Ilustrasi visual zat aspartam sebagai pemanis buatan.
Zat aspartam adalah salah satu pemanis buatan yang paling umum digunakan di dunia. Ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1965 oleh James M. Schlatter, seorang kimiawan di G.D. Searle & Company, aspartam kini menjadi bahan pokok dalam berbagai macam produk makanan dan minuman, terutama yang berlabel "rendah kalori" atau "diet". Kehadirannya yang meluas ini tidak lepas dari kemampuannya memberikan rasa manis yang intens, sekitar 200 kali lebih manis daripada gula pasir (sukrosa), namun dengan jumlah kalori yang sangat minim.
Secara kimia, aspartam adalah metil ester dari dipeptida yang tersusun dari dua asam amino: asam aspartat dan fenilalanin. Ketika dikonsumsi, aspartam akan dipecah menjadi komponen-komponennya, yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Asam aspartat adalah asam amino non-esensial yang diproduksi secara alami oleh tubuh kita. Fenilalanin adalah asam amino esensial yang juga ditemukan dalam banyak makanan berprotein. Bagi individu sehat, kedua zat ini tidak menimbulkan masalah. Namun, perlu dicatat bahwa fenilalanin perlu dibatasi konsumsinya oleh penderita kelainan genetik langka yang disebut fenilketonuria (PKU).
Berkat profil rasanya yang menyerupai gula dan rendah kalori, aspartam telah menjadi pilihan populer bagi produsen makanan dan minuman yang ingin mengurangi kandungan gula dan kalori dalam produk mereka. Anda dapat menemukan aspartam dalam berbagai produk seperti:
Meskipun telah disetujui oleh badan pengatur pangan di banyak negara, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) dan Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA), aspartam telah menjadi subjek perdebatan ilmiah dan publik yang intens. Kekhawatiran utama sering kali berpusat pada potensi efek samping jangka panjang dari konsumsi aspartam.
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi keamanan aspartam. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melalui International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun lalu mengklasifikasikan aspartam sebagai "mungkin karsinogenik bagi manusia" (Grup 2B). Klasifikasi ini didasarkan pada bukti yang "terbatas" mengenai kanker pada manusia dan "terbatas" pada hewan percobaan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa klasifikasi ini menunjukkan kemungkinan, bukan kepastian, dan banyak faktor yang perlu dipertimbangkan.
Di sisi lain, badan pengatur seperti FDA dan EFSA terus menegaskan bahwa aspartam aman dikonsumsi dalam batas asupan harian yang dapat diterima (ADI). ADI adalah jumlah zat yang dapat dikonsumsi setiap hari sepanjang hidup tanpa menimbulkan risiko kesehatan yang berarti. Untuk aspartam, ADI ditetapkan sebesar 40 mg per kilogram berat badan per hari. Mayoritas orang mengonsumsi aspartam jauh di bawah batas ini.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, individu dengan kondisi fenilketonuria (PKU) adalah kelompok utama yang harus menghindari aspartam. Penderita PKU tidak dapat memetabolisme fenilalanin dengan baik, yang dapat menyebabkan penumpukan zat ini dalam tubuh dan berpotensi merusak otak. Oleh karena itu, produk yang mengandung aspartam biasanya mencantumkan peringatan "mengandung fenilalanin" pada labelnya.
Bagi populasi umum, penelitian ekstensif belum secara meyakinkan menunjukkan hubungan sebab akibat antara konsumsi aspartam dalam jumlah wajar dengan penyakit kronis seperti kanker, gangguan neurologis, atau masalah kesehatan serius lainnya. Namun, sains terus berkembang, dan pengawasan terhadap bahan tambahan pangan seperti aspartam tetap penting.
Zat aspartam adalah pemanis buatan yang telah lama digunakan dan disetujui oleh badan regulator global. Kemampuannya memberikan rasa manis tanpa kalori menjadikannya pilihan populer dalam produk diet. Meskipun ada kontroversi dan klasifikasi terbaru dari IARC yang menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut, badan-badan pengatur utama masih menganggap aspartam aman dikonsumsi dalam batas wajar. Individu dengan PKU adalah satu-satunya kelompok yang diwajibkan menghindari aspartam. Seperti halnya dengan semua bahan tambahan pangan, konsumsi yang seimbang dan pemahaman terhadap informasi pada label produk adalah kunci utama bagi konsumen.