Aqidah Aswaja: Memahami Keyakinan Ahlussunnah Wal Jama'ah

Menyelami kedalaman ajaran Islam yang moderat, toleran, dan seimbang berdasarkan pemahaman para salafus shalih.

Pendahuluan: Urgensi Memahami Aqidah dalam Islam

Aqidah adalah fondasi utama agama Islam. Ibarat sebuah bangunan, aqidah adalah pondasinya. Semegah apapun bangunan itu, jika pondasinya rapuh, maka ia akan mudah roboh. Demikian pula dalam beragama, jika seseorang tidak memiliki aqidah yang kokoh dan benar, maka seluruh amal ibadahnya akan menjadi tidak berarti di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, mempelajari dan memahami aqidah yang lurus adalah prioritas utama bagi setiap muslim.

Dalam sejarah Islam, berbagai kelompok dan pemahaman aqidah muncul dengan interpretasi yang berbeda-beda. Di tengah keragaman ini, Ahlussunnah Wal Jama'ah (sering disingkat Aswaja) tampil sebagai kelompok mayoritas umat Islam yang memegang teguh ajaran Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Aswaja dikenal dengan karakteristiknya yang moderat (tawassuth), seimbang (tawazun), toleran (tasamuh), dan lurus (i'tidal).

Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai Aqidah Aswaja, mulai dari pengertian, sumber-sumber, prinsip-prinsip utama, tokoh-tokoh penting, hingga relevansinya di era kontemporer. Tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif dan mendalam agar umat Islam dapat berpegang teguh pada aqidah yang benar dan terhindar dari penyimpangan.

Ilustrasi kubah masjid sebagai simbol kemuliaan Islam dan ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah yang kokoh.

Definisi Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja)

1. Pengertian Secara Bahasa

2. Pengertian Secara Istilah

Secara istilah, Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah kelompok umat Islam yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta mengikuti jejak para sahabat Nabi, tabi'in, dan salafus shalih dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama, baik dalam hal aqidah, syariat, maupun akhlak. Mereka adalah golongan yang konsisten menjaga kemurnian ajaran Islam dari berbagai bid'ah dan penyimpangan.

Istilah "Ahlussunnah Wal Jama'ah" ini muncul untuk membedakan diri dari kelompok-kelompok lain yang menyimpang dalam masalah aqidah, seperti Khawarij, Syi'ah, Mu'tazilah, dan Murji'ah, yang muncul setelah wafatnya Rasulullah ﷺ dan para sahabat senior.

Sumber-Sumber Aqidah Aswaja

Aqidah Aswaja dibangun di atas pilar-pilar dalil yang kuat dan kokoh, yang menjadi rujukan utama dalam menetapkan keyakinan. Sumber-sumber tersebut adalah:

1. Al-Qur'an Al-Karim

Al-Qur'an adalah kalamullah, wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ia adalah sumber utama dan pertama dalam setiap aspek ajaran Islam, termasuk aqidah. Setiap keyakinan yang diyakini oleh Ahlussunnah Wal Jama'ah haruslah bersumber atau memiliki dasar dari Al-Qur'an. Al-Qur'an berisi pedoman hidup, perintah, larangan, kisah-kisah para nabi, serta penjelasan tentang keesaan Allah, sifat-sifat-Nya, hari akhir, dan seluruh aspek keimanan.

"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 2)

2. As-Sunnah An-Nabawiyah

As-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad ﷺ. Ia berfungsi sebagai penjelas dan pelengkap bagi Al-Qur'an. Banyak rincian dan aplikasi ajaran Al-Qur'an dijelaskan secara detail dalam Sunnah Nabi. Oleh karena itu, memahami Al-Qur'an tanpa merujuk pada As-Sunnah akan menyebabkan kesalahan dan penyimpangan. Hadis-hadis yang shahih adalah rujukan tak terpisahkan dari Al-Qur'an dalam membentuk aqidah yang benar.

"Barangsiapa mentaati Rasul, sungguh ia telah mentaati Allah." (QS. An-Nisa': 80)

3. Ijma' (Konsensus Ulama)

Ijma' adalah kesepakatan para ulama mujtahid dari umat Islam pada suatu masa mengenai suatu hukum syar'i. Dalam Aqidah Aswaja, ijma' yang diakui adalah ijma' para sahabat, tabi'in, dan ulama salafus shalih yang mutabar (terpercaya). Kesepakatan mereka dalam suatu masalah aqidah dianggap sebagai hujjah yang kuat karena mereka adalah generasi terbaik yang paling memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah secara langsung dari Nabi ﷺ atau melalui transmisi yang sangat dekat.

4. Qiyas (Analogi) yang Shahih

Qiyas adalah menyamakan hukum suatu masalah baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan masalah yang sudah ada hukumnya, karena adanya 'illat (sebab hukum) yang sama. Dalam masalah aqidah, penggunaan qiyas sangat dibatasi dan hanya boleh digunakan dalam kerangka yang sangat sempit, yaitu untuk menguatkan atau menjelaskan apa yang sudah ada dasarnya dalam nash (Al-Qur'an dan Sunnah), bukan untuk menetapkan hal-hal ghaib yang tidak ada dasarnya. Qiyas ini lebih banyak digunakan dalam fiqh, namun dalam konteks pemikiran dan penjelasan aqidah, terkadang analogi yang shahih dapat membantu pemahaman, selama tidak bertentangan dengan dalil nash.

Karakteristik dan Prinsip-Prinsip Aqidah Aswaja

Aswaja tidak hanya sekadar nama, melainkan sebuah manhaj (metodologi) beragama yang memiliki karakteristik dan prinsip-prinsip khas yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain:

1. Tawassuth (Moderasi/Jalan Tengah)

Aswaja selalu berada di tengah-tengah, tidak ekstrem kanan dan tidak ekstrem kiri. Mereka menghindari sikap berlebihan (ifrath) maupun melalaikan (tafrith). Dalam aqidah, ini berarti tidak terlalu mendewakan akal seperti Mu'tazilah, tetapi juga tidak menolak peran akal sama sekali. Mereka mengakui peran wahyu sebagai sumber utama dan akal sebagai alat untuk memahami wahyu.

2. Tawazun (Keseimbangan)

Aswaja menjaga keseimbangan antara dalil naqli (wahyu) dan dalil aqli (akal). Mereka juga menjaga keseimbangan antara hak Allah dan hak hamba, antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam aqidah, tawazun terlihat dalam pemahaman tentang sifat-sifat Allah, di mana mereka menghindari tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) dan ta'thil (menafikan sifat-sifat Allah).

3. Tasamuh (Toleransi)

Aswaja bersikap toleran terhadap perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (cabang), selama tidak menyentuh pokok-pokok aqidah yang fundamental. Mereka menghargai perbedaan mazhab dalam fiqh dan tidak mudah mengkafirkan sesama muslim. Sikap toleransi ini juga berlaku dalam interaksi sosial dengan non-muslim, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama.

4. I'tidal (Lurus dan Tegak)

Aswaja berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan. Mereka tidak condong pada hawa nafsu atau kepentingan sesaat. Dalam aqidah, ini berarti berpegang pada keyakinan yang lurus sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah, tanpa penyimpangan atau inovasi yang tidak berdasar.

5. Menghargai Salafus Shalih

Aswaja sangat menghormati dan mengikuti pemahaman para sahabat Nabi, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in (generasi tiga terbaik). Mereka meyakini bahwa generasi inilah yang paling otentik dalam memahami Islam dari Rasulullah ﷺ.

6. Menjaga Persatuan Umat

Prinsip "Al-Jama'ah" dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah mengindikasikan pentingnya persatuan umat. Aswaja menghindari perpecahan, fitnah, dan perselisihan yang dapat melemahkan kaum muslimin.

Tokoh-Tokoh Utama dalam Pengembangan Aqidah Aswaja

Aqidah Aswaja yang kita kenal hari ini tidak terlepas dari peran besar para ulama besar yang gigih membela dan mensistematisasikan ajaran Ahlussunnah dalam menghadapi berbagai aliran yang menyimpang. Dua tokoh sentral yang menjadi arsitek madzhab aqidah Aswaja adalah:

1. Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (W. 324 H / 936 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali bin Isma'il Al-Asy'ari. Beliau adalah seorang teolog Muslim terkemuka yang awalnya menganut madzhab Mu'tazilah, namun kemudian bertaubat dan beralih menjadi pembela kuat Aqidah Ahlussunnah. Beliau mengembangkan suatu metodologi teologis (ilmu kalam) yang digunakan untuk membela dan menjelaskan keyakinan Ahlussunnah dengan argumentasi rasional yang kuat, namun tetap berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah. Madzhab yang ia bangun dikenal sebagai Madzhab Asy'ariyah, yang menjadi madzhab aqidah mayoritas umat Islam di dunia.

Beberapa karya penting beliau antara lain Al-Ibanah 'an Ushul Ad-Diyanah dan Maqalat Al-Islamiyyin.

2. Imam Abu Manshur Al-Maturidi (W. 333 H / 944 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi. Beliau adalah seorang ulama besar dari Samarqand yang hidup sezaman dengan Imam Al-Asy'ari. Secara independen, beliau juga mengembangkan sistem teologi yang serupa dalam banyak aspek dengan Asy'ariyah, dengan perbedaan minor dalam beberapa rincian. Madzhab yang ia bangun dikenal sebagai Madzhab Maturidiyah, yang banyak diikuti oleh ulama-ulama dari kawasan Asia Tengah, India, Pakistan, dan Turki.

Karya monumental beliau adalah Kitab At-Tauhid dan Ta'wilat Ahl As-Sunnah.

Meskipun ada perbedaan tipis antara Asy'ariyah dan Maturidiyah, keduanya secara fundamental adalah pilar-pilar Aqidah Aswaja yang berpegang pada prinsip-prinsip Al-Qur'an dan Sunnah. Perbedaan mereka lebih pada rincian metodologi dalam menjelaskan sifat-sifat Allah atau isu-isu kalam tertentu, bukan pada inti keyakinan.

Simbol pemahaman yang mendalam dan berimbang, menunjukkan keseimbangan antara akal dan wahyu dalam ajaran Aswaja.

Pokok-Pokok Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah

Aqidah Aswaja mencakup seluruh pilar keimanan (rukun iman) dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai pokok-pokok keyakinan tersebut:

1. Tauhid (Keesaan Allah)

Tauhid adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Aswaja meyakini keesaan Allah dalam segala aspek-Nya. Ini mencakup tiga jenis tauhid:

a. Tauhid Rububiyah

Meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya pencipta, pengatur, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah-Nya.

b. Tauhid Uluhiyah

Meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan diibadahi. Segala bentuk ibadah (doa, shalat, puasa, zakat, haji, tawakal, istighatsah, nazar, kurban, dsb.) harus ditujukan hanya kepada-Nya, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun.

c. Tauhid Asma wa Sifat

Meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat yang sempurna, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Aswaja menafsirkan sifat-sifat Allah dengan metode tanzih (menyucikan Allah dari sifat-sifat makhluk), tanpa ta'thil (menolak sifat), takyif (mempertanyakan bagaimana-Nya), atau tasybih (menyerupakan dengan makhluk). Mereka berpegang pada kaidah "Bilā kayfa wa lā tasybih" (tanpa mempertanyakan bagaimana dan tanpa menyerupakan).

Contohnya, ketika Allah berfirman "istiwa' di atas 'Arsy", Aswaja meyakini dan membenarkan bahwa Allah beristiwa' di atas 'Arsy sesuai dengan keagungan-Nya, tanpa membayangkan bagaimana bentuknya dan tanpa menyerupakannya dengan makhluk yang duduk di kursi.

2. Kenabian dan Kerasulan

Aswaja meyakini bahwa Allah mengutus para nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Nabi Muhammad ﷺ adalah penutup para nabi dan rasul, tidak ada nabi setelah beliau. Para nabi dan rasul memiliki sifat ma'sum (terjaga dari dosa besar dan kesalahan fatal dalam menyampaikan wahyu).

Keyakinan ini juga mencakup mukjizat para nabi, kebenaran risalah mereka, dan kewajiban untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad ﷺ.

3. Kitab-Kitab Suci

Aswaja meyakini bahwa Allah menurunkan kitab-kitab suci kepada para nabi dan rasul, seperti Taurat kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Daud, Injil kepada Nabi Isa, dan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Al-Qur'an adalah kitab terakhir dan paling sempurna, yang menghapus syariat kitab-kitab sebelumnya dan terjaga kemurniannya hingga hari kiamat.

4. Malaikat

Aswaja meyakini keberadaan malaikat sebagai makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, tidak berjenis kelamin, tidak makan, tidak minum, dan tidak pernah mendurhakai perintah Allah. Mereka memiliki tugas-tugas tertentu, seperti Jibril sebagai penyampai wahyu, Mikail pengatur rezeki, Israfil peniup sangkakala, dan Izrail pencabut nyawa, serta malaikat Raqib dan Atid pencatat amal perbuatan manusia.

5. Hari Akhir

Aswaja meyakini dengan teguh adanya hari akhir atau hari kiamat, yaitu hari kebangkitan setelah kematian, hari perhitungan amal (hisab), hari pembalasan (jaza'), surga bagi orang-orang beriman dan beramal shalih, serta neraka bagi orang-orang kafir dan pendosa. Keyakinan ini mencakup tanda-tanda kiamat besar dan kecil, alam barzakh, syafa'at Nabi Muhammad ﷺ, shirath, mizan, dan telaga (Al-Haudh).

Mereka juga meyakini adanya siksa kubur bagi yang berhak dan nikmat kubur bagi yang berhak, sebagai bagian dari proses sebelum hari perhitungan.

6. Qada dan Qadar (Ketentuan dan Takdir Allah)

Aswaja meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, baik kebaikan maupun keburukan, telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ilmu-Nya yang azali. Namun, keyakinan ini tidak menafikan adanya kehendak (ikhtiar) manusia. Manusia diberikan pilihan dan kemampuan untuk berbuat, dan atas pilihan itulah ia akan dimintai pertanggungjawaban. Allah mengetahui apa yang akan dilakukan manusia, tetapi pengetahuan Allah bukanlah yang memaksa manusia untuk berbuat. Allah menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusia adalah pelakunya.

Sikap Aswaja dalam masalah qada dan qadar adalah tengah-tengah antara Jabariyah (yang meyakini manusia tidak memiliki kehendak sama sekali) dan Qadariyah (yang meyakini manusia berkehendak mutlak tanpa campur tangan Allah).

7. Iman dan Kufur

Aswaja mendefinisikan iman sebagai keyakinan dalam hati (tasdiq bil qalb), diucapkan dengan lisan (iqrar bil lisan), dan dibuktikan dengan perbuatan anggota badan (amal bil arkan). Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan kemaksiatan.

Aswaja juga memiliki prinsip yang ketat dalam masalah takfir (mengkafirkan sesama muslim). Mereka tidak mudah mengkafirkan seseorang hanya karena dosa besar yang dilakukannya, selama orang tersebut masih meyakini rukun iman. Pelaku dosa besar masih dihukumi sebagai muslim yang fasik atau ahli maksiat, bukan kafir. Hal ini berbeda dengan Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar.

8. Syafa'at

Aswaja meyakini adanya syafa'at (pertolongan) dari Nabi Muhammad ﷺ pada hari kiamat bagi umatnya yang berhak, dengan izin Allah. Syafa'at ini bisa berupa pengampunan dosa, dinaikkannya derajat, atau dipercepatnya hisab. Mereka juga meyakini adanya syafa'at dari para syuhada, ulama, dan orang-orang shalih lainnya, dengan ketentuan dan izin dari Allah.

9. Karomah Para Wali

Aswaja meyakini adanya karomah, yaitu kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali-Nya yang shalih sebagai bentuk kemuliaan dan dukungan. Karomah berbeda dengan mukjizat yang hanya diberikan kepada para nabi. Karomah tidak dapat dipelajari atau diusahakan, melainkan murni anugerah dari Allah.

10. Ziarah Kubur dan Tawassul

Aswaja membolehkan ziarah kubur, baik ke kuburan Nabi Muhammad ﷺ maupun kuburan orang-orang shalih, dengan niat untuk mengambil pelajaran tentang kematian, mendoakan ahli kubur, dan mengingat akhirat. Mereka juga membolehkan tawassul (mengambil perantara dalam berdoa kepada Allah) dengan orang-orang shalih yang telah meninggal, dengan keyakinan bahwa perantara itu hanyalah sebab, sedangkan yang mengabulkan doa tetaplah Allah semata.

Penting untuk dicatat bahwa ziarah kubur dan tawassul dalam pandangan Aswaja tidak boleh sampai pada tingkat penyembahan terhadap kuburan atau mayat, karena itu termasuk syirik. Niat dan keyakinan adalah penentu utama.

Manhaj (Metodologi) Beragama dalam Aswaja

Selain pokok-pokok keyakinan, Aswaja juga memiliki manhaj atau metode beragama yang khas:

1. Sanad Keilmuan

Aswaja sangat menekankan pentingnya sanad keilmuan, yaitu mata rantai transmisi ilmu dari guru ke guru hingga sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ. Hal ini untuk menjaga otentisitas dan keabsahan ilmu agama.

2. Mengikuti Empat Mazhab Fiqh

Dalam bidang fiqh (hukum Islam), mayoritas Aswaja mengikuti salah satu dari empat mazhab fiqh yang diakui: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Mereka menghargai ijtihad para imam mazhab dan mengakui keragaman interpretasi dalam masalah furu'iyyah.

3. Menghindari Perpecahan

Aswaja berpegang teguh pada firman Allah, "Berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kamu bercerai berai." (QS. Ali 'Imran: 103). Mereka berupaya keras menghindari perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, terutama dalam isu-isu yang tidak fundamental.

4. Dakwah Bil Hikmah Wal Mau'izhatil Hasanah

Dalam berdakwah, Aswaja mengedepankan kebijaksanaan (hikmah), nasihat yang baik (mau'izhatil hasanah), dan dialog yang santun (mujadalah billati hiya ahsan). Mereka menjauhi kekerasan, paksaan, dan ujaran kebencian.

Relevansi Aqidah Aswaja di Era Modern

Di tengah gempuran ideologi-ideologi modern dan tantangan kontemporer, Aqidah Aswaja tetap relevan dan bahkan semakin dibutuhkan. Beberapa alasan mengapa Aswaja tetap menjadi relevansi di era sekarang adalah:

1. Penawar Ekstremisme dan Radikalisme

Karakteristik tawassuth, tawazun, dan tasamuh dalam Aswaja menjadi penangkal efektif terhadap paham ekstremisme dan radikalisme yang sering muncul atas dasar pemahaman agama yang sempit dan kaku. Aswaja mengajarkan moderasi, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan, yang sangat penting untuk menciptakan harmoni sosial.

2. Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara

Di banyak negara mayoritas muslim, termasuk Indonesia, Aswaja berperan penting dalam menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa. Prinsip tasamuh dan penghormatan terhadap pemimpin yang sah (ulil amri) membantu meredam konflik dan memperkuat persatuan nasional.

3. Menjawab Tantangan Pemikiran Global

Metodologi Aswaja yang seimbang antara wahyu dan akal, serta kemampuannya beradaptasi tanpa mengorbankan prinsip dasar, memungkinkan umat Islam untuk menghadapi tantangan pemikiran global. Ilmu kalam Asy'ariyah dan Maturidiyah yang rasional namun tetap bertumpu pada nash, membekali umat untuk berargumen secara ilmiah.

4. Sumber Keberkahan dan Kesejahteraan

Dengan aqidah yang lurus dan amal ibadah yang benar, umat Islam dapat meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Prinsip-prinsip Aswaja yang mengedepankan akhlak mulia dan persatuan, secara langsung berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang damai dan sejahtera.

Kesimpulan

Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah jalan kebenaran yang diikuti oleh mayoritas umat Islam, berlandaskan pada Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas yang shahih. Ia adalah aqidah yang moderat, seimbang, toleran, dan lurus, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dan dipahami oleh para salafus shalih. Imam Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi adalah dua arsitek utama yang mensistematisasikan aqidah ini sehingga mudah dipelajari dan dipertahankan.

Memahami dan mengamalkan Aqidah Aswaja adalah sebuah keniscayaan bagi setiap muslim yang menginginkan keselamatan dunia dan akhirat. Di tengah hiruk-pikuk zaman yang penuh fitnah dan penyimpangan, berpegang teguh pada manhaj Aswaja adalah benteng pertahanan terbaik untuk menjaga keimanan dan persatuan umat. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua untuk selalu berada di atas jalan Ahlussunnah Wal Jama'ah.

🏠 Homepage