Doa Yaumul Asyura: Keutamaan, Tata Cara, dan Makna Mendalam

Ilustrasi Doa Yaumul Asyura Sebuah ilustrasi yang menggambarkan suasana hening dan spiritual pada Hari Asyura, menampilkan bulan sabit, bintang-bintang bersinar, dan bentuk tangan berdoa yang damai di latar belakang biru keemasan.

Yaumul Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, adalah salah satu hari yang memiliki keutamaan dan sejarah yang sangat mendalam dalam Islam. Hari ini bukan sekadar tanggal biasa dalam kalender Hijriyah, melainkan sebuah penanda waktu yang penuh dengan hikmah, ujian, kemenangan, dan ampunan. Bagi umat Muslim, Yaumul Asyura adalah kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amal ibadah, terutama puasa dan memperbanyak doa.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara komprehensif tentang Yaumul Asyura, mulai dari sejarahnya yang kaya, keutamaannya yang dijanjikan, amalan-amalan sunnah yang dianjurkan, hingga makna mendalam dari doa-doa yang dipanjatkan pada hari tersebut. Kita akan menyelami bagaimana hari ini menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting yang membentuk sejarah peradaban Islam dan kemanusiaan, serta bagaimana kita dapat mengambil pelajaran darinya untuk meningkatkan kualitas spiritual kita. Pemahaman yang benar tentang Yaumul Asyura akan membimbing kita untuk mengoptimalkan ibadah dan meraih keberkahan yang Allah janjikan.

Pengenalan Yaumul Asyura: Hari Penuh Sejarah dan Keutamaan

Yaumul Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Kata "Asyura" sendiri berasal dari bahasa Arab, "asyarah", yang berarti sepuluh. Oleh karena itu, Yaumul Asyura secara harfiah berarti "hari kesepuluh". Hari ini memiliki kedudukan istimewa dalam Islam, tidak hanya karena disunnahkannya puasa, tetapi juga karena menjadi saksi berbagai peristiwa besar yang terjadi sepanjang sejarah kenabian.

Muharram merupakan bulan yang dimuliakan dan termasuk dalam empat bulan haram (suci) bersama Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Pada bulan-bulan ini, setiap amal kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya, dan begitu pula sebaliknya dengan perbuatan dosa. Hal ini menjadikan Yaumul Asyura, sebagai puncak dari bulan Muharram, memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi.

Keistimewaan Muharram sebagai Bulan Pertama

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Asyura, penting untuk memahami konteks bulan Muharram itu sendiri. Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram (mulia) dalam Islam, selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Pada bulan-bulan ini, Allah SWT melarang perbuatan dosa dan menganjurkan peningkatan amal kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram." (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa Muharram adalah bulan yang sangat diberkahi, dan Yaumul Asyura adalah puncaknya.

Penetapan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, yang memilih peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah sebagai tonggak sejarah baru. Pilihan Muharram sebagai awal tahun, meskipun hijrah terjadi di bulan Rabiul Awal, menunjukkan pertimbangan yang mendalam. Muharram adalah bulan yang mengawali siklus ibadah dan menjadi simbol awal dari kebangkitan umat Islam. Ini adalah bulan di mana umat Islam dianjurkan untuk memulai tahun baru dengan amalan-amalan kebaikan, refleksi diri, dan tekad untuk menjadi lebih baik.

Sejarah Singkat dan Peristiwa Penting di Yaumul Asyura

Yaumul Asyura telah dikenal dan dihormati jauh sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan di masa jahiliyah, masyarakat Quraisy sudah berpuasa pada hari ini. Mereka melakukannya karena mengikuti tradisi nenek moyang mereka, tanpa mengetahui secara pasti asal-usul atau keutamaannya. Namun, kedatangan Islam memberikan makna dan tujuan yang lebih dalam pada hari tersebut.

Salah satu peristiwa paling signifikan yang terkait dengan Yaumul Asyura adalah penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kekejaman Firaun dan pasukannya. Allah SWT membelah Laut Merah dan menenggelamkan Firaun beserta bala tentaranya, sementara Nabi Musa dan kaumnya diselamatkan. Kisah heroik ini menjadi simbol kemenangan keimanan atas kezaliman dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.

Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah setelah hijrah, beliau mendapati kaum Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura. Saat ditanya alasannya, mereka menjawab bahwa itu adalah hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari Firaun, dan Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk syukur. Mendengar hal ini, Rasulullah SAW bersabda, "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Lalu beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa pada hari tersebut. Ini adalah indikasi awal pentingnya Yaumul Asyura dalam ajaran Islam dan upaya untuk mengembalikan makna syukur yang hakiki.

Namun, sejarah Yaumul Asyura tidak berhenti di situ. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa sejumlah peristiwa besar dalam sejarah kenabian juga terjadi pada hari ini. Di antaranya adalah:

Meskipun beberapa riwayat ini membutuhkan verifikasi lebih lanjut mengenai tingkat kesahihannya, namun secara umum menunjukkan bahwa Yaumul Asyura adalah hari yang istimewa, menjadi titik balik bagi banyak nabi dalam perjuangan dakwah mereka dan menjadi momen pertolongan ilahi. Peristiwa-peristiwa ini menegaskan kekuasaan Allah yang Mahabesar dan bahwa Dia senantiasa bersama hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa.

Memahami latar belakang sejarah ini membantu kita mengapresiasi keutamaan Yaumul Asyura dan mengapa umat Islam sangat dianjurkan untuk memanfaatkan hari ini dengan sebaik-baiknya. Hari ini adalah pengingat akan kekuasaan Allah, rahmat-Nya, dan pentingnya kesyukuran. Ini juga menumbuhkan harapan dan optimisme dalam menghadapi tantangan hidup, knowing that divine help is always near for the patient and righteous.

Keutamaan Puasa Yaumul Asyura dan Tasu'a

Amalan utama yang sangat ditekankan pada Yaumul Asyura adalah puasa. Puasa pada hari ini memiliki keutamaan yang luar biasa, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits Rasulullah SAW.

Ampunan Dosa Setahun yang Lalu

Keutamaan paling menonjol dari puasa Asyura adalah janji ampunan dosa. Dari Abu Qatadah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Puasa hari Arafah menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dan puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah SWT. Dengan hanya berpuasa satu hari, seorang Muslim dapat mengharapkan ampunan dosa-dosa kecil yang telah diperbuat selama setahun penuh. Tentu saja, ampunan ini berlaku untuk dosa-dosa kecil, sementara dosa besar membutuhkan taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh dengan penyesalan, berhenti dari dosa, bertekad tidak mengulanginya, dan jika terkait hak orang lain maka harus diselesaikan). Janji ampunan ini adalah motivasi terbesar bagi umat Islam untuk tidak melewatkan kesempatan emas ini.

Para ulama menjelaskan bahwa janji pengampunan dosa ini menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Allah ingin meringankan beban dosa kita dan memberi kita kesempatan untuk memulai lembaran baru yang lebih bersih. Ini adalah bentuk hadiah dari Allah atas ketaatan yang tulus.

Puasa Sunnah Paling Utama Setelah Ramadhan

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Rasulullah SAW juga menyatakan bahwa puasa terbaik setelah puasa wajib Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram. Dan di antara hari-hari Muharram, Yaumul Asyura adalah yang paling utama untuk berpuasa.

"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim)

Hadits ini menggarisbawahi posisi istimewa Muharram dalam ibadah puasa sunnah. Meskipun seluruh bulan Muharram dianjurkan untuk berpuasa, Yaumul Asyura memiliki keutamaan khusus karena janji penghapusan dosa. Ini memberikan motivasi kuat bagi setiap Muslim untuk tidak melewatkan kesempatan berharga ini. Puasa Asyura adalah bentuk ketaatan yang sederhana namun memiliki ganjaran yang besar di sisi Allah, sekaligus meneladani sunnah Nabi Muhammad SAW.

Puasa ini juga mengajarkan kita tentang disiplin diri, pengendalian hawa nafsu, dan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Ketika kita merasakan lapar dan dahaga, kita akan lebih memahami penderitaan orang lain dan lebih termotivasi untuk bersyukur atas nikmat yang kita miliki.

Dianjurkan Puasa Tasu'a sebagai Pelengkap

Meskipun puasa Asyura memiliki keutamaan tersendiri, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk juga berpuasa pada hari kesembilan Muharram, yang dikenal sebagai Yaumul Tasu'a. Anjuran ini muncul menjelang akhir hayat beliau.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata: "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan (para sahabat) untuk berpuasa, para sahabat berkata: 'Wahai Rasulullah, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Jika aku hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a).' Namun Rasulullah SAW wafat sebelum tiba tahun depan itu." (HR. Muslim).

Hikmah dari anjuran puasa Tasu'a ini adalah untuk membedakan diri dari kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asyura saja. Dalam Islam, ada prinsip untuk tidak meniru secara mutlak praktik ibadah kaum lain, melainkan menunjukkan identitas keislaman yang unik dan khas. Ini adalah bagian dari menjaga kemurnian syariat Islam dan menghindari tasyabbuh (menyerupai) kaum di luar Islam dalam hal ibadah.

Dengan berpuasa dua hari (Tasu'a dan Asyura), umat Islam menunjukkan keunikan syariat mereka dan mendapatkan pahala tambahan. Amalan yang paling sempurna adalah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Jika tidak mampu, berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja tetap diperbolehkan dan mendapatkan keutamaan. Bahkan ada pendapat yang membolehkan puasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram sebagai alternatif atau pelengkap jika tidak bisa berpuasa Tasu'a, untuk memastikan tidak hanya berpuasa di tanggal 10 saja yang menjadi ciri khas Yahudi.

Puasa Tasu'a dan Asyura secara bersamaan memberikan nilai lebih, tidak hanya dalam pahala tetapi juga dalam penegasan identitas keislaman. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap sunnah Nabi dan menjaga ajaran Islam dari pencampuran dengan tradisi lain.

Doa dan Dzikir di Yaumul Asyura: Memperkaya Ketaatan

Selain puasa, Yaumul Asyura juga merupakan waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, dan amal shaleh lainnya. Meskipun tidak ada doa *khusus* yang ma'tsur (bersumber langsung dari Rasulullah SAW dengan lafaz tertentu) yang wajib dibaca pada hari Asyura selain doa-doa umum, namun semangat untuk memperbanyak munajat kepada Allah adalah hal yang sangat dianjurkan.

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Setiap hari, setiap waktu, seorang Muslim dianjurkan untuk berdoa. Namun, ada waktu-waktu tertentu yang dianggap lebih mustajab (mudah dikabulkan), dan hari-hari mulia seperti Yaumul Asyura termasuk di dalamnya. Memperbanyak doa pada hari ini adalah bentuk pengakuan akan kebesaran Allah, harapan akan rahmat-Nya, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.

Prinsip Umum Berdoa di Hari Mulia

Doa adalah inti ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Doa adalah ibadah." (HR. Tirmidzi). Melalui doa, kita berkomunikasi langsung dengan Pencipta, menyampaikan hajat, memohon ampunan, dan mengungkapkan rasa syukur. Di Yaumul Asyura, dengan sejarah kemenangan dan pertolongan ilahi yang menyertainya, doa-doa kita diharapkan lebih mudah menembus langit karena keberkahan waktu tersebut.

Berdoa bukan sekadar meminta, tetapi juga merupakan bentuk pengakuan akan kelemahan diri di hadapan Allah yang Mahakuat. Ini adalah manifestasi tawakal dan ikhtiar batin. Oleh karena itu, di Yaumul Asyura, seorang Muslim diharapkan lebih intens dalam berdialog dengan Rabb-nya, menuangkan segala isi hati dan harapan.

Doa-doa Umum yang Dianjurkan

Meskipun tidak ada teks doa spesifik yang diwajibkan untuk Asyura, seorang Muslim dapat memanjatkan doa-doa umum yang mencakup segala kebaikan dunia dan akhirat. Berikut adalah beberapa jenis doa yang sangat dianjurkan, yang juga bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, sehingga memiliki keutamaan yang jelas:

1. Istighfar (Permohonan Ampunan)

Mengingat puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu, memperbanyak istighfar adalah amalan yang sangat relevan. Memohon ampunan atas segala kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, adalah langkah awal menuju pembersihan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah.

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Astaghfirullahal 'adzim wa atubu ilaih.

Artinya: "Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung dan aku bertaubat kepada-Nya."

Atau bisa juga Sayyidul Istighfar (penghulu istighfar), yang merupakan doa istighfar terbaik dan barangsiapa membacanya di pagi atau sore hari dengan yakin, kemudian meninggal di hari itu, maka ia termasuk penghuni surga:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

Allahumma anta Rabbi la ilaha illa anta, khalaqtani wa ana 'abduka, wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatha'tu, a'udzubika min syarri ma shana'tu, abu'u laka bini'matika 'alayya, wa abu'u bidzanbi faghfirli fa innahu la yaghfirudz dzunuba illa anta.

Artinya: "Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada janji dan ikatan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau." (HR. Bukhari)

2. Doa Memohon Kebaikan Dunia dan Akhirat

Setiap Muslim senantiasa dianjurkan untuk memohon kebaikan di dunia maupun di akhirat, karena tujuan hidup seorang Muslim adalah meraih kebahagiaan di kedua alam tersebut.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina adzabannar.

Artinya: "Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka." (QS. Al-Baqarah: 201)

Doa ini adalah doa yang sangat komprehensif, mencakup seluruh kebutuhan dan harapan seorang hamba.

3. Doa Memohon Perlindungan dan Keselamatan

Memohon perlindungan dari segala bahaya dan keselamatan dalam segala urusan adalah kebutuhan mendasar manusia. Di hari yang mulia ini, munajat tersebut diharapkan lebih mudah dikabulkan.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

Allahumma inni as'alukal 'afwa wal 'afiyata fid dunya wal akhirah. Allahumma inni as'alukal 'afwa wal 'afiyata fi dini wa dunyaya wa ahli wa mali. Allahummastur 'aurati wa amin rau'ati. Allahummahfazhni min baini yadayya wa min khalfi wa 'an yamini wa 'an syimali wa min fauqi, wa a'udzubika bi'adzamatika an ughtala min tahti.

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutuplah aibku dan tenteramkanlah aku dari ketakutan. Ya Allah, jagalah aku dari arah depanku, belakangku, kananku, kiriku, dan atasku. Dan aku berlindung dengan keagungan-Mu agar tidak disambar dari bawahku (bencana dari bumi)." (HR. Abu Dawud)

4. Dzikir dan Shalawat

Memperbanyak dzikir seperti tasbih (Subhanallah - Maha Suci Allah), tahmid (Alhamdulillah - Segala puji bagi Allah), tahlil (La ilaha illallah - Tiada Tuhan selain Allah), takbir (Allahu Akbar - Allah Maha Besar), serta shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah amalan yang sangat dicintai Allah. Dzikir adalah cara untuk senantiasa mengingat Allah dan mendapatkan ketenangan hati.

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dhalimin.

Artinya: "Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim." (Doa Nabi Yunus AS dalam QS. Al-Anbiya: 87)

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad." (Shalawat Ibrahimiyah)

Dzikir-dzikir ini tidak hanya mendatangkan pahala tetapi juga membersihkan hati dan menguatkan ikatan spiritual dengan Allah SWT.

Mengenai Doa Yaumul Asyura yang Populer (Tidak Ma'tsur)

Di beberapa tradisi dan kalangan umat Islam, terdapat doa-doa panjang yang secara spesifik disebut sebagai "Doa Yaumul Asyura" dan dibaca pada hari tersebut. Salah satu yang paling dikenal adalah doa yang memohon keselamatan dari fitnah dan bencana selama setahun ke depan, serta memohon keberkahan dan rezeki.

Penting untuk dicatat bahwa doa-doa ini, dengan lafaz spesifiknya yang panjang, *tidak berasal langsung dari hadits sahih Nabi Muhammad SAW*. Para ulama menjelaskan bahwa doa-doa semacam ini adalah doa-doa yang baik secara umum, yang disusun oleh para ulama terdahulu berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah secara tematik. Oleh karena itu, membacanya tidak dilarang selama diyakini sebagai doa kebaikan biasa dan bukan sebagai sunnah khusus yang ma'tsur dari Nabi. Memahami hal ini akan menjaga kita dari terjebak dalam bid'ah atau meyakini sesuatu yang bukan bagian dari ajaran Nabi sebagai sunnah.

Jika seseorang ingin membacanya, niatnya haruslah sebagai permohonan kepada Allah dengan lafaz yang baik, bukan sebagai amalan wajib atau sunnah muakkadah yang ditetapkan. Esensi doa adalah kerendahan hati dan ketulusan, bukan sekadar melafazkan teks tertentu. Keutamaan sebuah doa terletak pada keyakinan, keikhlasan, dan kepatuhan terhadap adab-adab berdoa, bukan pada klaim kesahihan lafaznya yang tidak berdasar.

Contoh doa yang populer tersebut (perlu dicatat kembali, ini *bukan* dari Hadits sahih, melainkan doa yang disusun ulama dan umum dibaca di beberapa tradisi):

سُبْحَانَ اللَّهِ مِلْءَ الْمِيزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَزِنَةَ الْعَرْشِ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَى مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ كُلِّهَا أَسْأَلُكَ السَّلَامَةَ كُلَّهَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الْوَكِيلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ صَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا

Subhanallah mil'al mizani wa muntahal ilmi wa mablaghar ridha wa zinatal 'arsy. La malja'a wa la manja minallahi illa ilaih. Subhanallah 'adadasy syafa'i wal watri wa 'adada kalimatillahit tammaati kulliha. As'alukas salamata kullaha birahmatika ya arhamar rahimin. Wa la hawla wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim. Wa huwa hasbunallah wa ni'mal wakil. Ni'mal mawla wa ni'man nashir. Shallallahu 'ala Sayyidina Muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam tasliman katsiran.

Artinya: "Maha Suci Allah seberat timbangan, sepenuh ilmu, setinggi keridhaan, dan seberat 'Arsy. Tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat menyelamatkan diri dari Allah melainkan kepada-Nya. Maha Suci Allah sebanyak genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat-kalimat Allah yang sempurna seluruhnya. Aku memohon kepada-Mu keselamatan seluruhnya dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Dan tidak ada daya serta kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Dialah (Allah) yang mencukupi kami, dan sebaik-baik pelindung. Sebaik-baik penolong dan sebaik-baik pelindung. Semoga shalawat Allah terlimpah kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya, serta keselamatan yang banyak."

Doa ini, atau variasi lainnya, seringkali diikuti dengan permohonan untuk dilindungi dari bencana dan diberikan keberkahan untuk tahun yang akan datang. Intinya, setiap doa yang baik, dengan niat yang tulus, akan didengar oleh Allah SWT. Yang terpenting adalah khusyuk dan yakin akan dikabulkannya doa, serta memastikan bahwa permohonan kita tidak bertentangan dengan syariat.

Adab Berdoa

Agar doa lebih mustajab, perhatikan adab-adab berdoa:

  1. **Memulai dengan memuji Allah (Alhamdulillah) dan bershalawat kepada Nabi SAW:** Ini adalah adab yang diajarkan Nabi untuk membuka doa.
  2. **Mengakui dosa-dosa dan memohon ampunan:** Merasa rendah diri dan mengakui kesalahan di hadapan Allah akan membuka pintu rahmat-Nya.
  3. **Berdoa dengan penuh harap dan keyakinan akan dikabulkan:** Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika yakin, insya Allah dikabulkan.
  4. **Mengangkat kedua tangan:** Ini adalah salah satu bentuk kerendahan diri dan tanda memohon.
  5. **Tidak tergesa-gesa dalam berdoa:** Berdoalah dengan tenang, khusyuk, dan meresapi setiap kata.
  6. **Mengakhiri dengan shalawat dan pujian kepada Allah:** Menutup doa seperti membuka doa, menunjukkan adab yang baik.
  7. **Berdoa untuk diri sendiri, keluarga, dan seluruh kaum Muslimin:** Doa untuk orang lain juga akan kembali kepada pendoa.
  8. **Memastikan makanan dan minuman dari sumber yang halal:** Ini adalah syarat penting agar doa diterima.

Dengan demikian, Yaumul Asyura adalah kesempatan emas untuk memperkaya ibadah doa dan dzikir kita, memohon ampunan, rahmat, dan keberkahan dari Allah SWT dengan cara-cara yang sesuai tuntunan syariat.

Amalan Sunnah Lain di Yaumul Asyura

Selain puasa dan doa, ada beberapa amalan sunnah lain yang dianjurkan untuk dilakukan pada Yaumul Asyura, yang dapat menambah pahala dan keberkahan bagi seorang Muslim. Amalan-amalan ini bersifat umum, yang artinya baik dilakukan kapan saja, namun menjadi lebih utama jika dilakukan di hari-hari mulia seperti Yaumul Asyura.

1. Bersedekah

Bersedekah adalah salah satu amalan yang sangat dicintai Allah SWT, dan melakukannya pada hari-hari mulia akan melipatgandakan pahalanya. Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menyebutkan keutamaan sedekah di hari Asyura dengan ganjaran tertentu, namun secara umum, bersedekah di bulan Muharram dan hari-hari istimewa lainnya sangat dianjurkan. Rasulullah SAW sendiri adalah orang yang sangat dermawan.

Memberi makan orang miskin, membantu anak yatim, atau menyumbang untuk kepentingan umum adalah bentuk sedekah yang bisa dilakukan. Ini adalah bentuk syukur atas nikmat Allah dan wujud kepedulian sosial, yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Bersedekah juga dapat menghapus dosa, sebagaimana api melenyapkan kayu bakar.

Pada Yaumul Asyura, dengan semangat syukur atas penyelamatan para Nabi dan janji ampunan dosa, bersedekah menjadi refleksi nyata dari rasa terima kasih kita kepada Allah SWT dan kepedulian kita terhadap sesama.

2. Memperbanyak Shalat Sunnah

Selain shalat wajib, memperbanyak shalat sunnah seperti shalat Dhuha, shalat Rawatib (qabliyah dan ba'diyah), shalat Tahajjud di malam hari, dan shalat-shalat sunnah lainnya adalah amalan yang sangat baik. Shalat adalah tiang agama dan sarana komunikasi paling utama antara hamba dengan Rabb-nya. Di hari yang penuh berkah seperti Asyura, memperbanyak shalat akan membawa ketenangan hati, peningkatan derajat, dan pahala yang berlimpah.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas shalat sunnah di hari ini menunjukkan keseriusan kita dalam beribadah dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Shalat sunnah dapat menyempurnakan kekurangan dalam shalat wajib dan menjadi bekal di akhirat kelak.

3. Membaca Al-Qur'an

Membaca Al-Qur'an, merenungkan maknanya, dan mengamalkan isinya adalah ibadah yang agung. Pada Yaumul Asyura, luangkan waktu lebih banyak untuk tadarus Al-Qur'an. Setiap huruf yang dibaca akan mendatangkan kebaikan, dan kebaikan itu dilipatgandakan di hari-hari mulia. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan 'Alif Laam Miim' itu satu huruf, tetapi 'Alif' satu huruf, 'Laam' satu huruf, dan 'Miim' satu huruf." (HR. Tirmidzi).

Memahami kisah-kisah para nabi yang tertulis dalam Al-Qur'an, termasuk kisah Nabi Musa AS yang diselamatkan pada hari Asyura, dapat memperdalam penghayatan kita terhadap hari tersebut dan meningkatkan keimanan.

4. Berdzikir dan Beristighfar

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, memperbanyak dzikir dan istighfar adalah amalan kunci di hari Asyura. Mengingat Allah dalam setiap keadaan, memuji-Nya, mengagungkan-Nya, dan memohon ampunan adalah cara untuk membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dzikir adalah nutrisi bagi jiwa, dan di Yaumul Asyura, nutrisi ini terasa lebih istimewa karena berkahnya waktu. Ini adalah bentuk pengingat diri agar senantiasa berada dalam ketaatan.

5. Menyambung Silaturahmi

Silaturahmi (menjalin hubungan baik dengan kerabat dan sesama) adalah amalan yang sangat ditekankan dalam Islam. Pada Yaumul Asyura, kita bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengunjungi kerabat, menanyakan kabar, atau sekadar menelepon untuk mempererat tali persaudaraan. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun hadits ini bersifat umum, mengaplikasikannya di hari-hari mulia akan menambah keberkahan dan memperkuat ukhuwah islamiyah.

Silaturahmi tidak hanya terbatas pada kunjungan fisik, tetapi juga bisa melalui komunikasi yang baik, saling membantu, dan menjaga hubungan yang harmonis dalam keluarga dan masyarakat.

6. Berbuat Baik kepada Sesama

Secara umum, berbuat baik kepada siapa pun, Muslim maupun non-Muslim, adalah ajaran dasar Islam. Di hari Asyura, niatkan untuk meningkatkan kebaikan dalam interaksi sosial. Misalnya, menolong yang membutuhkan, tersenyum, berbicara dengan lembut, atau memberi nasihat yang baik. Semua ini adalah bentuk ibadah yang akan diganjar pahala. Kebaikan sekecil apapun akan dicatat di sisi Allah, apalagi di hari yang diberkahi.

7. Mengunjungi Orang Sakit atau Menjenguk Jenazah

Menjenguk orang sakit atau menghadiri jenazah (takziah) adalah hak seorang Muslim atas Muslim lainnya. Ini adalah amalan yang memiliki pahala besar dan menunjukkan solidaritas sosial. Jika ada kesempatan, lakukan amalan ini pada Yaumul Asyura atau di sekitarnya. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seorang Muslim menjenguk saudaranya yang sakit (di waktu pagi), maka 70.000 malaikat akan mendoakan baginya agar diampuni (dosa-dosanya) hingga sore. Apabila dia menjenguknya (di waktu sore), maka 70.000 malaikat akan mendoakan baginya agar diampuni (dosa-dosanya) hingga pagi." (HR. Tirmidzi).

8. Menambah Nafkah Keluarga (Perlu Klarifikasi)

Ada beberapa riwayat yang beredar tentang keutamaan menambah nafkah keluarga di hari Asyura, seperti hadits yang mengatakan: "Barangsiapa melapangkan (memberi kelonggaran belanja) keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan melapangkan (memberi kelonggaran belanja) kepadanya sepanjang tahun itu." Namun, perlu dicatat bahwa para ulama hadits berbeda pendapat mengenai derajat kesahihan hadits ini. Beberapa menganggapnya dhaif (lemah), namun beberapa ulama lain menganggapnya dapat diamalkan sebagai fadhailul a'mal (amalan keutamaan) asalkan tidak diyakini sebagai sunnah muakkadah yang pasti dari Nabi.

Bagaimanapun, semangat untuk berderma dan membahagiakan keluarga adalah kebaikan yang universal dalam Islam dan dianjurkan kapan saja, termasuk pada hari-hari yang diberkahi. Jika seseorang melakukannya dengan niat baik dan bukan karena keyakinan yang berlebihan terhadap riwayat yang dhaif, insya Allah akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Dengan melakukan berbagai amalan sunnah ini, seorang Muslim tidak hanya mendapatkan pahala yang besar, tetapi juga merasakan kedamaian batin, peningkatan spiritual, dan kedekatan dengan Allah SWT di hari yang istimewa ini. Ini adalah cara untuk mengisi hari dengan produktivitas spiritual dan meraih keberkahan yang berlimpah.

Hikmah dan Pelajaran dari Yaumul Asyura

Yaumul Asyura bukan hanya tentang ritual puasa dan doa, tetapi juga mengandung banyak hikmah dan pelajaran berharga yang dapat kita petik untuk kehidupan sehari-hari, serta memperkuat keimanan kita kepada Allah SWT dan ajaran-ajaran-Nya.

1. Pentingnya Bersyukur

Kisah Nabi Musa AS yang diselamatkan dari Firaun pada hari Asyura adalah pelajaran tentang pentingnya bersyukur. Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah atas pertolongan-Nya yang luar biasa. Bagi kita, ini adalah pengingat untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan, baik itu nikmat iman, kesehatan, keluarga, rezeki, maupun perlindungan dari berbagai mara bahaya. Rasa syukur adalah kunci kebahagiaan, pembuka pintu rezeki yang lebih luas, dan cara untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Tanpa syukur, nikmat bisa dicabut, dan hati akan terasa hampa.

2. Kekuatan Doa dan Pertolongan Ilahi

Berbagai peristiwa di Yaumul Asyura, seperti penyelamatan Nabi Musa, Nabi Nuh, dan Nabi Yunus, menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan doa dan pertolongan Allah bagi hamba-Nya yang beriman. Ketika segala jalan terasa buntu, ketika musuh mengepung, atau ketika bencana melanda, doa adalah senjata mukmin yang paling ampuh. Ini mengajarkan kita untuk tidak pernah putus asa dari rahmat Allah, tidak peduli seberapa besar masalah yang kita hadapi. Allah Maha Mampu mengubah keadaan dalam sekejap, karena bagi-Nya tidak ada yang mustahil. Kisah-kisah ini menjadi peneguh iman bahwa Allah selalu ada bagi hamba-Nya yang tulus memohon.

3. Kesabaran dalam Menghadapi Cobaan

Kisah para nabi yang diuji dengan berbagai cobaan dan akhirnya mendapatkan pertolongan pada Yaumul Asyura adalah teladan kesabaran yang tak lekang oleh waktu. Nabi Musa menghadapi tirani Firaun selama bertahun-tahun, Nabi Nuh menghadapi penolakan kaumnya selama berabad-abad, dan Nabi Yunus berada dalam kegelapan perut ikan dalam keadaan sendirian. Semua ini adalah ujian yang membutuhkan kesabaran luar biasa dan keteguhan hati. Yaumul Asyura mengingatkan kita bahwa kesabaran adalah kunci kemenangan, dan bahwa setiap kesulitan pasti akan diikuti dengan kemudahan (QS. Al-Insyirah: 5-6). Kesabaran adalah salah satu sifat paling mulia di sisi Allah dan akan diganjar pahala yang tak terhingga.

4. Pentingnya Membedakan Diri (Takhalluf) dari Kaum Lain

Anjuran Rasulullah SAW untuk berpuasa Tasu'a bersama Asyura adalah pelajaran tentang pentingnya menjaga identitas keislaman dan tidak meniru secara mutlak tradisi atau ibadah kaum lain. Islam memiliki syariatnya sendiri yang sempurna dan unik. Meskipun kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada semua manusia, namun dalam hal akidah dan ibadah, seorang Muslim harus mengikuti tuntunan Rasulullah SAW agar ibadahnya diterima dan mendapatkan keberkahan yang hakiki. Prinsip ini menjaga kemurnian ajaran Islam dan menghindari pencampuran dengan keyakinan lain yang dapat mengaburkan akidah.

5. Muhasabah (Introspeksi Diri) dan Taubat

Dengan janji ampunan dosa setahun yang lalu, Yaumul Asyura adalah momen yang tepat untuk muhasabah. Menilai kembali amal perbuatan kita selama setahun terakhir, mengakui kesalahan, dan bertekad untuk menjadi lebih baik. Ini adalah kesempatan untuk memperbarui taubat nasuha dan berkomitmen untuk menjauhi dosa di masa mendatang. Setiap tahun, Asyura datang sebagai pengingat akan siklus kehidupan dan kesempatan untuk memulai lembaran baru yang lebih bersih, lebih taat, dan lebih dekat kepada Allah. Muhasabah adalah proses penyucian diri yang berkelanjutan.

6. Semangat Persatuan dan Persaudaraan

Perintah berpuasa dan melakukan amal kebaikan secara kolektif, meskipun tidak wajib, menumbuhkan semangat persatuan di kalangan umat Islam. Merayakan hari-hari mulia dengan amal shalih bersama-sama memperkuat ikatan persaudaraan dan rasa kebersamaan. Ini mengingatkan kita bahwa kita adalah satu umat yang saling mendukung dan menguatkan dalam kebaikan. Umat Islam adalah satu tubuh, jika satu bagian sakit, seluruh tubuh merasakan sakitnya.

7. Ketetapan Allah dan Kekuasaan-Nya

Peristiwa-peristiwa di Yaumul Asyura menunjukkan kekuasaan Allah yang tak terbatas. Dia adalah Dzat yang mampu menyelamatkan hamba-Nya dari lautan, dari perut ikan, dan dari segala bentuk penindasan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ini menumbuhkan keyakinan (tauhid) yang kuat dalam diri seorang Muslim bahwa hanya Allah yang patut disembah, dimintai pertolongan, dan ditakuti. Setiap detail dalam sejarah ini mengukuhkan keimanan kita kepada takdir dan ketetapan Allah, serta bahwa rencana Allah adalah yang terbaik.

Dengan merenungkan hikmah-hikmah ini, Yaumul Asyura tidak hanya menjadi hari ibadah ritual, tetapi juga hari refleksi spiritual yang mendalam, membimbing kita menuju kehidupan yang lebih bermakna, penuh tujuan, dan sesuai dengan tuntunan ilahi. Pelajaran dari hari ini adalah investasi berharga untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Persiapan Menuju Yaumul Asyura: Menyambut Hari Keberkahan

Untuk memaksimalkan keberkahan Yaumul Asyura, persiapan yang matang, baik secara fisik maupun spiritual, sangat dianjurkan. Persiapan ini akan membantu kita menjalankan amalan dengan lebih optimal dan mendapatkan manfaat spiritual yang lebih besar, serta memastikan ibadah kita dilakukan dengan khusyuk dan penuh penghayatan.

1. Niat yang Tulus dan Ikhlas

Segala amal ibadah dimulai dengan niat. Untuk puasa Asyura dan amalan lainnya, niatkan semata-mata karena Allah SWT, mencari ridha dan pahala-Nya, bukan karena ikut-ikutan atau tujuan duniawi semata. Niat puasa sunnah, termasuk Asyura, bisa dilakukan di malam hari sebelum fajar atau bahkan di pagi hari asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Penting untuk diingat bahwa niat tempatnya di hati, dan pengucapan lisan hanyalah untuk memantapkan.

Lafaz niat puasa Asyura (bisa diucapkan dalam hati atau lisan):

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ عَاْشُورَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i sunnati 'Asyura lillahi ta'ala.

Artinya: "Saya berniat puasa sunnah Asyura esok hari karena Allah ta'ala."

Jika ingin berpuasa Tasu'a juga, niatkan puasa Tasu'a pada tanggal 9 Muharram. Disarankan untuk berpuasa Tasu'a terlebih dahulu.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ تَاسُوعَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i sunnati Tasu'a lillahi ta'ala.

Artinya: "Saya berniat puasa sunnah Tasu'a esok hari karena Allah ta'ala."

Atau bisa juga niat secara umum untuk kedua hari tersebut jika dilakukan berurutan, atau jika tidak yakin kapan persisnya tanggal 9 atau 10, bisa berniat untuk mengqadha puasa sunnah di hari tersebut, atau puasa mutlak.

2. Memahami Keutamaan dan Hikmahnya

Mempelajari kembali tentang keutamaan dan sejarah Yaumul Asyura akan meningkatkan motivasi dan penghayatan kita dalam beribadah. Ketika kita memahami mengapa kita melakukan suatu amalan, kita akan melaksanakannya dengan lebih ikhlas, penuh harap, dan tidak sekadar rutinitas. Pemahaman yang mendalam akan menumbuhkan rasa cinta pada amalan tersebut dan pada Allah yang telah mensyariatkannya.

Refleksikanlah kisah-kisah para Nabi, pertolongan Allah, dan janji ampunan-Nya. Ini akan mengisi hati dengan kekhusyukan dan kesyukuran.

3. Mempersiapkan Diri Secara Fisik

Jika berniat puasa, pastikan tubuh dalam kondisi fit. Sahur adalah sunnah yang dianjurkan untuk memberikan energi selama berpuasa dan merupakan keberkahan tersendiri. Rasulullah SAW bersabda: "Bersahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan." (HR. Bukhari dan Muslim). Tidur yang cukup di malam sebelumnya juga penting agar bisa beribadah dengan fokus, tidak mudah lelah, dan bisa bangun untuk shalat malam atau sahur.

Minumlah air yang cukup saat sahur dan berbuka, serta konsumsi makanan bergizi agar tubuh tetap kuat selama berpuasa.

4. Merencanakan Amalan Lain

Selain puasa, rencanakan amalan-amalan lain yang akan dilakukan. Membuat daftar prioritas akan sangat membantu. Misalnya:

5. Menjauhi Maksiat

Penting untuk diingat bahwa di hari-hari mulia, menjauhi maksiat adalah hal yang lebih utama. Amal kebaikan akan lebih bermakna jika dibarengi dengan meninggalkan perbuatan dosa. Hindari ghibah (menggunjing), fitnah, perdebatan yang tidak perlu, memandang hal yang haram, dan segala bentuk maksiat lainnya. Fokuslah pada peningkatan ketaatan dan pembersihan hati. Perbuatan maksiat dapat menghapus pahala kebaikan yang telah dilakukan.

6. Meluruskan Pemahaman tentang Bid'ah

Hindari perayaan atau ritual yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Pastikan amalan yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Ini adalah bentuk kehati-hatian dalam beragama agar ibadah kita tidak sia-sia dan terhindar dari perbuatan bid'ah (inovasi dalam agama yang tidak ada contohnya dari Nabi). Bertanyalah kepada ulama yang terpercaya jika ragu akan keabsahan suatu amalan. Ilmu adalah pelita dalam beribadah.

Dengan persiapan yang matang ini, Yaumul Asyura tidak hanya berlalu begitu saja, melainkan menjadi momentum spiritual yang berkesan, membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan menguatkan keimanan kita. Ini adalah investasi terbaik untuk dunia dan akhirat.

Kesalahan dan Bid'ah Terkait Yaumul Asyura

Meskipun Yaumul Asyura adalah hari yang mulia dan penuh berkah, namun seiring berjalannya waktu, muncul beberapa praktik dan kepercayaan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Penting bagi seorang Muslim untuk memahami dan menjauhi hal-hal tersebut agar ibadahnya murni, diterima di sisi Allah SWT, dan terhindar dari kesesatan. Bid'ah adalah perbuatan yang paling berbahaya karena ia menyerupai ibadah namun tidak ada tuntunannya, dan dapat menjauhkan pelakunya dari sunnah Nabi.

1. Perayaan Berlebihan yang Tidak Sesuai Syariat

Beberapa kelompok atau daerah mungkin merayakan Yaumul Asyura dengan cara-cara yang berlebihan atau baru, seperti mengadakan pesta besar, membuat makanan khusus dengan keyakinan tertentu (selain sekadar bersedekah), atau melakukan ritual-ritual yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Contohnya, ada tradisi di beberapa tempat untuk mandi khusus di hari Asyura dengan keyakinan dapat menyembuhkan penyakit atau menolak bala. Atau memakai celak mata, memakai wewangian, atau memakai pakaian baru dengan keyakinan khusus untuk hari itu. Semua ini tidak memiliki dasar dari Sunnah Nabi dan sebaiknya dihindari. Para ulama salaf telah menjelaskan bahwa yang demikian adalah bid'ah. Inti dari Yaumul Asyura adalah beribadah, muhasabah, dan bersyukur, bukan perayaan dalam bentuk hura-hura atau ritual baru yang tidak diajarkan.

Jika pun ada hidangan khusus yang dibuat, niatkanlah sebagai bentuk sedekah kepada fakir miskin atau menjamu keluarga tanpa keyakinan khusus yang mengikat atau berlebihan.

2. Keyakinan yang Salah tentang Keutamaan Khusus Amalan Tertentu

Seperti yang telah dijelaskan mengenai "Doa Yaumul Asyura" yang populer, banyak amalan lain yang disebarkan dengan klaim keutamaan khusus pada hari Asyura, padahal tidak bersumber dari hadits shahih. Misalnya, keyakinan bahwa jika seseorang shalat sekian rakaat pada hari Asyura akan mendapatkan pahala sekian, atau membaca surat tertentu akan mendapatkan balasan khusus. Ada juga klaim tentang shalat tertentu yang dilakukan hanya di hari Asyura dengan ganjaran luar biasa yang tidak ditemukan dalam sumber-sumber syariat yang valid.

Penting untuk selalu merujuk pada sumber yang shahih (Al-Qur'an dan Sunnah) dalam beramal. Keutamaan puasa Asyura sudah jelas dan shahih. Untuk amalan lainnya, jika tidak ada dalil khusus, niatkan sebagai amalan kebaikan umum yang bisa dilakukan kapan saja, dan semoga Allah menerima. Menyebarkan atau meyakini hadits-hadits palsu atau dhaif maudhu' (sangat lemah/palsu) dalam masalah fadhailul a'mal (keutamaan amal) dapat menjerumuskan umat ke dalam kesalahpahaman dan bid'ah.

3. Meratapi atau Menghidupkan Kembali Tragedi Karbala Secara Berlebihan

Bagi sebagian umat Islam, Yaumul Asyura juga identik dengan tragedi syahidnya cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Husain bin Ali RA, di Karbala. Tentu saja, peristiwa ini adalah musibah besar bagi umat Islam dan menjadi pelajaran tentang kezaliman dan kesabaran. Namun, sebagian kelompok, terutama Syiah, merayakan hari ini dengan meratapi, memukul diri, dan melakukan ritual berkabung yang berlebihan. Mereka menunjukkan kesedihan yang ekstrem, bahkan sampai melukai diri sendiri, sebagai bentuk duka cita.

Dalam ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, meratapi kematian secara berlebihan, apalagi sampai menyakiti diri sendiri, adalah perbuatan yang dilarang. Rasulullah SAW melarang niayyah (meratap), syiqqaul juyub (merobek pakaian), dan khamsul khuduud (memukul-mukul pipi) saat terjadi musibah kematian. Kita diajarkan untuk bersabar atas musibah, mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, mendoakan orang yang telah meninggal, dan mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut, bukan terjebak dalam kesedihan yang tak berujung atau ritual yang tidak sesuai syariat. Mengambil pelajaran dari kepahlawanan Sayyidina Husain, yaitu tentang keberanian membela kebenaran dan kesabaran dalam menghadapi kezaliman, adalah penting, tetapi menjadikannya alasan untuk ritual kesedihan yang berlebihan bukanlah bagian dari ajaran Islam yang benar.

4. Mempercayai Mitos dan Khurafat

Terkadang, Yaumul Asyura dihubungkan dengan mitos atau khurafat (kepercayaan takhayul) yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan tauhid. Misalnya, ada yang percaya pada hari Asyura harus melakukan ritual tertentu untuk mendapatkan jodoh, kekayaan, atau menangkal kesialan. Semua kepercayaan ini harus dihindari karena dapat merusak akidah seseorang dan mengarah pada syirik kecil.

Islam mengajarkan untuk hanya bergantung kepada Allah dan menjauhi segala bentuk takhayul. Keberkahan dan manfaat datang dari Allah semata, melalui amalan yang syar'i dan niat yang tulus. Mengaitkan keberuntungan atau kesialan dengan tanggal atau ritual tertentu adalah bentuk kesyirikan yang merusak kemurnian tauhid.

Sebagai Muslim, kita harus cerdas dalam beragama, selalu memeriksa sumber ajaran, dan mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, ibadah kita akan benar, diterima, dan mendatangkan pahala yang sesungguhnya, serta terhindar dari perbuatan bid'ah yang menyesatkan yang dapat membatalkan amalan.

Memahami Konsep Waktu dalam Islam dan Keberkahan Muharram

Yaumul Asyura adalah salah satu penanda penting dalam siklus waktu Islami, yaitu bulan Muharram. Memahami bagaimana Islam memandang waktu membantu kita menghargai nilai setiap momen dan memaksimalkan ibadah di hari-hari yang mulia. Konsep waktu dalam Islam bukanlah sekadar deretan angka, melainkan rangkaian kesempatan untuk beramal dan mendekatkan diri kepada Allah.

Waktu Adalah Amanah

Dalam Islam, waktu adalah amanah dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun yang kita lewati adalah kesempatan untuk beramal shalih, belajar, berkembang, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk menghargai waktu dan menggunakannya sebaik mungkin, karena kelak kita akan ditanya tentang masa muda kita dihabiskan untuk apa, dan harta kita dari mana didapat dan ke mana dibelanjakan.

Firman Allah SWT dalam Surah Al-Asr (Demi Masa) menegaskan hal ini dengan sangat jelas:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

Wal 'asr. Innal insana lafi khusr. Illalladzina amanu wa 'amilush shalihati wa tawaashaw bil haqqi wa tawaashaw bish shabr.

Artinya: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-Asr: 1-3)

Ayat yang ringkas namun padat makna ini menjadi pengingat keras bahwa tanpa iman dan amal shalih, manusia akan merugi dalam penggunaan waktunya. Yaumul Asyura dan bulan Muharram secara keseluruhan adalah kesempatan emas untuk keluar dari kerugian ini, dengan memperbanyak iman, amal shalih, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Muharram: Bulan Pertama yang Diberkahi

Muharram adalah bulan pembuka dalam kalender Hijriyah, dan ia adalah salah satu dari empat bulan haram (mulia) di mana Allah SWT melipatgandakan pahala kebaikan dan juga dosa keburukan. Ini berarti bahwa amal kebaikan yang dilakukan pada bulan ini memiliki bobot yang lebih besar di sisi Allah, dan begitu pula perbuatan dosa akan mendapatkan ganjaran yang lebih berat. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga diri dan meningkatkan ibadah di bulan ini.

Dimulainya tahun Hijriyah dengan Muharram adalah simbolis. Ia menjadi momentum untuk introspeksi diri (muhasabah) atas tahun yang telah berlalu dan untuk merancang resolusi spiritual untuk tahun yang akan datang. Sebagaimana kita bersemangat menyambut tahun baru Masehi dengan berbagai rencana duniawi, seharusnya kita lebih bersemangat menyambut tahun baru Hijriyah dengan rencana-rencana peningkatan spiritual dan ukhrawi. Ini adalah kesempatan untuk melakukan "hijrah" spiritual dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik.

Keberkahan Muharram dan khususnya Yaumul Asyura adalah kesempatan untuk:

Kisah Hijrah dan Makna Tahun Baru Islam

Meskipun Asyura adalah tanggal 10 Muharram, dan penetapan Muharram sebagai awal tahun Hijriyah dilakukan di masa Khalifah Umar bin Khattab RA, namun ada korelasi antara semangat hijrah dan nilai-nilai Yaumul Asyura. Hijrah adalah perpindahan dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, dari keadaan yang tidak memungkinkan ibadah menuju keadaan yang kondusif. Ini adalah sebuah "perpindahan" spiritual yang juga diharapkan terjadi dalam diri setiap Muslim setiap kali menyambut tahun baru Hijriyah, dengan Yaumul Asyura sebagai salah satu puncak refleksi di awal tahun.

Semangat Muharram dan Yaumul Asyura mendorong kita untuk tidak statis dalam ibadah, melainkan terus berupaya meningkatkan kualitas diri, sebagaimana Nabi Musa yang terus berjuang melawan kezaliman dan pada akhirnya diselamatkan oleh Allah SWT. Ini adalah pengingat bahwa perubahan menuju kebaikan selalu mungkin dengan pertolongan Allah, asalkan ada niat dan usaha yang sungguh-sungguh dari hamba-Nya.

Oleh karena itu, ketika Yaumul Asyura tiba, kita tidak hanya melihatnya sebagai hari libur atau hari puasa semata, tetapi sebagai gerbang menuju peningkatan spiritual, pembersihan dosa, dan penataan ulang prioritas hidup sesuai ajaran Islam. Ini adalah hari di mana kita diingatkan bahwa waktu adalah anugerah, dan memanfaatkannya untuk kebaikan adalah investasi terbesar bagi kehidupan dunia dan akhirat yang kekal.

Penutup: Mengukuhkan Komitmen di Yaumul Asyura

Setelah mengulas secara mendalam tentang Yaumul Asyura, mulai dari sejarahnya yang kaya, keutamaannya yang luar biasa, amalan-amalan sunnah yang dianjurkan, hingga hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik, tiba saatnya untuk mengukuhkan komitmen kita dalam memanfaatkan hari mulia ini. Pemahaman yang komprehensif ini diharapkan dapat memotivasi kita untuk beramal dengan landasan ilmu dan keikhlasan.

Yaumul Asyura adalah anugerah dari Allah SWT, sebuah kesempatan langka di awal tahun Hijriyah untuk membersihkan diri dari dosa, memperbanyak amal kebaikan, dan memperbarui janji setia kita kepada Sang Pencipta. Ini adalah hari di mana sejarah mencatat kemenangan kebenaran atas kebatilan, pertolongan ilahi bagi para nabi dan umatnya yang beriman, serta ampunan yang luas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat. Allah dengan rahmat-Nya memberikan kita momen-momen istimewa seperti ini agar kita senantiasa memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.

Mari kita jadikan Yaumul Asyura sebagai momentum untuk:

  1. **Meningkatkan Ketakwaan:** Dengan berpuasa Tasu'a dan Asyura (9 dan 10 Muharram), kita melatih kesabaran, menahan hawa nafsu, dan menumbuhkan rasa syukur. Niatkan puasa dengan tulus untuk mendapatkan ridha Allah dan ampunan dosa setahun yang lalu. Ingatlah bahwa puasa bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari segala perbuatan dan perkataan dosa.
  2. **Memperbanyak Doa dan Dzikir:** Manfaatkan waktu-waktu mustajab di hari ini untuk memanjatkan doa-doa terbaik. Mohonlah ampunan, kesehatan, rezeki yang berkah, keteguhan iman, dan segala kebaikan dunia akhirat. Jangan lupa untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan memperbanyak dzikir kepada Allah dalam setiap kesempatan. Doa adalah senjata mukmin, dan di hari Asyura, senjata itu menjadi lebih tajam.
  3. **Mengamalkan Sunnah Lain:** Luangkan waktu untuk membaca Al-Qur'an dengan tadabbur (merenungkan maknanya), bersedekah kepada yang membutuhkan, menyambung silaturahmi, dan melakukan kebaikan lainnya. Setiap amal shalih yang kita lakukan pada hari ini akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.
  4. **Muhasabah Diri:** Jadikan Yaumul Asyura sebagai cermin untuk melihat kembali perjalanan spiritual kita selama setahun terakhir. Apa saja kebaikan yang telah dilakukan? Kesalahan apa yang perlu diperbaiki? Dengan introspeksi, kita bisa merancang langkah-langkah konkret untuk menjadi Muslim yang lebih baik di masa depan, menjauhi keburukan dan mendekat pada kebaikan.
  5. **Menjauhi Bid'ah dan Khurafat:** Pastikan setiap amalan yang kita lakukan memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam. Jauhi segala bentuk ritual atau kepercayaan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, agar ibadah kita murni dan diterima. Kebenaran dalam beragama adalah kunci keselamatan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk dapat memanfaatkan setiap momen berharga dalam hidup ini, khususnya Yaumul Asyura, dengan sebaik-baiknya. Semoga amal ibadah kita diterima, dosa-dosa kita diampuni, dan kita termasuk golongan hamba-Nya yang beruntung di dunia dan akhirat, serta dikumpulkan bersama para Nabi, siddiqin, syuhada, dan shalihin. Sesungguhnya, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.

Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.

🏠 Homepage