Babad Tanah Jawi, sebuah karya sastra epik yang merekam sejarah, legenda, dan silsilah raja-raja di Pulau Jawa, telah menjadi sumber informasi dan inspirasi yang tak ternilai bagi banyak generasi. Namun, di balik narasi panjangnya, terselip sebuah pertanyaan fundamental yang seringkali membingungkan: siapa sebenarnya pengarang dari kitab bersejarah ini?
Menelusuri jejak pengarang Babad Tanah Jawi bukanlah perkara mudah. Karya ini tidaklah seperti novel modern yang biasanya memiliki satu nama penulis yang jelas tercantum di sampul. Sebaliknya, Babad Tanah Jawi merupakan sebuah naskah yang berkembang dan disalin berulang kali selama berabad-abad. Hal ini menyebabkan berbagai versi naskah beredar, masing-masing dengan sedikit perbedaan dalam redaksi dan penambahan konten.
Para ahli sejarah dan filologi berpendapat bahwa Babad Tanah Jawi kemungkinan besar tidak memiliki satu pengarang tunggal. Konsep penulisan karya monumental pada masa lampau seringkali bersifat komunal atau dihasilkan melalui proses penyusunan bertahap. Ada kemungkinan bahwa naskah awal diciptakan oleh satu atau beberapa penulis pada masa tertentu, kemudian disalin, diperkaya, dan diedit oleh para juru tulis, pujangga, atau pihak lain di masa-masa berikutnya. Proses penyalinan ini seringkali tidak hanya sekadar meniru, tetapi juga melibatkan penambahan cerita, interpretasi, bahkan penyesuaian agar sesuai dengan konteks zaman baru.
Salah satu nama yang sering dikaitkan dengan penyusunan Babad Tanah Jawi adalah Raden Ngabehi Yasadipura I. Beliau adalah seorang pujangga besar pada masa Kesultanan Surakarta di akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Yasadipura I dikenal memiliki peran penting dalam menyusun dan memperbaiki berbagai naskah kuno, termasuk yang berkaitan dengan sejarah dan kepujanggaan Jawa. Ada dugaan kuat bahwa versi Babad Tanah Jawi yang banyak kita kenal saat ini adalah hasil polesan atau penyempurnaan di bawah bimbingannya, atau setidaknya merujuk pada naskah yang beliau kerjakan.
Namun, perlu diingat, ini tidak berarti Yasadipura I adalah pencipta orisinal Babad Tanah Jawi dari nol. Kemungkinan besar, beliau bekerja dengan materi naskah yang sudah ada sebelumnya, yang mungkin berasal dari periode yang lebih tua, bahkan dari masa Mataram Islam atau sebelumnya. Naskah-naskah awal ini bisa jadi merupakan catatan peristiwa, babad lisan yang diturunkan, atau tulisan-tulisan parsial yang kemudian dihimpun dan disusun kembali menjadi sebuah karya yang lebih koheren.
Proses penulisan babad pada masa itu juga seringkali dilakukan oleh para pujangga kraton yang memiliki akses terhadap arsip, tradisi lisan, dan pengetahuan sejarah yang dijaga ketat. Mereka bertugas untuk mendokumentasikan kekuasaan, legitimasi raja, dan peristiwa penting agar dapat menjadi pedoman bagi generasi penerus dan penguasa di masa mendatang. Oleh karena itu, penulisan babad seringkali memiliki bias tertentu yang mencerminkan kepentingan penguasa pada saat itu.
Karakteristik Babad Tanah Jawi sebagai naskah yang "hidup" dan terus berkembang menjadi kunci untuk memahami misteri pengarangnya. Setiap penyalinan bisa saja menambahkan detail baru, menghilangkan bagian yang dianggap kurang relevan, atau bahkan mengubah gaya bahasa. Hal ini membuat penentuan satu "pengarang" menjadi problematis.
Para peneliti yang mempelajari berbagai manuskrip Babad Tanah Jawi menemukan variasi yang signifikan. Beberapa naskah mungkin lebih fokus pada periode kerajaan tertentu, sementara yang lain mencakup rentang sejarah yang lebih luas. Perbedaan ini mengindikasikan adanya beberapa "versi" Babad Tanah Jawi yang disusun oleh individu atau kelompok yang berbeda di waktu yang berbeda pula. Keterlibatan banyak tangan dalam proses penulisan dan penyalinan ini adalah hal yang lazim dalam tradisi penulisan manuskrip Melayu dan Jawa.
Meskipun demikian, nama Raden Ngabehi Yasadipura I tetap memegang posisi penting sebagai tokoh yang sangat mungkin berperan dalam merumuskan bentuk akhir dari banyak versi Babad Tanah Jawi yang sampai kepada kita hari ini. Beliau adalah seorang maestro dalam mengolah dan menyusun kembali kekayaan sastra Jawa, memberikan kontribusi besar dalam pelestarian sejarah dan budaya melalui karya-karyanya yang monumental.
Jadi, alih-alih mencari satu nama tunggal, lebih tepat untuk memahami Babad Tanah Jawi sebagai sebuah warisan kolektif, sebuah karya yang lahir dari pergulatan sejarah, pemikiran para pujangga, dan tangan-tangan juru tulis yang silih berganti. Misteri pengarangnya justru memperkaya nilai historis dan kebudayaannya, menunjukkan betapa dinamisnya tradisi tulis di Jawa pada masa lampau.