Pengantar Surah Az-Zumar: Tirai Pembuka Kebesaran Ilahi
Surah Az-Zumar adalah salah satu surah yang memiliki kedudukan penting dalam Al-Qur'an, diturunkan di Mekah, dan terdiri dari 75 ayat. Dinamakan "Az-Zumar" yang berarti "Rombongan-rombongan" atau "Kelompok-kelompok", karena dalam surah ini digambarkan dengan sangat jelas bagaimana manusia akan digiring menuju neraka dan surga dalam rombongan-rombongan yang berbeda pada Hari Kiamat. Nama ini sendiri sudah memberikan gambaran awal tentang inti pesan surah: akan ada pemisahan dan pengelompokan yang tegas berdasarkan amal perbuatan di dunia.
Secara umum, Surah Az-Zumar memiliki beberapa tema sentral yang saling terkait erat, membentuk sebuah narasi yang kuat tentang keesaan Allah (Tauhid), kebesaran-Nya sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta, Hari Kebangkitan, pahala bagi orang-orang yang bertakwa, serta azab bagi orang-orang yang mengingkari. Surah ini juga dengan lembut tapi tegas mengajak manusia untuk kembali kepada Allah, memohon ampunan, dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya yang luas.
Pada awalnya, surah ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, sebuah pondasi yang kuat untuk semua ajaran yang akan disampaikan. Ayat-ayat pembuka ini secara langsung menantang kemusyrikan dan menegaskan pentingnya mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah. Pesan ini diulang dan diperkuat sepanjang surah, menunjukkan bahwa tauhid adalah poros utama ajaran Islam dan kunci keselamatan di akhirat.
Surah Az-Zumar juga kaya dengan penggambaran ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Dari penciptaan langit dan bumi, pergiliran siang dan malam, hingga air hujan yang menghidupkan bumi yang mati, semuanya disajikan sebagai bukti nyata akan eksistensi dan kekuasaan Allah yang tiada tara. Tanda-tanda ini dimaksudkan untuk menggugah akal dan hati manusia agar merenung, berpikir, dan mengakui Sang Pencipta yang Maha Esa.
Salah satu poin paling mengharukan dan penuh harapan dalam surah ini adalah seruan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang telah melampaui batas untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya (ayat 53). Ayat ini adalah mercusuar harapan bagi setiap pendosa, membuka pintu taubat selebar-lebarnya dan menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ini adalah bukti kasih sayang Allah yang tak terbatas kepada hamba-hamba-Nya, sebuah ajakan untuk kembali sebelum terlambat.
Pada akhirnya, Surah Az-Zumar memberikan gambaran yang sangat kontras antara dua kelompok manusia pada Hari Kiamat: rombongan orang-orang kafir yang digiring ke neraka Jahannam, dan rombongan orang-orang bertakwa yang digiring ke surga. Gambaran ini bukan sekadar cerita, melainkan peringatan keras dan motivasi kuat. Peringatan bagi mereka yang ingkar agar segera bertaubat, dan motivasi bagi para mukmin untuk terus istiqamah dalam kebaikan dan ketakwaan.
Melalui artikel ini, kita akan menyelami lebih jauh makna dan pesan-pesan yang terkandung dalam Surah Az-Zumar, menguraikan setiap tema penting, dan mengambil pelajaran berharga untuk kehidupan kita sehari-hari, agar kita senantiasa berada dalam rombongan yang dirahmati Allah.
Pondasi Tauhid dan Wahyu (Ayat 1-7)
Surah Az-Zumar dibuka dengan pernyataan yang sangat fundamental mengenai sumber Al-Qur'an itu sendiri: "Kitab ini diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (Az-Zumar: 1). Ayat ini bukan sekadar informasi, melainkan sebuah penegasan akan otoritas tertinggi wahyu ilahi. Dengan menyatakan bahwa Al-Qur'an berasal dari Allah yang memiliki kekuatan tak terbatas dan kebijaksanaan yang sempurna, Allah sedang membangun kredibilitas mutlak bagi pesan-pesan yang akan disampaikan selanjutnya.
Kekuatan ("Al-Aziz") berarti tidak ada yang dapat menentang atau menggagalkan kehendak-Nya, dan kebijaksanaan ("Al-Hakim") menunjukkan bahwa setiap perintah, larangan, dan informasi dalam Kitab-Nya adalah mutlak benar dan mengandung hikmah yang tak terhingga. Implikasinya jelas: jika ini adalah firman dari entitas dengan sifat-sifat tersebut, maka manusia wajib menerimanya, merenunginya, dan mengikutinya tanpa keraguan.
Selanjutnya, surah ini langsung mengarah pada inti ajaran Islam, yaitu tauhid atau pengesaan Allah dalam beribadah: "Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya." (Az-Zumar: 2). Ini adalah seruan untuk ibadah yang murni, bebas dari segala bentuk kemusyrikan atau mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Kebenaran yang dibawa oleh Kitab ini adalah tauhid itu sendiri, dan tujuan diturunkannya adalah agar manusia beribadah hanya kepada Allah semata.
Ayat 3 kemudian memperkuat hal ini dengan sangat tajam: "Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.' Sungguh, Allah akan mengadili di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar." Ayat ini dengan jelas menolak argumen para penyembah berhala yang mengklaim bahwa mereka menyembah tuhan-tuhan selain Allah hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Allah menyatakan bahwa perbuatan semacam itu adalah kebohongan dan kekufuran. Konsep 'perantara' dalam ibadah yang tidak diizinkan oleh Allah adalah bentuk syirik yang ditolak keras. Hanya Allah yang memiliki hak mutlak untuk disembah, dan hanya Dia yang dapat mendekatkan hamba kepada-Nya, bukan melalui perantara buatan manusia.
Ayat-ayat berikutnya (4-6) bergeser ke argumen-argumen penciptaan sebagai bukti keesaan Allah. "Sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang Dia kehendaki dari apa yang telah diciptakan-Nya. Maha Suci Dia. Dialah Allah Yang Maha Esa, Yang Mahaperkasa." (Az-Zumar: 4). Ini adalah bantahan tegas terhadap klaim bahwa Allah memiliki anak, baik dari orang-orang musyrik maupun umat lain. Allah tidak membutuhkan anak; Dia adalah Maha Esa, satu-satunya Pencipta yang tidak membutuhkan bantuan atau penerus.
Kemudian, Allah mengajak manusia merenungi penciptaan yang menakjubkan: "Dia menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Dia menggulirkan malam atas siang dan menggulirkan siang atas malam, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah! Dialah Yang Mahaperkasa, Maha Pengampun." (Az-Zumar: 5). Penciptaan langit dan bumi, pergiliran siang dan malam yang teratur, pergerakan matahari dan bulan yang presisi—semua ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang tak terbantahkan. Sistem alam semesta yang begitu harmonis dan berfungsi dengan sempurna mustahil terjadi secara kebetulan atau tanpa Pengatur Yang Maha Kuasa. Ayat ini juga mengingatkan bahwa di balik keperkasaan-Nya, Allah juga Maha Pengampun, membuka pintu harapan bagi mereka yang ingin bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Penciptaan manusia juga menjadi fokus: "Dia menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), kemudian darinya Dia jadikan pasangannya; dan Dia menurunkan untuk kamu delapan pasang hewan ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapa kamu dipalingkan?" (Az-Zumar: 6). Dari satu jiwa, Adam, Allah menciptakan pasangannya, Hawa, dan dari keduanya berkembanglah seluruh umat manusia. Proses penciptaan manusia di dalam rahim ibu, melalui tahapan-tahapan yang kompleks dan menakjubkan, dalam "tiga kegelapan" (perut, rahim, selaput janin), adalah bukti kebesaran dan kekuasaan Allah yang tak tertandingi. Ini adalah proses yang tidak dapat diciptakan atau ditiru oleh siapa pun kecuali Dia. Setelah memaparkan bukti-bukti ini, Allah bertanya dengan retoris namun tajam: "maka mengapa kamu dipalingkan?" Mengapa manusia berpaling dari kebenaran yang begitu jelas dan nyata?
Ayat 7 melengkapi bagian ini dengan menegaskan bahwa kekafiran manusia sama sekali tidak mengurangi kebesaran Allah: "Jika kamu kafir, sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu (tetapi kamu sendiri yang merugi karena kekafiran itu); dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-hamba-Nya. Dan jika kamu bersyukur, Dia meridainya bagimu. Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada." Allah adalah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah dan ketaatan dari hamba-hamba-Nya. Kekafiran hanya akan merugikan pelakunya sendiri. Sebaliknya, syukur dan ketaatan akan mendatangkan ridha-Nya. Ayat ini juga memperkenalkan prinsip keadilan ilahi: setiap jiwa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Tidak ada yang bisa memikul dosa orang lain. Pada akhirnya, semua akan kembali kepada Allah, dan Dia akan menghisab setiap perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi di dalam hati.
Secara keseluruhan, bagian awal Surah Az-Zumar ini membangun pondasi yang kokoh bagi seluruh pesan surah. Dimulai dengan asal-usul wahyu, kemudian beralih ke panggilan tegas untuk tauhid yang murni, dan didukung dengan bukti-bukti penciptaan yang menakjubkan, sebelum diakhiri dengan peringatan tentang pertanggungjawaban individu. Ini adalah pengingat yang kuat tentang keesaan Allah dan pentingnya mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya.
Sifat Manusia dan Hikmah Ujian (Ayat 8-10)
Bagian ini dari Surah Az-Zumar menyoroti sifat dasar manusia dalam menghadapi ujian dan kenyataan hidup, serta membedakan antara mereka yang memiliki ilmu dan kesabaran dengan mereka yang tidak. Ayat-ayat ini memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya istiqamah dalam beribadah, bahkan ketika dihadapkan pada kesulitan maupun kemudahan.
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya; kemudian apabila Dia memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan apa yang pernah dia doakan kepada Allah sebelum itu, dan dia mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, 'Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sebentar, sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.'" (Az-Zumar: 8). Ayat ini menggambarkan salah satu kelemahan terbesar manusia: kecenderungan untuk berpaling dari Allah saat diberi kemudahan. Ketika ditimpa musibah atau kesulitan, manusia cenderung merendahkan diri, memohon, dan bertaubat kepada Allah. Namun, begitu musibah itu diangkat dan Allah memberikan nikmat-Nya, banyak yang melupakan doa dan janji mereka, bahkan kembali menyekutukan Allah dengan mengadakan tuhan-tuhan selain Dia. Ini adalah bentuk pengingkaran yang ekstrem, di mana rasa syukur digantikan oleh kekufuran. Allah kemudian memberikan peringatan keras kepada mereka: kesenangan dalam kekafiran itu hanya sementara, dan tempat kembali mereka adalah neraka. Ini adalah realitas yang pahit namun harus dihadapi oleh mereka yang memilih jalan ingkar.
Berbeda dengan golongan yang disebutkan di atas, Allah kemudian mengajukan pertanyaan yang menggugah pikiran, yang membedakan secara fundamental antara dua jenis manusia: "Apakah orang yang beribadah pada waktu malam dengan bersujud dan berdiri karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya (sama dengan orang kafir)? Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar: 9). Ayat ini menampilkan kontras yang tajam. Di satu sisi adalah orang yang tekun beribadah, merendahkan diri di hadapan Allah dalam sujud dan berdiri, dengan hati yang penuh rasa takut akan azab akhirat namun juga berharap besar akan rahmat Tuhannya. Mereka adalah golongan yang memahami hakikat kehidupan, yang sadar akan tujuan penciptaan mereka. Di sisi lain adalah mereka yang berpaling, yang tidak beribadah, dan tidak merenungkan kebesaran Allah.
Pertanyaan retoris "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" menyoroti perbedaan antara pengetahuan (ilmu) dan kebodohan. Pengetahuan di sini tidak hanya berarti informasi akademis, melainkan pengetahuan yang melahirkan kesadaran akan Allah, ketaatan, dan ketakwaan. Orang yang memiliki pengetahuan sejati adalah mereka yang memahami tanda-tanda kebesaran Allah, janji-janji-Nya, dan ancaman-ancaman-Nya. Mereka menggunakan akal sehat mereka ("ulul albab") untuk menerima pelajaran dan petunjuk. Tentu saja, orang yang mengetahui tidak akan sama dengan orang yang tidak mengetahui; perbedaan kualitas spiritual dan intelektual mereka sangatlah besar.
Ayat 10 melanjutkan dengan seruan kepada orang-orang beriman: "Katakanlah (Muhammad), 'Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.' Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini ada kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." Ayat ini memberikan arahan dan motivasi bagi umat Muslim. Pertama, perintah untuk bertakwa kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Takwa adalah benteng utama seorang mukmin. Kedua, janji kebaikan di dunia ini bagi mereka yang berbuat baik. Allah tidak hanya menjanjikan pahala di akhirat, tetapi juga kebaikan dan kemudahan dalam kehidupan dunia ini.
Pernyataan "Dan bumi Allah itu luas" mengandung beberapa makna penting. Ini bisa diartikan sebagai dorongan untuk berhijrah (berpindah) dari tempat yang tidak memungkinkan seseorang beribadah dengan leluasa ke tempat lain yang lebih kondusif, jika menghadapi penindasan atau kesulitan dalam menjalankan agama. Ini juga bisa berarti bahwa rezeki Allah tersebar luas di seluruh bumi, sehingga tidak ada alasan untuk berputus asa atau terikat pada satu tempat saja. Dan yang paling penting, ayat ini menegaskan tentang balasan bagi orang-orang yang bersabar. "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." Kesabaran (sabar) adalah salah satu pilar utama dalam Islam. Ia mencakup kesabaran dalam menjalankan ketaatan, kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan, dan kesabaran dalam menghadapi musibah. Bagi orang-orang yang memiliki kesabaran ini, Allah menjanjikan pahala yang tidak terhingga, yang tidak terukur, dan yang tidak akan pernah habis. Ini menunjukkan betapa mulianya sifat sabar di sisi Allah.
Bagian surah ini mengajarkan kita tentang realitas sifat manusia, antara yang lemah dan mudah lupa, dengan yang kuat imannya dan berpengetahuan. Ia mendorong kita untuk selalu bersyukur, beribadah dengan ikhlas, menggunakan akal kita untuk memahami kebesaran Allah, dan yang terpenting, untuk memiliki kesabaran dalam setiap aspek kehidupan, karena kesabaran adalah kunci menuju pahala yang tak terbatas dari Allah.
Perintah Tegas dan Peringatan Keras (Ayat 11-20)
Melanjutkan penekanan pada tauhid dan ketaatan, ayat-ayat ini memberikan perintah langsung kepada Rasulullah ﷺ dan melalui beliau kepada seluruh umat manusia untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, disertai peringatan keras tentang konsekuensi bagi mereka yang mendustakan dan ancaman tentang kerugian di akhirat, serta janji indah bagi para mutakimim.
"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya (dalam menjalankan) agama.'" (Az-Zumar: 11). Ini adalah perintah yang sangat jelas kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang kemudian menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, dan ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas, tulus, dan murni hanya karena Allah, tanpa ada sedikitpun niat untuk mencari pujian, keuntungan duniawi, atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. Ini adalah landasan utama agama Islam.
Ayat selanjutnya menegaskan posisi Rasulullah ﷺ sebagai hamba dan utusan Allah: "Dan aku diperintahkan agar menjadi orang yang pertama-tama berserah diri (kepada-Nya)." (Az-Zumar: 12). Nabi Muhammad ﷺ adalah contoh utama dalam kepatuhan dan ketundukan kepada Allah. Beliau adalah yang pertama dalam menerima dan mengamalkan perintah ini, menjadi pemimpin bagi umatnya dalam ketaatan.
"Katakanlah (Muhammad), 'Sungguh, aku takut akan azab pada hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.'" (Az-Zumar: 13). Ayat ini menunjukkan kerendahan hati Nabi dan sekaligus peringatan bagi kita semua. Bahkan seorang Nabi yang mulia pun merasa takut akan azab Allah jika sampai mendurhakai-Nya. Ini mengajarkan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal dari hukuman Allah jika melanggar perintah-Nya, dan ketakutan akan azab adalah motivasi kuat untuk berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan.
Penegasan tauhid kembali muncul: "Katakanlah, 'Hanya Allah saja yang aku sembah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.'" (Az-Zumar: 14). Ini adalah deklarasi tegas tentang satu-satunya tujuan ibadah.
"Maka sembahlah apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah, 'Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada Hari Kiamat.' Ingatlah! Itulah kerugian yang nyata." (Az-Zumar: 15). Ini adalah tantangan yang ironis dan peringatan yang sangat serius. Allah seakan membiarkan orang-orang musyrik melakukan apa yang mereka inginkan, namun dengan segera diikuti oleh penjelasan tentang konsekuensi fatalnya. Kerugian terbesar bukanlah kehilangan harta benda atau jabatan di dunia, melainkan kerugian abadi di akhirat, di mana seseorang tidak hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga "keluarganya" (yaitu, anggota keluarga yang mungkin dia sesatkan atau yang juga mengikutinya dalam kekafiran, atau orang-orang yang dia cintai akan terpisah darinya). Ini adalah kerugian yang tidak ada bandingannya, "kerugian yang nyata."
"Bagi mereka di atas mereka ada lapisan-lapisan api (neraka) dan di bawah mereka ada lapisan-lapisan api (neraka). Dengan yang demikian itu Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya. Wahai hamba-hamba-Ku, maka bertakwalah kepada-Ku." (Az-Zumar: 16). Ayat ini memberikan gambaran mengerikan tentang azab neraka, di mana api mengelilingi penghuninya dari segala sisi, baik di atas maupun di bawah. Ini adalah peringatan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan mendorong hamba-hamba-Nya untuk bertakwa, yaitu menjaga diri dari murka-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
Setelah ancaman, Allah kemudian menghadirkan gambaran yang kontras bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk: "Dan orang-orang yang menjauhi tagut (sesuatu yang disembah selain Allah) karena tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku," (Az-Zumar: 17). Tagut adalah segala sesuatu yang disembah atau ditaati selain Allah, seperti berhala, setan, atau bahkan hawa nafsu yang menyesatkan. Orang-orang yang dengan sadar menjauhi tagut dan hanya kembali kepada Allah dalam ibadah dan ketaatan, bagi mereka ada kabar gembira yang agung. Ini adalah janji kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat.
"'(Yaitu) orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.'" (Az-Zumar: 18). Ayat ini menggambarkan karakteristik "hamba-hamba-Ku" yang menerima berita gembira. Mereka adalah orang-orang yang memiliki akal yang sehat dan hati yang terbuka, yang mampu mendengarkan berbagai perkataan (pendapat, ajaran), namun dengan bijaksana memilih dan mengikuti yang terbaik, yaitu ajaran Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak serta merta menolak kebenaran atau mengikuti hawa nafsu. Kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan yang lebih baik, adalah tanda dari petunjuk Allah dan akal sehat yang sejati. Mereka adalah ulul albab yang disebutkan sebelumnya.
"Maka apakah (sama) orang yang telah tetap atasnya ketentuan azab, apakah kamu dapat menyelamatkannya dari api neraka?" (Az-Zumar: 19). Ayat ini kembali menanyakan secara retoris tentang kekuasaan dan ketetapan Allah. Jika seseorang telah ditetapkan baginya azab karena kekafiran dan kemaksiatannya yang terus-menerus, maka tidak ada seorang pun, bahkan Nabi Muhammad ﷺ sekalipun, yang mampu menyelamatkannya dari azab Allah. Ini menekankan bahwa petunjuk dan keselamatan sepenuhnya berada di tangan Allah.
Dan sebagai penutup bagian ini, Allah memberikan janji bagi orang-orang yang bertakwa: "Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka (disediakan) kamar-kamar di atas kamar-kamar yang dibangun bertingkat-tingkat, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya." (Az-Zumar: 20). Ini adalah gambaran surga yang indah, di mana orang-orang bertakwa akan tinggal di tempat-tempat yang tinggi dan mewah, dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Ini adalah janji yang pasti dari Allah, dan Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Ayat ini menegaskan kontras takdir antara orang-orang yang mengingkari dan mereka yang bertakwa, mendorong manusia untuk memilih jalan ketakwaan agar meraih kenikmatan abadi.
Bukti Kekuasaan Ilahi dan Hikmah Al-Qur'an (Ayat 21-29)
Setelah memberikan gambaran tentang takdir dua kelompok manusia, Surah Az-Zumar kembali mengajak manusia untuk merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta, khususnya melalui siklus air, dan kemudian berlanjut pada pembahasan tentang pengaruh Al-Qur'an dan perumpamaan tauhid versus syirik.
"Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menurunkan air (hujan) dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu Dia menumbuhkan tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering, lalu engkau lihat ia kekuning-kuningan, kemudian Dia menjadikannya hancur berderai-derai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat." (Az-Zumar: 21). Ayat ini menggambarkan siklus air yang menakjubkan dan dampaknya pada kehidupan di bumi. Allah menurunkan hujan dari langit, menyimpannya di dalam bumi sebagai mata air, lalu dengan air itu Dia menumbuhkan berbagai macam tanaman dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Kemudian, tanaman itu mengering dan hancur. Siklus kehidupan dan kematian ini adalah bukti nyata kekuasaan Allah untuk menghidupkan dan mematikan, yang juga merupakan analogi bagi Hari Kebangkitan. Bumi yang mati dihidupkan kembali dengan air hujan, demikian pula manusia yang mati akan dibangkitkan kembali pada Hari Kiamat. Ini adalah "pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat" (ulul albab) untuk merenungkan kebesaran Allah.
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) Islam lalu ia berada di atas cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang tidak demikian)? Maka celakalah orang yang hatinya menjadi keras untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (Az-Zumar: 22). Ayat ini membahas perbedaan kondisi hati manusia dalam menerima petunjuk. Ada yang hatinya dibuka oleh Allah untuk menerima Islam, sehingga ia berjalan di atas cahaya petunjuk dari Tuhannya. Hati mereka lembut, mudah menerima kebenaran, dan bersemangat untuk mengingat Allah. Namun, ada pula yang hatinya menjadi keras, tertutup dari mengingat Allah. Mereka ini berada dalam kesesatan yang nyata. Kerasnya hati ini bisa disebabkan oleh dosa-dosa yang menumpuk, keengganan untuk merenung, atau terlalu tenggelam dalam kesenangan dunia. Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga hati agar tetap lembut dan peka terhadap petunjuk Allah.
"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Kitab (Al-Qur'an) yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya." (Az-Zumar: 23). Al-Qur'an dijelaskan sebagai "perkataan yang paling baik." Istilah "serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang (mutasyabihan masani)" bisa berarti ayat-ayatnya memiliki keserupaan dalam keindahan, kemurnian, dan kebenaran, serta tema-tema utamanya sering diulang dalam berbagai bentuk untuk penekanan (misalnya, tauhid, Hari Kiamat). Ketika orang-orang yang takut kepada Allah mendengarkan ayat-ayat ini, kulit mereka bergetar karena rasa takut dan kebesaran Allah, namun kemudian hati dan kulit mereka menjadi tenang ketika mengingat Allah, merasakan kedamaian dan ketenteraman. Inilah fungsi Al-Qur'an sebagai petunjuk, yang membawa dampak mendalam pada jiwa. Siapa pun yang diberi petunjuk oleh Allah akan menerimanya, namun siapa pun yang dibiarkan sesat oleh-Nya karena pilihan dan kekufurannya, tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
"Apakah sama dengan orang yang melindungi dirinya dari azab yang sangat buruk pada Hari Kiamat dengan mukanya? Dikatakan kepada orang-orang zalim, 'Rasakanlah apa yang telah kamu kerjakan.'" (Az-Zumar: 24). Ayat ini menggambarkan kengerian Hari Kiamat bagi orang-orang zalim. Mereka akan berusaha melindungi diri dari azab dengan muka mereka, menunjukkan betapa dahsyat dan tak terhindarkannya hukuman tersebut. Muka adalah bagian tubuh yang paling mulia dan paling sensitif, sehingga menggunakannya untuk melindungi diri dari azab adalah simbol keputusasaan yang ekstrem. Mereka akan diperintahkan untuk merasakan konsekuensi dari perbuatan zalim mereka di dunia.
"Orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul), maka datanglah kepada mereka azab dari arah yang tidak mereka duga." (Az-Zumar: 25). Ini adalah peringatan historis. Banyak umat terdahulu yang mendustakan para rasul, dan sebagai akibatnya, azab Allah datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka, secara tiba-tiba dan menghancurkan.
"Maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan dalam kehidupan dunia, dan sungguh azab akhirat lebih besar, sekiranya mereka mengetahui." (Az-Zumar: 26). Kehinaan di dunia adalah salah satu bentuk hukuman bagi para pendusta, tetapi azab di akhirat jauh lebih berat dan abadi. Ayat ini menekankan bahwa kerugian terbesar bukanlah di dunia, tetapi di akhirat.
"Sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur'an ini berbagai macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mengambil pelajaran." (Az-Zumar: 27). Allah menggunakan berbagai perumpamaan dalam Al-Qur'an agar manusia mudah memahami dan mengambil pelajaran. Perumpamaan adalah cara efektif untuk menjelaskan konsep-konsep kompleks dan abstrak menjadi lebih mudah dicerna oleh akal.
"Sebagai Al-Qur'an dalam bahasa Arab, yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya), agar mereka bertakwa." (Az-Zumar: 28). Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas dan tidak ada kebengkokan atau kerancuan di dalamnya. Kejelasan bahasa ini dimaksudkan agar manusia mudah memahami pesannya dan dengan demikian dapat bertakwa kepada Allah. Ketiadaan "kebengkokan" juga berarti tidak ada kontradiksi, kesamaran, atau kesalahan dalam ajaran-ajarannya.
"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang saling bertentangan (pikirannya), dan seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh seorang saja. Adakah kedua budak itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Az-Zumar: 29). Ini adalah perumpamaan yang sangat kuat untuk menjelaskan tauhid versus syirik. Budak yang dimiliki oleh banyak tuan yang saling bertentangan akan mengalami kebingungan, penderitaan, dan tidak akan tahu siapa yang harus dia patuhi, karena setiap tuan memiliki perintah dan keinginan yang berbeda. Hidupnya akan penuh kekacauan. Bandingkan dengan budak yang hanya memiliki satu tuan yang baik dan jelas dalam perintahnya; hidupnya akan lebih tenang, terarah, dan damai. Demikian pula, menyembah banyak tuhan (syirik) akan menyebabkan kekacauan dalam jiwa dan kehidupan, sedangkan menyembah hanya satu Tuhan (Allah) akan membawa ketenangan, kedamaian, dan kejelasan tujuan. Ayat ini menyimpulkan dengan menyatakan bahwa segala puji hanya milik Allah, namun kebanyakan manusia tidak memahami kebenaran yang sederhana dan jelas ini.
Secara keseluruhan, bagian ini menegaskan kembali bukti-bukti kekuasaan Allah, menyoroti pentingnya kelembutan hati dalam menerima petunjuk Al-Qur'an, dan dengan perumpamaan yang brilian, menjelaskan keunggulan tauhid atas syirik, mendorong manusia untuk berpikir dan kembali kepada kebenaran.
Kematian, Pertanggungjawaban, dan Kebenaran (Ayat 30-39)
Bagian Surah Az-Zumar ini membawa kita pada realitas yang tak terhindarkan: kematian, pertanggungjawaban di Hari Kiamat, dan pembedaan yang jelas antara orang yang membawa kebenaran dan mereka yang mendustakannya. Ini adalah peringatan kuat yang meruntuhkan ilusi kekekalan dunia.
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Az-Zumar: 30). Ayat ini adalah pengingat universal tentang kematian yang pasti akan menimpa setiap makhluk yang hidup, termasuk Nabi Muhammad ﷺ. Tidak ada seorang pun yang kebal dari kematian. Ayat ini menempatkan Nabi dalam posisi yang sama dengan manusia lainnya dalam hal kefanaan, sekaligus memberikan hiburan bagi beliau dan umatnya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan pintu gerbang menuju kehidupan berikutnya.
"Kemudian sesungguhnya kamu pada Hari Kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu." (Az-Zumar: 31). Setelah kematian, setiap individu akan dibangkitkan dan dikumpulkan di hadapan Allah untuk diadili. Pada hari itu, akan terjadi perdebatan dan perselisihan di antara manusia, antara yang menzalimi dan yang dizalimi, antara pemimpin dan pengikut, antara orang-orang musyrik dan orang-orang beriman. Setiap orang akan berusaha membela diri atau menuduh orang lain, namun pada akhirnya, kebenaran mutlak ada pada Allah, dan Dia akan memutuskan dengan adil.
"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan Allah dan mendustakan kebenaran yang datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir?" (Az-Zumar: 32). Ayat ini mengajukan pertanyaan retoris tentang puncak kezaliman. Kezaliman terbesar adalah mendustakan Allah, yang telah menciptakan dan memberi rezeki, serta mendustakan kebenaran yang dibawa oleh para rasul. Tidak ada kezaliman yang lebih besar dari itu. Akibat dari kezaliman ini adalah tempat tinggal abadi di neraka Jahannam.
"Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Az-Zumar: 33). Ayat ini berlawanan dengan ayat sebelumnya, menggambarkan keutamaan orang-orang beriman. "Orang yang membawa kebenaran" adalah Nabi Muhammad ﷺ, yang membawa wahyu dari Allah. "Dan membenarkannya" adalah orang-orang yang beriman dan membenarkan risalah Nabi. Merekalah "orang-orang yang bertakwa," yang akan mendapatkan balasan terbaik dari Allah.
"Bagi mereka apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan." (Az-Zumar: 34). Bagi orang-orang yang bertakwa dan berbuat kebaikan, Allah menjanjikan balasan yang tak terbayangkan: mereka akan mendapatkan apa pun yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Ini adalah puncak kenikmatan surga, di mana segala keinginan terpenuhi dengan karunia Allah. Ini adalah janji bagi setiap muhsin (orang yang berbuat baik).
"Agar Allah menghapuskan dari mereka (dosa) seburuk-buruk perbuatan yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Az-Zumar: 35). Sebagai bagian dari balasan ini, Allah akan menghapuskan dosa-dosa terburuk yang pernah mereka lakukan dan membalas kebaikan mereka dengan pahala yang lebih baik, bahkan melebihi apa yang patut mereka terima. Ini menunjukkan luasnya rahmat dan karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya? Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) selain Dia. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya." (Az-Zumar: 36). Ayat ini memberikan penegasan dan penghiburan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan seluruh orang beriman. Allah bertanya, "Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya?" Ini adalah pertanyaan yang jawabannya sangat jelas: Ya, Allah adalah pelindung terbaik, paling perkasa, dan paling cukup. Tidak ada yang bisa membahayakan seseorang jika Allah melindunginya. Namun, orang-orang kafir berusaha menakut-nakuti kaum mukmin dengan ancaman dari sembahan-sembahan selain Allah atau kekuatan duniawi lainnya. Allah menegaskan bahwa siapa pun yang dibiarkan sesat oleh-Nya karena kekafiran dan penolakannya sendiri, maka tidak ada kekuatan lain yang bisa memberinya petunjuk.
"Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan?" (Az-Zumar: 37). Sebaliknya, siapa pun yang diberi petunjuk oleh Allah karena keimanannya dan usahanya mencari kebenaran, maka tidak ada kekuatan apa pun yang dapat menyesatkannya. Allah adalah Mahaperkasa, tidak ada yang dapat menentang kehendak-Nya, dan Dia mempunyai balasan yang setimpal bagi setiap perbuatan.
"Dan sungguh, jika engkau tanyakan kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?' Tentu mereka akan menjawab, 'Allah.' Katakanlah, 'Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah, jika Allah hendak menimpakan bencana kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan bencana-Nya, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?' Katakanlah, 'Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakal berserah diri.'" (Az-Zumar: 38). Ayat ini kembali ke argumen penciptaan. Bahkan orang-orang musyrik Mekah mengakui bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi. Jika demikian, Allah menantang mereka: mengapa mereka menyembah selain Allah? Apakah sembahan-sembahan itu memiliki kekuatan untuk menghilangkan bencana yang ditimpakan Allah atau menahan rahmat yang diberikan-Nya? Jawabannya tentu tidak. Hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak. Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ (dan seluruh orang beriman) diperintahkan untuk mengatakan: "Cukuplah Allah bagiku." Dialah satu-satunya tempat bergantung dan berserah diri. Ini adalah manifestasi tauhid yang paling murni, yaitu tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada Allah) dalam segala urusan.
"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui,'" (Az-Zumar: 39). Ayat ini adalah sebuah deklarasi tegas. Nabi Muhammad ﷺ menyeru kaumnya untuk berbuat sesuai dengan apa yang mereka yakini, sementara beliau akan terus berpegang pada kebenaran yang diwahyukan kepadanya. Ini adalah pernyataan yang menunjukkan bahwa setiap pihak akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan pada akhirnya, kebenaran akan terungkap dan konsekuensi dari setiap pilihan akan terlihat jelas di akhirat. Ini adalah ancaman tersirat bagi mereka yang memilih jalan kesesatan, dan janji bagi mereka yang memilih jalan kebenaran.
Bagian ini secara keseluruhan berfungsi sebagai pengingat keras tentang realitas kematian dan pertanggungjawaban, menegaskan bahwa kebenaran ada pada Allah semata, dan hanya Dia yang patut disembah dan diandalkan. Ia juga memberikan penghiburan dan motivasi bagi para mukmin untuk terus berpegang teguh pada tauhid dan tawakal.
Hakikat Kehidupan, Kematian, dan Pertanggungjawaban (Ayat 40-48)
Bagian ini melanjutkan pembahasan tentang kebenaran dan konsekuensinya, dengan lebih fokus pada takdir akhir bagi dua kelompok manusia, serta menjelaskan hakikat kematian dan tidur sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah. Ia juga menyinggung tentang kebatilan syafaat yang tidak diizinkan.
"Maka kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan ditimpa azab yang kekal." (Az-Zumar: 40). Ayat ini melanjutkan peringatan dari ayat 39. Akan tiba saatnya, di Hari Kiamat, manusia akan menyaksikan sendiri siapa di antara mereka yang akan ditimpa azab yang memalukan (menghinakan) di dunia ini dan siapa yang akan ditimpa azab yang kekal di akhirat. Ini adalah ancaman yang mengguncang jiwa bagi para pendusta dan penolak kebenaran.
"Sungguh, Kami menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran untuk (kebaikan) manusia. Barang siapa mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia sesat atas (kerugian) dirinya sendiri. Dan engkau (Muhammad) bukanlah penanggung jawab atas mereka." (Az-Zumar: 41). Ayat ini kembali menegaskan tujuan diturunkannya Al-Qur'an, yaitu untuk membawa kebenaran dan kebaikan bagi seluruh manusia. Siapa pun yang memilih untuk mengikuti petunjuk Al-Qur'an, manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebaliknya, siapa pun yang memilih untuk sesat, kerugiannya pun akan menimpa dirinya sendiri. Nabi Muhammad ﷺ bukanlah penjaga atau penanggung jawab atas pilihan mereka; tugas beliau hanya menyampaikan risalah. Ini menekankan prinsip tanggung jawab individu.
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir." (Az-Zumar: 42). Ayat ini adalah salah satu ayat paling menakjubkan yang menjelaskan hakikat kematian dan tidur. Allah adalah pemegang mutlak jiwa-jiwa. Ketika seseorang mati, Allah menahan jiwanya. Ketika seseorang tidur, Allah juga "memegang" jiwanya, seolah-olah mengambilnya sementara. Jika memang sudah saatnya bagi jiwa itu untuk mati, Allah menahannya. Namun, jika belum waktunya, Allah mengembalikannya hingga waktu yang ditentukan (yaitu sampai kematian yang sebenarnya). Tidur sering disebut sebagai "kematian kecil" karena ada kemiripan dalam kondisi jiwa yang terlepas dari tubuh. Peristiwa tidur dan kematian ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mau berpikir dan merenung, menunjukkan kekuasaan-Nya atas hidup dan mati.
"Atau apakah mereka mengambil selain Allah sebagai pemberi syafaat? Katakanlah, 'Apakah (mereka mengambilnya juga) sekalipun yang demikian itu tidak memiliki sesuatu pun dan tidak pula berakal?'" (Az-Zumar: 43). Allah kembali mempertanyakan kepercayaan kaum musyrikin yang mengambil sembahan-sembahan selain Allah sebagai perantara atau pemberi syafaat. Allah menantang mereka: bagaimana bisa mereka mengambil perantara yang bahkan tidak memiliki kekuatan apa-apa, dan juga tidak berakal? Syafaat yang hakiki hanya berasal dari Allah, dan Dia akan mengizinkannya hanya bagi siapa yang Dia kehendaki, bukan melalui patung-patung atau makhluk lain yang tidak memiliki kekuatan apa pun.
"Katakanlah, 'Hanya milik Allah syafaat itu seluruhnya. Milik-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.'" (Az-Zumar: 44). Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa seluruh syafaat adalah milik Allah semata. Tidak ada yang bisa memberi syafaat tanpa izin-Nya, dan tidak ada yang bisa memiliki syafaat itu sendiri. Dialah pemilik mutlak kerajaan langit dan bumi. Pada akhirnya, semua akan kembali kepada-Nya untuk dihisab, dan pada saat itu, hanya syafaat yang diizinkan oleh-Nya yang akan berguna.
"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, mengerutlah hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat; dan apabila nama-nama sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bersuka cita." (Az-Zumar: 45). Ayat ini menggambarkan kondisi psikologis dan spiritual orang-orang kafir. Ketika nama Allah Yang Maha Esa disebut, hati mereka terasa sempit dan tidak nyaman karena mereka tidak beriman kepada kehidupan akhirat dan tidak takut kepada-Nya. Namun, ketika nama-nama sembahan selain Allah disebutkan, mereka bersukacita dan merasa gembira. Ini adalah tanda kekafiran yang mendalam, di mana mereka lebih mencintai makhluk daripada Sang Pencipta, dan lebih suka mengaitkan kekuatan kepada selain Allah.
"Katakanlah, 'Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Engkaulah yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka perselisihkan.'" (Az-Zumar: 46). Ini adalah doa dan pengakuan yang diucapkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, yang juga menjadi doa bagi setiap mukmin. Allah adalah Pencipta yang mengetahui segala sesuatu yang gaib maupun yang nyata. Hanya Dia yang memiliki hak untuk memutuskan segala perselisihan di antara hamba-hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Pengakuan ini menegaskan keadilan dan kekuasaan Allah yang sempurna.
"Dan sekiranya orang-orang zalim itu mempunyai apa saja yang di bumi ini seluruhnya dan (ditambah) sebanyak itu (lagi) niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari azab yang buruk pada Hari Kiamat. Dan nyatalah bagi mereka dari Allah apa yang tidak pernah mereka duga." (Az-Zumar: 47). Ayat ini menggambarkan keputusasaan orang-orang zalim di Hari Kiamat. Seandainya mereka memiliki seluruh kekayaan dunia ini, bahkan dua kali lipatnya, niscaya mereka akan menyerahkannya untuk menebus diri mereka dari azab yang dahsyat. Namun, pada hari itu, tebusan tidak akan diterima. Mereka akan menghadapi kenyataan dari Allah yang tidak pernah mereka bayangkan atau duga sebelumnya, yaitu azab yang sangat berat dan abadi.
"Dan nyatalah bagi mereka keburukan-keburukan dari apa yang telah mereka usahakan, dan mereka diliputi oleh apa yang dahulu selalu mereka ejek-ejek." (Az-Zumar: 48). Pada Hari Kiamat, segala keburukan dan dosa yang telah mereka lakukan di dunia akan nyata di hadapan mereka. Mereka akan diliputi oleh azab yang dahulu selalu mereka ejek-ejek dan dustakan. Ini adalah balasan yang adil dan sesuai dengan perbuatan mereka. Ayat ini memberikan peringatan keras akan konsekuensi dari mengejek atau mendustakan ayat-ayat Allah dan peringatan tentang akhirat.
Secara keseluruhan, bagian ini menekankan kebesaran Allah dalam menguasai hidup, mati, dan tidur, menolak konsep syafaat yang salah, menyingkap kondisi hati orang-orang kafir, dan memperingatkan tentang dahsyatnya pertanggungjawaban di Hari Kiamat, di mana tidak ada tebusan yang akan diterima.
Kecenderungan Manusia dan Pintu Ampunan Allah (Ayat 49-55)
Bagian ini menyingkap sifat manusia yang cenderung ingkar nikmat, kemudian memberikan salah satu ayat paling monumental dalam Al-Qur'an tentang rahmat dan ampunan Allah yang tak terbatas, membuka pintu taubat selebar-lebarnya bagi semua hamba-Nya.
"Maka apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami; kemudian apabila Kami memberikan nikmat Kami kepadanya, dia berkata, 'Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena ilmu (kepintaran)ku.' Sebenarnya itu adalah cobaan, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Az-Zumar: 49). Ayat ini kembali menyoroti kelemahan dan keangkuhan manusia. Ketika dalam kesulitan, manusia akan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Namun, begitu kesulitan itu diangkat dan Allah menganugerahkan nikmat-Nya, sebagian manusia dengan sombongnya mengklaim bahwa nikmat itu diperoleh semata-mata karena kepintaran atau usahanya sendiri, bukan karena karunia Allah. Mereka lupa akan campur tangan ilahi dan menjadi sombong. Allah menegaskan bahwa semua itu adalah cobaan, ujian dari-Nya, namun kebanyakan manusia tidak menyadarinya. Mereka gagal dalam ujian syukur.
"Sungguh, orang-orang sebelum mereka telah mengatakan itu (pula), maka tidak berguna bagi mereka apa yang telah mereka usahakan." (Az-Zumar: 50). Orang-orang sebelum mereka, yang juga sombong dan mengingkari, telah mengucapkan perkataan yang sama. Namun, keangkuhan dan usaha mereka tidak sedikitpun menyelamatkan mereka dari azab Allah. Ini adalah peringatan bahwa sejarah akan berulang, dan kesombongan tidak akan pernah membawa manfaat di hadapan Allah.
"Maka mereka ditimpa keburukan (akibat) perbuatan mereka. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa keburukan (akibat) perbuatan mereka dan mereka tidak dapat menghindar." (Az-Zumar: 51). Akibat dari perbuatan buruk dan kesombongan mereka adalah datangnya keburukan yang menimpa mereka. Orang-orang zalim tidak akan bisa lari dari konsekuensi perbuatan mereka. Ini adalah janji Allah yang pasti tentang balasan yang adil.
"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki? Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman." (Az-Zumar: 52). Allah menegaskan bahwa Dialah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Kekayaan dan kemiskinan, kelapangan dan kesempitan, semuanya adalah dalam genggaman dan kehendak-Nya. Manusia tidak memiliki kendali penuh atas rezeki. Ini adalah tanda kekuasaan Allah yang harus direnungi oleh orang-orang yang beriman, agar mereka senantiasa bersyukur dalam kelapangan dan bersabar dalam kesempitan, menyadari bahwa semua berasal dari Allah.
Kemudian datanglah salah satu ayat yang paling agung dan penuh harapan dalam Al-Qur'an, sebuah mercusuar rahmat ilahi:
"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (Az-Zumar: 53).
Ayat ini adalah seruan universal dari Allah kepada semua hamba-Nya, termasuk mereka yang telah bergelimang dosa dan melampaui batas dalam kemaksiatan. Allah secara langsung menyeru mereka untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Ini adalah jaminan bahwa Allah Maha Mampu mengampuni semua dosa, betapa pun besarnya, asalkan hamba itu bertaubat dengan tulus. Ini adalah undangan untuk kembali kepada-Nya, sebuah janji bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar. Ini menunjukkan betapa luasnya kasih sayang dan ampunan Allah, memberikan harapan yang tak terbatas bagi setiap pendosa yang ingin kembali ke jalan yang benar.
"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (Az-Zumar: 54). Setelah janji ampunan yang begitu besar, Allah memberikan perintah dan peringatan: segeralah kembali kepada-Nya, bertaubatlah, dan berserah dirilah kepada-Nya *sebelum* datang azab. Jika azab sudah datang, maka tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat dan tidak ada yang dapat menolong. Ayat ini menekankan urgensi taubat dan kembali kepada Allah sebelum terlambat, sebelum ajal menjemput atau azab Allah menimpa.
"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang azab kepadamu secara tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya," (Az-Zumar: 55). Sebaik-baiknya yang diturunkan dari Allah adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Allah memerintahkan untuk mengikutinya secara sungguh-sungguh, menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini adalah satu-satunya jalan keselamatan. Peringatan tentang datangnya azab secara tiba-tiba dan tanpa disadari adalah dorongan kuat untuk segera berbenah dan mengikuti petunjuk Allah, karena waktu yang tersedia di dunia ini sangatlah singkat dan tidak pasti.
Secara keseluruhan, bagian ini menyingkap kecenderungan manusia untuk ingkar nikmat, namun kemudian membuka pintu rahmat Allah yang begitu luas melalui ayat 53. Ia adalah pengingat akan pentingnya taubat, berserah diri kepada Allah, dan mengikuti petunjuk-Nya sebelum terlambat.
Penyesalan yang Tak Berguna dan Balasan Adil (Ayat 56-61)
Bagian ini menggambarkan dengan sangat gamblang penyesalan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang lalai dan mendustakan di Hari Kiamat, ketika kesempatan untuk bertaubat sudah tidak ada lagi. Ini juga menunjukkan balasan yang adil dari Allah, di mana wajah-wajah akan menjadi saksi atas amal perbuatan di dunia.
"Agar jangan ada yang berkata, 'Alangkah besarnya penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, padahal aku termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah),'" (Az-Zumar: 56). Ayat ini menggambarkan ucapan penyesalan yang mendalam dari seorang hamba di Hari Kiamat. Dia menyesali kelalaiannya dalam menjalankan perintah Allah, dan terlebih lagi, dia juga mengakui bahwa dirinya termasuk orang-orang yang dahulu sering memperolok-olokkan agama Allah. Penyesalan ini datang terlambat, ketika tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat baik atau bertaubat. Ini adalah gambaran tragis dari mereka yang menyia-nyiakan hidup di dunia.
"Atau (agar jangan ada yang berkata), 'Sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa,'" (Az-Zumar: 57). Ini adalah bentuk penyesalan lain. Seseorang mungkin berkata, "Seandainya Allah memberiku petunjuk (lagi di dunia), tentulah aku akan menjadi orang-orang yang bertakwa." Ini adalah klaim yang tidak akan berguna, karena Allah telah menurunkan petunjuk, dan manusia diberi kebebasan untuk memilih. Allah tidak pernah memaksa seseorang untuk beriman atau kafir. Justru, petunjuk telah datang, namun mereka menolaknya. Di akhirat, segala dalih akan menjadi sia-sia.
"Atau (agar jangan ada yang berkata), 'Sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), tentu aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.'" (Az-Zumar: 58). Bentuk penyesalan ketiga adalah keinginan untuk kembali ke dunia agar bisa berbuat baik. Ini adalah keinginan yang paling umum dari penghuni neraka, yaitu meminta kesempatan kedua. Namun, keinginan ini tidak akan pernah terkabul. Pintu kembali ke dunia telah tertutup rapat, dan waktu yang telah berlalu tidak akan bisa diulang. Ini menekankan pentingnya memanfaatkan setiap detik kehidupan di dunia untuk berbuat kebaikan.
Allah kemudian menjawab semua penyesalan dan dalih ini dengan tegas: "(Bukan demikian!) Sesungguhnya telah datang kepadamu ayat-ayat-Ku, lalu kamu mendustakannya, dan kamu menyombongkan diri serta kamu termasuk orang-orang kafir." (Az-Zumar: 59). Allah mengingatkan bahwa petunjuk, ayat-ayat-Nya, telah datang kepada mereka di dunia. Namun, mereka memilih untuk mendustakannya, menyombongkan diri, dan tetap berada dalam kekafiran. Oleh karena itu, penyesalan mereka adalah sia-sia karena itu adalah hasil dari pilihan sadar mereka sendiri.
"Dan pada Hari Kiamat engkau akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, muka mereka menjadi hitam. Bukankah di neraka Jahanam itu ada tempat tinggal bagi orang-orang yang menyombongkan diri?" (Az-Zumar: 60). Pada Hari Kiamat, orang-orang yang mendustakan Allah, yang berbohong tentang agama-Nya, dan yang tidak menunaikan kewajiban-Nya, muka mereka akan menjadi hitam (gelap). Ini adalah tanda kehinaan, kekecewaan, dan azab yang telah menimpa mereka. Ayat ini juga menegaskan bahwa neraka Jahannam adalah tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri, mereka yang menolak kebenaran karena angkuh.
"Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka; mereka tidak akan disentuh azab dan mereka tidak akan bersedih hati." (Az-Zumar: 61). Berbeda dengan orang-orang zalim, Allah akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka dalam ujian kehidupan dunia. Kemenangan mereka adalah karena keimanan, ketaatan, dan kesabaran mereka. Mereka tidak akan disentuh oleh azab neraka, dan mereka tidak akan merasakan kesedihan atau ketakutan sedikit pun. Mereka akan hidup dalam kebahagiaan abadi. Ini adalah janji yang mulia bagi mereka yang memilih jalan takwa.
Bagian ini memberikan gambaran yang jelas tentang realitas di akhirat, di mana penyesalan tidak akan berguna dan setiap jiwa akan menghadapi konsekuensi dari pilihannya. Kontras antara wajah yang hitam dan orang-orang yang selamat tanpa kesedihan merupakan motivasi kuat bagi kita untuk senantiasa berpegang pada kebenaran dan takwa selama masih ada kesempatan di dunia ini.
Kekuasaan Absolut dan Larangan Syirik yang Tegas (Ayat 62-67)
Bagian ini secara eksplisit menegaskan kembali kekuasaan mutlak Allah sebagai Pencipta dan Pemilik segala sesuatu, serta memberikan peringatan keras tentang bahaya syirik yang dapat menghancurkan semua amal kebaikan.
"Allah Pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu." (Az-Zumar: 62). Ayat ini adalah pernyataan fundamental tentang keesaan dan kekuasaan Allah. Dialah satu-satunya Pencipta (Khalik) segala sesuatu, tidak ada yang lain yang ikut serta dalam penciptaan. Dan Dia juga Maha Pemelihara (Wakil) atas segala sesuatu, artinya Dialah yang mengatur, mengelola, dan memelihara seluruh alam semesta. Tidak ada satu pun partikel di alam semesta ini yang luput dari pengawasan dan pengaturan-Nya. Ini adalah pondasi kuat bagi keyakinan tauhid.
"Milik-Nya lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 63). Ungkapan "kunci-kunci langit dan bumi" adalah metafora yang sangat kuat, menunjukkan bahwa segala sumber daya, karunia, dan pengaturan di langit dan di bumi berada sepenuhnya di tangan Allah. Rezeki, hujan, kehidupan, kematian, semua keputusan dan nasib, semuanya ada pada-Nya. Tidak ada yang bisa membuka atau menutup tanpa izin-Nya. Setelah penegasan ini, Allah kembali memperingatkan bahwa orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat-Nya adalah orang-orang yang merugi, karena mereka menolak sumber kebaikan dan keberuntungan yang hakiki.
"Katakanlah (Muhammad), 'Apakah (patut) kamu menyuruhku menyembah selain Allah, wahai orang-orang bodoh?'" (Az-Zumar: 64). Ayat ini adalah seruan tegas dari Nabi Muhammad ﷺ kepada orang-orang musyrik, dengan nada mencela kebodohan mereka. Bagaimana mungkin mereka menyuruh seorang Nabi untuk menyembah selain Allah, padahal Nabi telah membawa bukti-bukti keesaan-Nya yang begitu jelas? Ini menunjukkan betapa tidak masuk akalnya ajakan syirik, yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak menggunakan akalnya.
"Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) sebelummu, 'Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan gugur amalmu dan sungguh engkau termasuk orang-orang yang rugi.'" (Az-Zumar: 65). Ayat ini adalah peringatan yang sangat serius, tidak hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ, tetapi juga kepada seluruh Nabi dan manusia. Peringatan ini menegaskan bahwa dosa syirik (menyekutukan Allah) adalah dosa yang paling besar dan paling berbahaya. Jika seseorang, bahkan seorang Nabi sekalipun (ini adalah bentuk penekanan yang ekstrim), sampai mempersekutukan Allah, maka semua amal kebaikannya akan gugur dan menjadi sia-sia. Syirik menghancurkan dasar-dasar keimanan dan membatalkan semua pahala. Ini adalah kerugian yang paling besar di dunia dan akhirat.
"Karena itu, hanya Allah sajalah yang patut kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (Az-Zumar: 66). Setelah peringatan keras tentang syirik, Allah kembali menegaskan bahwa hanya Dialah satu-satunya yang patut disembah. Dan sebagai konsekuensi dari ibadah yang murni ini, manusia wajib menjadi orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat-Nya. Syukur adalah bentuk ibadah, pengakuan akan karunia Allah, dan menjauhi syirik adalah manifestasi dari syukur yang paling utama.
"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada Hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan." (Az-Zumar: 67). Ayat ini adalah teguran bagi mereka yang tidak mengagungkan Allah sesuai dengan kebesaran-Nya. Ini adalah sindiran tajam kepada orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah, menunjukkan betapa kecilnya sembahan-sembahan mereka dibandingkan dengan kekuasaan Allah yang tak terbatas. Allah menggambarkan kebesaran-Nya pada Hari Kiamat: seluruh bumi berada dalam genggaman-Nya, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Ini adalah gambaran yang menunjukkan kekuasaan absolut dan kemahadahsyatan Allah yang tidak ada tandingannya. Dia Maha Suci dari segala bentuk sekutu dan Maha Tinggi dari segala sifat kekurangan yang disematkan kepada-Nya oleh kaum musyrikin.
Secara keseluruhan, bagian ini menegaskan kembali tauhid secara mutlak, memproklamirkan kekuasaan Allah yang tak terbatas atas seluruh alam semesta, dan memberikan peringatan paling keras tentang bahaya syirik yang dapat menghapus semua amal. Ini adalah fondasi iman yang kokoh, mendorong setiap mukmin untuk mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan.
Hari Kiamat: Tiupan Sangkakala dan Penentuan Takdir (Ayat 68-75)
Bagian penutup Surah Az-Zumar ini memberikan gambaran yang sangat dramatis dan rinci tentang Hari Kiamat, dimulai dari tiupan sangkakala yang membinasakan, kebangkitan kembali, penghisaban yang adil, hingga pengelompokan manusia ke neraka dan surga. Inilah puncak pesan peringatan dan janji dalam surah ini.
"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup lagi sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri (dari kuburnya) menunggu (putusan Allah)." (Az-Zumar: 68). Ayat ini menggambarkan dua tiupan sangkakala yang maha dahsyat. Tiupan pertama akan menyebabkan semua makhluk di langit dan di bumi mati, kecuali beberapa yang dikehendaki Allah (seperti malaikat tertentu). Ini adalah akhir dari kehidupan dunia. Setelah itu, akan ada jeda yang hanya Allah ketahui lamanya. Kemudian, tiupan sangkakala kedua akan membangkitkan semua makhluk dari kematian, dan mereka akan berdiri dari kubur mereka, menanti putusan Allah. Ini adalah awal dari kehidupan akhirat, Hari Kebangkitan yang dijanjikan.
"Dan bumi (pada hari itu) menjadi terang benderang dengan cahaya Tuhannya; dan diberikanlah Kitab (catatan amal); dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi; lalu diberikan keputusan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak dizalimi sedikit pun." (Az-Zumar: 69). Pada Hari Kiamat, bumi akan menjadi terang benderang dengan cahaya keadilan Allah. Ini adalah cahaya yang berbeda dari cahaya matahari, menunjukkan kebesaran dan kehadiran-Nya. Kemudian, "Kitab" (catatan amal) akan diberikan kepada setiap individu, yang berisi setiap perbuatan yang telah mereka lakukan di dunia. Para nabi akan didatangkan sebagai saksi bahwa mereka telah menyampaikan risalah, dan saksi-saksi lain (seperti malaikat, anggota tubuh, atau bahkan bumi) juga akan dihadirkan. Setelah itu, putusan akan diberikan dengan adil, tanpa ada sedikit pun kezaliman. Setiap orang akan menerima balasan yang sesuai dengan perbuatannya.
"Dan setiap jiwa akan diberi balasan penuh atas apa yang telah dikerjakannya, dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Az-Zumar: 70). Setiap jiwa akan menerima balasan penuh, baik kebaikan maupun keburukan, tanpa dikurangi sedikitpun. Allah Maha Mengetahui segala yang telah dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya, bahkan yang tersembunyi dalam hati sekalipun.
"Dan orang-orang kafir digiring ke neraka Jahanam dalam rombongan-rombongan (zumar). Sehingga apabila mereka sampai kepadanya, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, 'Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu pertemuan pada hari (Kiamat) ini?' Mereka menjawab, 'Benar, telah datang.' Tetapi telah pasti ketentuan azab bagi orang-orang kafir." (Az-Zumar: 71). Inilah momen di mana nama surah ini menemukan penjelasannya. Orang-orang kafir akan digiring menuju neraka Jahannam dalam "rombongan-rombongan" yang ramai dan hina. Ketika mereka sampai di gerbang neraka, pintu-pintu akan dibukakan, dan para penjaga neraka (malaikat Zabaniyah) akan bertanya kepada mereka dengan nada mencela: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu yang menyampaikan ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan tentang hari ini?" Mereka akan menjawab, "Benar, telah datang." Ini adalah pengakuan atas kebenaran risalah, namun sudah terlambat. Oleh karena itu, ketetapan azab bagi orang-orang kafir sudah pasti.
"Dikatakan (kepada mereka), 'Masuklah pintu-pintu Jahanam itu, kamu kekal di dalamnya. Maka (itulah) seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang sombong.'" (Az-Zumar: 72). Mereka diperintahkan untuk masuk melalui pintu-pintu Jahannam, di mana mereka akan kekal di dalamnya. Inilah tempat tinggal terburuk bagi orang-orang yang sombong, yang menolak kebenaran karena keangkuhan mereka di dunia.
"Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka digiring ke surga dalam rombongan-rombongan (zumar). Sehingga apabila mereka sampai kepadanya dan pintu-pintunya telah dibuka, berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, 'Kesejahteraan dilimpahkan kepadamu, berbahagialah kamu! Maka masuklah kamu ke dalamnya, sedang kamu kekal di dalamnya.'" (Az-Zumar: 73). Berbeda dengan orang-orang kafir, orang-orang yang bertakwa akan digiring ke surga dalam "rombongan-rombongan" yang penuh kemuliaan. Ketika mereka tiba di gerbang surga, pintu-pintu telah terbuka lebar, dan para penjaga surga (malaikat Ridhwan) akan menyambut mereka dengan ucapan salam: "Kesejahteraan dilimpahkan kepadamu, berbahagialah kamu!" Ini adalah sambutan yang penuh kehormatan dan kebahagiaan. Mereka akan dipersilakan masuk ke dalam surga, di mana mereka akan kekal di dalamnya. Ini adalah janji kebahagiaan abadi bagi orang-orang yang memilih jalan takwa.
"Dan mereka berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberi kami tempat ini untuk kami diami di surga ini di mana saja kami kehendaki. Maka (surga) itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.'" (Az-Zumar: 74). Penghuni surga akan bersyukur dan memuji Allah karena Dia telah memenuhi janji-Nya. Mereka akan diberi kebebasan untuk tinggal di surga di mana saja mereka kehendaki, menunjukkan luasnya kenikmatan dan keleluasaan di sana. Mereka akan mengakui bahwa surga adalah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal saleh di dunia.
"Dan engkau (Muhammad) akan melihat para malaikat mengelilingi Arasy (singgasana Allah), bertasbih dengan memuji Tuhan mereka; dan telah diputuskan di antara hamba-hamba (Allah) dengan adil; dan diucapkanlah, 'Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.'" (Az-Zumar: 75). Surah ini ditutup dengan gambaran megah tentang para malaikat yang mengelilingi Arasy Allah, bertasbih dan memuji-Nya. Ini adalah pemandangan yang menunjukkan keagungan dan kemuliaan Allah. Segala keputusan telah ditetapkan dengan adil di antara semua hamba-Nya. Dan sebagai penutup, diucapkanlah "Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." Ini adalah penutup yang sempurna, menegaskan kembali keesaan, keadilan, dan kebesaran Allah, di mana semua alam mengakui dan memuji-Nya setelah segala sesuatu diputuskan.
Bagian akhir Surah Az-Zumar ini adalah klimaks dari seluruh pesan. Ini adalah gambaran yang sangat kuat, penuh peringatan bagi yang lalai dan janji indah bagi yang beriman, mendorong kita untuk merenungkan akhirat dan beramal shalih selama hidup di dunia ini, agar kita termasuk dalam rombongan yang digiring menuju surga.
Kesimpulan: Pesan Abadi Surah Az-Zumar
Surah Az-Zumar, dengan 75 ayatnya yang penuh makna, adalah sebuah masterpiece retorika Al-Qur'an yang secara komprehensif membahas inti ajaran Islam. Dari awal hingga akhir, surah ini mengajak manusia untuk merenungi hakikat keberadaan, tujuan hidup, dan akhir dari segala perjalanan. Pesan-pesan yang terkandung di dalamnya tidak lekang oleh waktu, tetap relevan bagi setiap individu di setiap zaman dan tempat.
Tauhid sebagai Fondasi: Inti dari Surah Az-Zumar adalah penegasan tauhid (keesaan Allah). Surah ini berulang kali menantang kemusyrikan dengan argumentasi rasional yang kuat, mulai dari keajaiban penciptaan alam semesta hingga proses rumit penciptaan manusia. Allah bukan hanya Pencipta, tetapi juga Pengatur dan Pemilik mutlak "kunci-kunci" langit dan bumi. Menyembah selain Dia, atau bahkan menganggap ada yang memiliki kekuatan serupa dengan-Nya, adalah bentuk kebodohan dan kezaliman terbesar yang akan menghapus semua amal kebaikan.
Rahmat dan Ampunan Allah yang Luas: Salah satu puncak keindahan surah ini adalah ayat 53, yang menjadi oase harapan bagi setiap pendosa. "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni oleh Allah, asalkan hamba itu kembali kepada-Nya dengan taubat yang tulus. Ini adalah bukti kasih sayang Allah yang tak terbatas, sebuah ajakan untuk kembali sebelum terlambat.
Urgensi Taubat dan Mengikuti Petunjuk: Seiring dengan janji ampunan, surah ini juga memberikan peringatan keras akan urgensi taubat dan mengikuti petunjuk Allah (Al-Qur'an). Datangnya azab yang tiba-tiba, penyesalan di Hari Kiamat yang tidak lagi berguna, dan keinginan sia-sia untuk kembali ke dunia adalah motivasi kuat bagi setiap hamba untuk segera berbenah diri. Waktu di dunia adalah singkat, dan setiap kesempatan untuk berbuat baik harus dimanfaatkan.
Kontras Takdir di Hari Kiamat: Nama surah "Az-Zumar" sendiri menjadi klimaks dari narasi ini, menggambarkan dua rombongan manusia yang akan digiring pada Hari Kiamat: rombongan orang-orang kafir yang penuh kehinaan menuju Jahannam, dan rombongan orang-orang bertakwa yang penuh kemuliaan menuju surga. Gambaran ini bukan sekadar cerita, melainkan sebuah realitas yang pasti akan terjadi, sebuah manifestasi dari keadilan ilahi yang sempurna. Setiap jiwa akan dibalas sesuai dengan amal perbuatannya, tanpa ada sedikit pun kezaliman.
Pelajaran bagi Akal Sehat: Surah ini berulang kali memanggil "ulul albab" (orang-orang yang mempunyai akal sehat) untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, hikmah di balik siklus kehidupan dan kematian, serta kebenaran Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa iman dalam Islam bukanlah sekadar kepercayaan buta, melainkan hasil dari perenungan mendalam dan penggunaan akal yang sehat untuk memahami ayat-ayat Allah.
Surah Az-Zumar pada akhirnya adalah panggilan untuk memilih jalan yang benar. Ia adalah penuntun menuju ketenangan jiwa dalam tauhid, kekuatan dalam tawakal, dan harapan dalam rahmat Allah. Semoga kita semua termasuk dalam rombongan orang-orang yang bertakwa, yang digiring ke surga dengan penuh kemuliaan, dan mengucapkan, "Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."