Harga Ayam Bertelur: Faktor, Fluktuasi, dan Prediksi Pasar
Industri peternakan ayam petelur merupakan salah satu sektor vital dalam penyediaan pangan hewani di Indonesia. Telur, sebagai produk utama dari ayam petelur, adalah sumber protein hewani yang terjangkau dan digemari oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, stabilitas harga telur di pasaran sangat bergantung pada berbagai faktor, salah satunya adalah harga dari ayam petelur itu sendiri, baik sebagai bibit, pullet, maupun ayam afkir. Memahami dinamika harga ayam bertelur menjadi krusial tidak hanya bagi peternak, tetapi juga bagi konsumen, distributor, dan pemerintah.
Harga ayam bertelur tidaklah statis. Ia merupakan hasil interaksi kompleks dari berbagai variabel, mulai dari faktor mikro di tingkat peternakan hingga faktor makro ekonomi global. Fluktuasi harga ini bisa sangat signifikan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi margin keuntungan peternak, daya beli konsumen, bahkan kestabilan pangan nasional. Artikel ini akan mengupas tuntas faktor-faktor kunci yang mempengaruhi harga ayam bertelur, bagaimana fluktuasinya terjadi, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan menstabilkan harga di pasar.
Faktor-faktor Utama yang Mempengaruhi Harga Ayam Bertelur
Harga ayam bertelur merupakan cerminan dari biaya produksi, permintaan pasar, dan berbagai kondisi eksternal. Berikut adalah analisis mendalam mengenai faktor-faktor yang berperan dalam menentukan harga tersebut:
1. Biaya Pakan
Pakan adalah komponen biaya terbesar dalam produksi ayam petelur, bisa mencapai 60-70% dari total biaya operasional. Harga pakan sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku utamanya seperti jagung, bungkil kedelai (Soybean Meal/SBM), dan bahan tambahan lainnya. Fluktuasi harga komoditas global, nilai tukar mata uang, serta kondisi panen lokal sangat menentukan harga pakan.
- Harga Jagung: Jagung adalah sumber energi utama dalam pakan. Indonesia masih mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan, sehingga harga jagung global dan kebijakan impor sangat berpengaruh. Kondisi panen lokal yang tidak stabil atau masalah distribusi dapat menyebabkan kenaikan harga jagung di tingkat nasional.
- Harga Bungkil Kedelai (SBM): SBM adalah sumber protein utama. Sebagian besar SBM juga diimpor, sehingga harganya sangat sensitif terhadap harga kedelai dunia (terutama dari Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina) serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
- Bahan Baku Lainnya: Tepung ikan, meat and bone meal (MBM), dicalcium phosphate (DCP), vitamin, dan mineral juga menyumbang pada biaya pakan. Ketersediaan dan harga bahan-bahan ini, baik yang lokal maupun impor, turut mempengaruhi total biaya pakan.
- Formulasi Pakan: Peternak atau pabrik pakan terus berupaya mengoptimalkan formulasi untuk mencapai nutrisi terbaik dengan biaya terendah. Perubahan harga satu bahan baku dapat memicu reformulasi pakan yang berujung pada perubahan total biaya. Efisiensi konversi pakan (FCR) juga sangat penting; semakin rendah FCR, semakin efisien penggunaan pakan per kilogram telur atau per ekor ayam.
2. Harga Bibit Ayam (DOC Pullet)
Harga Day Old Chick (DOC) pullet atau bibit ayam umur sehari untuk dipelihara hingga dewasa sebagai ayam petelur adalah komponen biaya awal yang signifikan. Harga DOC dipengaruhi oleh ketersediaan di peternakan pembibitan (grand parent stock dan parent stock), permintaan pasar, serta biaya operasional hatchery. Jika pasokan DOC terbatas atau permintaan melonjak, harganya akan naik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga ayam petelur dewasa.
- Kapasitas Produksi Hatchery: Jumlah DOC yang bisa diproduksi oleh hatchery ditentukan oleh jumlah parent stock yang tersedia. Jika ada masalah pada parent stock (misalnya penyakit atau masalah reproduksi), pasokan DOC bisa berkurang.
- Musiman: Permintaan DOC cenderung meningkat pada periode tertentu, seperti setelah hari raya besar atau saat peternak melakukan peremajaan kandang secara serentak.
- Kualitas Bibit: Bibit dari strain unggul dengan performa genetik yang baik (tinggi produksi telur, FCR rendah, daya tahan penyakit) biasanya memiliki harga lebih tinggi, namun diimbangi dengan potensi keuntungan yang lebih besar di kemudian hari.
3. Biaya Operasional Lainnya
Selain pakan dan bibit, ada banyak biaya operasional lain yang berkontribusi pada harga pokok produksi ayam petelur:
- Obat-obatan dan Vaksin: Kesehatan ayam sangat penting untuk produksi telur yang optimal. Biaya vaksinasi rutin, vitamin, suplemen, dan obat-obatan (terutama jika terjadi wabah penyakit) bisa menjadi beban yang cukup besar. Program biosekuriti yang ketat juga memerlukan investasi.
- Listrik dan Air: Kandang modern membutuhkan listrik untuk pencahayaan (program pencahayaan untuk stimulasi telur), ventilasi, dan sistem pendingin. Air juga penting untuk minum dan sanitasi. Harga listrik dan ketersediaan air bersih mempengaruhi biaya ini.
- Tenaga Kerja: Gaji karyawan, tunjangan, dan biaya pelatihan juga merupakan bagian dari biaya produksi. Efisiensi tenaga kerja menjadi penting, terutama di peternakan skala besar.
- Depresiasi Kandang dan Peralatan: Investasi awal untuk kandang, tempat pakan, tempat minum, sistem pengumpul telur, dan peralatan lainnya perlu diperhitungkan sebagai biaya depresiasi dalam jangka panjang.
- Biaya Transportasi: Pengiriman pakan ke peternakan dan pengiriman telur ke pasar membutuhkan biaya transportasi yang signifikan, terutama jika lokasi peternakan jauh dari pusat distribusi atau pabrik pakan. Harga bahan bakar sangat mempengaruhi komponen ini.
4. Permintaan dan Penawaran Telur
Harga ayam petelur tidak bisa dilepaskan dari harga telur itu sendiri. Jika harga telur sedang tinggi, peternak cenderung menahan ayamnya lebih lama atau membeli bibit lebih banyak, sehingga permintaan ayam petelur meningkat. Sebaliknya, jika harga telur jatuh, peternak mungkin akan menjual ayam afkir lebih cepat atau menunda pembelian bibit baru, yang dapat menekan harga ayam petelur.
- Musiman: Permintaan telur biasanya melonjak menjelang hari raya besar (Idul Fitri, Natal, Tahun Baru) dan acara keagamaan, yang dapat menaikkan harga telur dan pada akhirnya mempengaruhi valuasi ayam petelur.
- Populasi Ayam Petelur Nasional: Jika populasi ayam petelur di seluruh Indonesia berlebihan (oversupply), harga telur akan cenderung turun. Sebaliknya, jika populasi berkurang (misalnya karena wabah penyakit atau pengurangan produksi), harga telur akan naik. Pemerintah seringkali berupaya mengatur populasi ini melalui kebijakan DO (Day Old Chick) atau program afkir dini.
- Daya Beli Masyarakat: Kondisi ekonomi makro, inflasi, dan tingkat pendapatan masyarakat mempengaruhi daya beli terhadap telur. Jika daya beli rendah, permintaan telur bisa berkurang.
5. Kebijakan Pemerintah
Intervensi pemerintah dapat secara signifikan mempengaruhi harga ayam petelur:
- Kebijakan Impor Bahan Baku Pakan: Kebijakan terkait impor jagung, SBM, dan bahan baku lainnya akan langsung mempengaruhi biaya pakan. Pembatasan impor tanpa diimbangi pasokan lokal yang memadai dapat memicu kenaikan harga.
- Harga Acuan: Pemerintah sering menetapkan harga acuan atau harga eceran tertinggi (HET) untuk telur. Meskipun ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen, pada praktiknya dapat menekan harga di tingkat peternak dan mempengaruhi keputusan mereka dalam memelihara ayam.
- Regulasi Populasi Ayam: Kebijakan mengenai pembatasan populasi DOC atau program afkir dini (culling) bertujuan untuk menjaga keseimbangan pasokan telur di pasar dan menstabilkan harga.
- Bantuan dan Subsidi: Program subsidi pakan atau bantuan modal untuk peternak dapat membantu mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga ayam petelur.
- Pengawasan Penyakit Hewan: Program pemerintah dalam pencegahan dan pengendalian penyakit seperti Avian Influenza (AI) atau Newcastle Disease (ND) sangat penting. Wabah penyakit dapat menyebabkan kerugian besar, penurunan produksi, dan pada akhirnya mempengaruhi harga ayam petelur dan telur.
6. Kondisi Iklim dan Penyakit
Faktor alamiah memiliki dampak yang tidak bisa diabaikan:
- Iklim Ekstrem: Gelombang panas dapat menyebabkan heat stress pada ayam, menurunkan nafsu makan, mengurangi produksi telur, dan bahkan meningkatkan angka kematian. Musim hujan yang berkepanjangan dapat menyulitkan distribusi pakan dan telur, serta meningkatkan risiko penyakit.
- Wabah Penyakit: Munculnya wabah penyakit seperti AI atau ND dapat menyebabkan kematian massal, pengafkiran paksa, dan penurunan produksi telur yang drastis. Hal ini akan mengurangi pasokan ayam petelur dan telur di pasar, yang berpotensi menaikkan harga, namun juga menyebabkan kerugian finansial besar bagi peternak.
- Biosekuriti: Investasi dalam sistem biosekuriti yang kuat adalah kunci untuk mencegah penyebaran penyakit, namun ini juga menambah komponen biaya.
7. Persaingan Pasar dan Rantai Distribusi
Struktur pasar dan efisiensi rantai distribusi juga memainkan peran. Jika pasar didominasi oleh sedikit pemain besar (oligopoli), mereka mungkin memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga. Rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien dapat menambah biaya dan menyebabkan disparitas harga antara peternak dan konsumen.
- Tingkat Integrasi: Beberapa perusahaan besar memiliki peternakan terintegrasi dari hulu (pembibitan, pakan) hingga hilir (pengolahan, distribusi). Ini memberi mereka keuntungan biaya dan kemampuan untuk menstabilkan harga internal.
- Peran Pedagang Perantara: Jumlah dan margin keuntungan pedagang perantara antara peternak dan konsumen akhir dapat mempengaruhi harga jual di tingkat konsumen.
- Teknologi Distribusi: Penggunaan teknologi untuk logistik dan distribusi yang lebih efisien dapat membantu menekan biaya dan menjaga kesegaran produk.
Fluktuasi Harga Ayam Bertelur di Pasar
Fluktuasi harga ayam bertelur di Indonesia seringkali menunjukkan pola tertentu, meskipun bisa juga tidak terduga karena faktor-faktor di luar kendali.
Pola Musiman
Seperti telah disebutkan, hari raya besar dan acara keagamaan seringkali menjadi pemicu kenaikan permintaan telur. Peternak yang mengantisipasi ini mungkin akan merencanakan populasi ayamnya agar puncak produksi telur jatuh pada periode tersebut. Namun, jika terlalu banyak peternak melakukan hal yang sama, bisa terjadi oversupply yang justru menekan harga.
Dampak Kejutan Ekonomi dan Lingkungan
Krisis ekonomi, depresiasi nilai tukar rupiah, atau kenaikan harga bahan bakar global dapat secara tiba-tiba meningkatkan biaya produksi dan menaikkan harga ayam bertelur. Demikian pula, bencana alam atau wabah penyakit dapat menyebabkan kerugian besar dan fluktuasi harga yang signifikan dalam waktu singkat.
Siklus Produksi
Ayam petelur memiliki siklus produksi. Setelah periode puncak produksi, produksi telur akan menurun. Peternak kemudian akan memutuskan kapan harus mengafkir ayam tersebut. Jika banyak peternak mengafkir ayam secara bersamaan, pasokan ayam afkir akan meningkat, dan harganya cenderung turun. Sebaliknya, jika peternak menahan ayam karena harga telur masih menguntungkan, pasokan ayam afkir bisa berkurang, sehingga harganya relatif stabil atau naik.
Peran Ayam Bertelur dalam Ekosistem Peternakan
Ayam bertelur memiliki beberapa tahapan harga yang berbeda, tergantung pada fase kehidupannya dan tujuan penjualannya:
1. Harga DOC Pullet (Day Old Chick Pullet)
Ini adalah harga bibit ayam umur sehari yang akan dipelihara untuk menjadi ayam petelur. Harga ini penting sebagai indikator investasi awal bagi peternak. Kualitas DOC sangat menentukan performa ayam di masa depan, termasuk tingkat kematian, pertumbuhan, dan produksi telur. Peternak yang bijak akan memilih DOC dari sumber terpercaya meskipun harganya sedikit lebih tinggi, demi menghindari kerugian jangka panjang.
- Indikator Kesehatan dan Genetik: DOC yang sehat dan berasal dari genetik unggul akan memiliki harga lebih tinggi, tetapi menjanjikan produktivitas yang optimal.
- Pengaruh Terhadap Biaya Total: Meskipun hanya biaya awal, pilihan DOC akan mempengaruhi seluruh rantai biaya produksi selanjutnya, termasuk efisiensi pakan dan penggunaan obat.
2. Harga Pullet (Ayam Dara)
Pullet adalah ayam petelur muda yang mendekati masa produksi telur (biasanya umur 14-18 minggu). Peternak bisa membeli pullet daripada DOC untuk mengurangi risiko pemeliharaan di fase awal dan mempersingkat waktu hingga produksi telur. Harga pullet tentu lebih tinggi dari DOC karena sudah ada biaya pakan, tenaga kerja, obat, dan depresiasi kandang yang tertanam di dalamnya.
- Pengurangan Risiko: Membeli pullet mengurangi risiko kematian di masa brooding dan grower.
- Waktu Produksi Lebih Cepat: Peternak dapat langsung fokus pada fase produksi telur.
- Investasi Lebih Besar: Harga pullet mencerminkan semua biaya pemeliharaan hingga usia tersebut, sehingga modal awal yang dibutuhkan lebih besar.
3. Harga Ayam Petelur Produktif
Ayam petelur yang sedang dalam puncak produksi jarang diperjualbelikan secara massal antar peternak, kecuali dalam kasus khusus seperti merger peternakan atau penutupan usaha. Namun, nilai ayam ini dihitung berdasarkan potensi produksi telur yang tersisa dan harga telur di pasaran. Jika harga telur tinggi, nilai ayam petelur produktif juga akan tinggi.
- Penentu Profitabilitas: Harga ayam petelur produktif, meskipun tidak langsung diperjualbelikan, secara implisit menentukan tingkat keuntungan peternak melalui produksi telurnya.
- Manajemen Kandang: Efisiensi manajemen kandang akan mempengaruhi berapa lama seekor ayam dapat mempertahankan produktivitas puncaknya, yang berdampak pada nilai ekonomisnya.
4. Harga Ayam Afkir (Ayam Petelur Tua)
Setelah melewati masa produktif atau ketika produksi telur sudah tidak efisien (misalnya, setelah 80-90 minggu produksi), ayam petelur akan diafkir. Ayam afkir ini biasanya dijual sebagai ayam pedaging dengan harga yang relatif lebih rendah dibandingkan ayam broiler. Harga ayam afkir berkontribusi sebagai pendapatan tambahan bagi peternak dan juga dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan di pasar daging ayam afkir.
- Pendapatan Sampingan: Penjualan ayam afkir menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi peternak, meskipun bukan yang utama.
- Pengaruh Terhadap Pengambilan Keputusan: Harga ayam afkir dapat mempengaruhi keputusan peternak kapan waktu yang tepat untuk mengafkir dan meremajakan populasi ayam.
- Dinamika Pasar Daging: Harga ayam afkir juga terikat pada dinamika pasar daging ayam secara keseluruhan, meskipun memiliki segmen pasar yang sedikit berbeda.
Strategi Peternak dalam Menghadapi Fluktuasi Harga
Untuk bertahan dan berkembang di tengah fluktuasi harga, peternak harus memiliki strategi yang matang:
1. Efisiensi Produksi
Mengelola biaya pakan dengan cermat, meminimalkan tingkat kematian ayam, dan memaksimalkan produksi telur per ekor ayam adalah kunci. Ini berarti investasi dalam manajemen kandang yang baik, program vaksinasi yang tepat, dan pemilihan pakan berkualitas.
- Manajemen Pakan Presisi: Memberikan pakan sesuai umur dan fase produksi ayam, menghindari pemborosan pakan, dan mencari alternatif bahan baku pakan lokal yang kompetitif.
- Kesehatan Ayam Optimal: Menerapkan biosekuriti ketat, program vaksinasi teratur, dan penanganan penyakit yang cepat dan tepat untuk menekan angka mortalitas dan menjaga produktivitas.
- Manajemen Kandang Modern: Menggunakan teknologi kandang tertutup (closed house) untuk mengontrol suhu, kelembaban, dan ventilasi, yang terbukti meningkatkan kenyamanan ayam dan efisiensi produksi.
- Pencatatan yang Akurat: Merekam data produksi, konsumsi pakan, mortalitas, dan biaya secara detail untuk analisis dan pengambilan keputusan yang tepat.
2. Diversifikasi Usaha
Beberapa peternak mulai melakukan diversifikasi, misalnya dengan menjual telur konsumsi, telur tetas, atau bahkan mengolah telur menjadi produk turunan untuk menambah nilai jual dan mengurangi ketergantungan pada harga pasar telur mentah.
- Pengolahan Telur: Mengolah telur menjadi telur asin, telur rebus kemasan, atau bahan baku industri makanan dapat menciptakan nilai tambah.
- Produk Unggas Lain: Beberapa peternak mungkin juga memelihara jenis unggas lain atau memulai budidaya tanaman untuk mengurangi risiko.
- Penjualan Langsung: Membangun saluran penjualan langsung ke konsumen atau restoran dapat meningkatkan margin keuntungan dengan memotong mata rantai distribusi.
3. Bergabung dalam Koperasi atau Asosiasi
Dengan bergabung dalam wadah seperti koperasi atau asosiasi peternak, mereka bisa memiliki daya tawar yang lebih kuat dalam membeli pakan atau menjual produk, serta berbagi informasi dan pengalaman.
- Pembelian Pakan Bersama: Koperasi dapat membeli pakan dalam jumlah besar langsung dari pabrik atau distributor, sehingga mendapatkan harga yang lebih murah.
- Pemasaran Kolektif: Menjual telur secara kolektif dapat memberikan posisi tawar yang lebih kuat dan akses pasar yang lebih luas.
- Advokasi Kebijakan: Asosiasi dapat menyuarakan kepentingan peternak kepada pemerintah untuk mempengaruhi kebijakan yang relevan.
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Memantau informasi harga pakan, telur, dan ayam di pasar secara real-time, serta memanfaatkan data untuk memprediksi tren, dapat membantu peternak membuat keputusan yang lebih baik.
- Aplikasi dan Platform Digital: Menggunakan aplikasi atau platform yang menyediakan data harga komoditas pertanian dapat membantu peternak memantau pasar.
- Analisis Data: Menggunakan perangkat lunak untuk menganalisis data produksi dan biaya, serta memproyeksikan profitabilitas di masa depan.
Prediksi Pasar dan Proyeksi ke Depan
Memprediksi harga ayam bertelur memang sulit, namun beberapa indikator dapat memberikan gambaran mengenai tren ke depan:
1. Analisis Data Historis
Mempelajari pola fluktuasi harga di masa lalu, terutama terkait dengan musim, hari raya, atau kejadian besar lainnya, dapat memberikan wawasan berharga.
2. Pemantauan Harga Komoditas Global
Terutama harga jagung dan kedelai, karena keduanya sangat mempengaruhi biaya pakan. Perubahan iklim di negara produsen utama (misalnya, kekeringan di Amerika Latin) atau kebijakan ekspor/impor negara-negara besar dapat memberikan sinyal awal perubahan harga pakan.
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan terkait impor bahan baku pakan, harga acuan telur, dan regulasi populasi ayam harus selalu dipantau. Perubahan kebijakan dapat memiliki dampak langsung dan signifikan.
4. Kondisi Populasi Ayam Nasional
Informasi mengenai jumlah DOC yang masuk ke pasar, tingkat kematian ayam di peternakan, serta jumlah ayam afkir yang akan dijual, dapat menjadi indikator ketersediaan pasokan telur di masa mendatang.
5. Inovasi dan Teknologi
Perkembangan teknologi baru dalam manajemen kandang, formulasi pakan, atau pencegahan penyakit dapat mengubah lanskap biaya produksi dan efisiensi, yang pada akhirnya mempengaruhi harga.
- Pakan Alternatif: Penelitian dan pengembangan pakan alternatif dari bahan baku lokal (misalnya maggot, singkong, bungkil inti sawit) dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menekan biaya.
- Genetika Unggul: Pengembangan strain ayam petelur yang lebih tahan penyakit, lebih efisien dalam konversi pakan, dan memiliki produksi telur lebih tinggi akan terus berlanjut.
- Pertanian Cerdas (Smart Farming): Integrasi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelligence) untuk monitoring kandang otomatis, pemberian pakan presisi, dan deteksi dini penyakit dapat meningkatkan efisiensi dan profitabilitas.
Tantangan dan Peluang
Industri ayam petelur di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, namun juga menyimpan peluang besar:
Tantangan:
- Volatilitas Harga Pakan: Ketergantungan pada bahan baku impor membuat peternak rentan terhadap fluktuasi harga global dan nilai tukar.
- Wabah Penyakit: Ancaman penyakit seperti AI yang dapat menyebabkan kerugian besar.
- Perubahan Iklim: Peningkatan suhu global dan cuaca ekstrem dapat mempengaruhi kenyamanan ayam dan produktivitas.
- Fragmentasi Peternak: Mayoritas peternak skala kecil menyebabkan kurangnya daya tawar.
- Regulasi yang Berubah: Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten atau kurang pro-peternak dapat menambah ketidakpastian.
Peluang:
- Peningkatan Konsumsi Telur: Kesadaran akan gizi dan harga yang terjangkau membuat konsumsi telur per kapita berpotensi terus meningkat.
- Pengembangan Pasar Ekspor: Jika standar kualitas dan keamanan pangan dapat dipenuhi, ada peluang untuk mengekspor produk telur ke negara tetangga.
- Inovasi Produk: Pengembangan produk turunan telur (misalnya tepung telur, olahan makanan) dapat membuka pasar baru.
- Integrasi Vertikal: Peluang bagi peternak untuk berintegrasi dari hulu hingga hilir untuk mengendalikan biaya dan rantai nilai.
- Pemanfaatan Teknologi: Adopsi teknologi dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Kesimpulan
Harga ayam bertelur adalah indikator kompleks yang dipengaruhi oleh spektrum luas faktor, dari biaya pakan yang dominan, harga bibit, hingga dinamika permintaan dan penawaran telur di pasar. Kebijakan pemerintah, kondisi iklim, dan ancaman penyakit juga turut membentuk fluktuasi harga ini. Bagi peternak, pemahaman mendalam tentang faktor-faktor ini dan penerapan strategi manajemen yang efisien adalah kunci untuk menjaga keberlanjutan usaha.
Prediksi pasar memang tidak mudah, tetapi dengan analisis data historis, pemantauan komoditas global, dan kepekaan terhadap kebijakan pemerintah, pelaku industri dapat membuat keputusan yang lebih tepat. Masa depan industri ayam petelur di Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemampuan peternak untuk beradaptasi, berinovasi, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan, serta memanfaatkan peluang yang ada untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat secara berkelanjutan dan stabil. Kestabilan harga ayam bertelur pada akhirnya akan bermuara pada stabilitas harga telur di pasaran, yang menguntungkan baik peternak maupun konsumen.
Oleh karena itu, kolaborasi antara peternak, pemerintah, peneliti, dan pelaku industri lainnya menjadi esensial untuk menciptakan ekosistem peternakan ayam petelur yang lebih tangguh, efisien, dan berkelanjutan di masa mendatang. Dengan demikian, harga ayam bertelur dapat mencerminkan keseimbangan yang sehat antara biaya produksi yang wajar dan daya beli konsumen yang terjaga.