Indonesia memiliki khazanah sejarah yang kaya, salah satunya adalah keberadaan kerajaan-kerajaan besar yang pernah berkuasa di Nusantara. Di tanah Sunda, Jawa Barat, pernah berdiri sebuah kerajaan megah bernama Kerajaan Galuh. Sejarah Kerajaan Galuh tertuang dalam berbagai catatan, termasuk dalam naskah-naskah yang dikenal sebagai Babad Galuh. Artikel ini akan merangkum secara singkat perjalanan, kejayaan, dan signifikansi Kerajaan Galuh bagi sejarah tatar Sunda.
Perjalanan Kerajaan Galuh dimulai dari pecahnya Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan (sekarang Bogor). Menurut berbagai sumber, termasuk Carita Parahyangan, Kerajaan Sunda pada masa itu mengalami perpecahan akibat perselisihan internal. Pangeran Adimulya atau Pangeran Gagah ini, yang kemudian dikenal sebagai Rakai Jalu, mendirikan sebuah kerajaan baru di wilayah timur, tepatnya di daerah Ciamis saat ini. Pendirian ini diperkirakan terjadi pada abad ke-8 Masehi, menandai lahirnya entitas politik baru yang kelak akan menjadi salah satu kerajaan penting di Jawa Barat.
Seiring waktu, Kerajaan Galuh berkembang pesat dan mencapai masa kejayaannya. Di bawah kepemimpinan raja-raja yang cakap, Galuh tidak hanya menjadi pusat kekuasaan politik, tetapi juga menjadi pusat kebudayaan dan keagamaan. Wilayah kekuasaannya diperkirakan membentang luas, meliputi sebagian besar Jawa Barat bagian timur, bahkan hingga ke beberapa wilayah yang kini masuk dalam provinsi Jawa Tengah.
Hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain, baik di dalam maupun luar negeri, turut memperkuat posisi Galuh. Berbagai peninggalan arkeologis, seperti prasasti dan situs-situs bersejarah, menjadi saksi bisu dari kemegahan kerajaan ini. Letaknya yang strategis, dekat dengan jalur pelayaran, juga memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan. Kemakmuran ini tercermin dalam tata kota, sistem pertanian yang maju, serta kehidupan masyarakat yang teratur.
Struktur pemerintahan Kerajaan Galuh menyerupai kerajaan-kerajaan sezamannya, dengan raja sebagai penguasa tertinggi. Raja dibantu oleh para menteri, pejabat istana, dan para pinandita (kaum pendeta) yang memiliki peran penting dalam urusan keagamaan dan penasihat raja. Kehidupan masyarakat Galuh sangat lekat dengan tradisi dan kepercayaan Sunda kuno, yang memadukan unsur animisme, dinamisme, dan kemudian pengaruh Hindu-Buddha.
Pertanian menjadi tulang punggung perekonomian Galuh, dengan padi sebagai komoditas utama. Sistem irigasi yang baik memungkinkan masyarakat untuk mengolah lahan pertanian secara optimal. Selain itu, kerajinan tangan, seperti pembuatan tekstil dan barang-barang logam, juga berkembang. Kehidupan sosial masyarakat relatif harmonis, dengan tatanan hukum yang jelas dan norma-norma yang dijunjung tinggi.
Seperti kerajaan-kerajaan lainnya, Kerajaan Galuh juga mengalami masa keruntuhan. Berbagai faktor berkontribusi pada kemundurannya, termasuk persaingan dengan kerajaan tetangga, gejolak internal, serta perubahan kondisi politik di Nusantara. Akhirnya, Kerajaan Galuh secara perlahan mengalami kemunduran dan melebur ke dalam entitas politik yang lebih besar di kemudian hari.
Meskipun demikian, jejak Kerajaan Galuh tidak sepenuhnya hilang. Warisan budayanya, tradisinya, dan cerita-cerita lisan yang terangkum dalam babad terus hidup di masyarakat Sunda. Pengaruhnya dapat dilihat dalam berbagai aspek kebudayaan, termasuk kesenian, bahasa, dan adat istiadat. Situs-situs bersejarah yang tersebar di wilayah Ciamis dan sekitarnya menjadi pengingat akan kejayaan masa lalu.
Babad Galuh singkat ini hanyalah secuil gambaran dari sebuah kerajaan besar yang pernah mewarnai sejarah Nusantara. Memahami sejarah Galuh berarti memahami akar budaya Sunda dan kontribusinya terhadap peradaban Indonesia. Kisah kejayaan dan keruntuhannya mengajarkan kita pentingnya menjaga identitas dan melestarikan warisan leluhur bagi generasi mendatang.