paling dikenal dari giberelin adalah kemampuannya untuk mengatasi dormansi biji. Banyak biji tumbuhan memerlukan kondisi tertentu untuk berkecambah, dan dormansi adalah mekanisme perlindungan agar biji tidak berkecambah pada waktu atau kondisi yang tidak menguntungkan. Giberelin bekerja dengan menstimulasi sintesis enzim-enzim hidrolitik (seperti amilase) yang memecah cadangan makanan di dalam biji menjadi molekul yang dapat digunakan oleh embrio untuk tumbuh.
Giberelin juga sangat penting untuk pemanjangan batang, terutama pada tumbuhan yang menunjukkan kerdil (dwarfism) akibat defisiensi giberelin. Pemberian giberelin pada tumbuhan kerdil dapat memicu pertumbuhan batang yang cepat, mengembalikan fenotipe normalnya. Fenomena ini telah dimanfaatkan dalam pertanian untuk meningkatkan tinggi tanaman atau untuk memicu pertumbuhan batang bunga potong.
Selain itu, giberelin berperan dalam induksi pembungaan pada tumbuhan berhari panjang (long-day plants) ketika terpapar pada periode siang hari yang cukup. Hormon ini juga terlibat dalam perkembangan buah dan penjarangan buah (fruit thinning) pada beberapa jenis tanaman buah.
Penting untuk dicatat bahwa hormon auksin dan hormon giberelin tidak bekerja secara independen. Seringkali, interaksi antara berbagai hormon tumbuhan, termasuk auksin dan giberelin, yang menentukan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan. Misalnya, rasio auksin terhadap giberelin dapat memengaruhi perbedaan morfologis, seperti percabangan batang atau pembentukan akar. Terdapat juga hubungan antagonistik di mana satu hormon dapat menghambat efek hormon lain.
Pemahaman mendalam tentang peran auksin dan giberelin, serta interaksinya dengan hormon lain, terus berkembang dan memberikan peluang besar untuk aplikasi praktis dalam pertanian, hortikultura, dan bioteknologi tumbuhan untuk meningkatkan hasil panen, kualitas tanaman, dan efisiensi produksi pangan. Kedua hormon ini adalah bukti nyata betapa rumit dan teraturnya regulasi pertumbuhan pada dunia tumbuhan.