Babad Blambangan merupakan naskah atau catatan sejarah yang sangat berharga, mengisahkan tentang perjalanan panjang dan penuh drama dari sebuah kerajaan di ujung timur Pulau Jawa, yaitu Blambangan. Wilayah yang kini dikenal sebagai Banyuwangi ini memiliki sejarah yang kaya, dipenuhi dengan kisah kepahlawanan, intrik politik, dan transformasi budaya yang membentuk identitas masyarakatnya hingga kini. Naskah babad ini menjadi jendela utama untuk memahami bagaimana Blambangan bertransformasi dari sebuah kesultanan yang berkuasa hingga akhirnya menjadi bagian dari wilayah yang lebih luas di Nusantara.
Sejarah awal Blambangan tidak dapat dipisahkan dari runtuhnya Majapahit pada abad ke-15. Setelah keruntuhan kerajaan besar tersebut, berbagai wilayah di pesisir utara dan timur Jawa mulai membentuk entitas politik baru. Blambangan muncul sebagai salah satu kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang bertahan di Jawa Timur. Naskah babad sering kali mencatat bagaimana para tokoh pendiri membangun kekuatan dan mengembangkan wilayahnya.
Periode keemasan Blambangan sering dikaitkan dengan para raja dan bangsawan yang berhasil mempertahankan kemerdekaannya dari berbagai ancaman, baik dari kerajaan tetangga maupun kekuatan asing yang mulai masuk ke Nusantara. Babad ini menguraikan secara rinci tentang sistem pemerintahan, struktur sosial, serta hubungan diplomatik yang dijalin oleh Kerajaan Blambangan. Kemampuan Blambangan untuk bertahan selama berabad-abad menunjukkan ketangguhan dan strategi politik yang cerdas dari para pemimpinnya.
Namun, masa keemasan tidak berlangsung selamanya. Seiring dengan semakin kuatnya pengaruh kesultanan-kesultanan Islam di Jawa dan tibanya bangsa Eropa, Blambangan menghadapi tantangan yang semakin besar. Babad Blambangan mencatat periode-periode penuh pergolakan, termasuk pertempuran sengit melawan kekuatan luar yang berusaha menguasai wilayahnya.
Terutama, kedatangan dan ekspansi VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menjadi titik balik penting. Babad ini kemungkinan besar menggambarkan bagaimana Blambangan berjuang mempertahankan kedaulatannya dari cengkeraman VOC. Seringkali, narasi dalam babad tidak hanya berfokus pada pertempuran militer, tetapi juga bagaimana masyarakat menghadapi perubahan sosial dan ekonomi akibat intervensi kolonial. Konflik perebutan kekuasaan, pengkhianatan, serta aliansi yang berubah-ubah seringkali menjadi bagian dari cerita yang terabadikan.
Selain catatan sejarah, Babad Blambangan juga kaya akan unsur legenda dan mitos. Kisah-kisah tentang para tokoh legendaris, pahlawan perang, serta peristiwa-peristiwa gaib seringkali terjalin erat dalam narasi. Salah satu tokoh yang sering muncul dan menjadi ikonik adalah Pangeran Diponegoro, meskipun peranannya lebih banyak dicatat dalam konteks perlawanan terhadap kolonialisme Belanda di wilayah lain. Namun, spirit perlawanan dan kepahlawanan selalu menjadi tema sentral dalam babad-babad di Jawa, termasuk Blambangan.
Naskah babad ini seringkali menyajikan tokoh-tokoh dengan kekuatan luar biasa, kemampuan spiritual, dan kisah hidup yang dramatis. Legenda tentang terbentuknya wilayah, asal-usul nama tempat, serta tradisi-tradisi lokal seringkali diatribusikan kepada tokoh-tokoh dalam babad. Hal ini menunjukkan bagaimana babad tidak hanya berfungsi sebagai catatan sejarah, tetapi juga sebagai media untuk melestarikan warisan budaya, nilai-nilai moral, dan identitas kolektif masyarakat.
Pada akhirnya, Babad Blambangan menjadi pondasi penting dalam memahami terbentuknya masyarakat Osing, suku asli Banyuwangi. Perjuangan panjang, pengaruh berbagai kerajaan, serta asimilasi budaya menciptakan sebuah identitas yang unik. Bahasa Osing yang khas, seni tari Gandrung yang memukau, upacara adat yang masih lestari, semuanya berakar pada sejarah panjang yang tercatat dalam babad ini.
Mempelajari Babad Blambangan berarti menggali akar budaya dan sejarah dari salah satu daerah paling timur di Jawa. Ini adalah pengingat akan ketangguhan, daya juang, dan kekayaan tradisi yang terus hidup, membentuk Banyuwangi menjadi daerah yang memiliki karakter kuat dan cerita yang tak lekang oleh waktu. Naskah ini bukan sekadar tumpukan kertas tua, melainkan denyut nadi sejarah yang terus bergema.