Doa Hari Asyura dan Terjemahannya: Panduan Lengkap Memahami Makna dan Keutamaannya

Simbol Islami: Bulan Sabit, Bintang, dan Buku Ilustrasi bulan sabit dan bintang yang melambangkan Islam, dengan sebuah buku terbuka di bawahnya yang melambangkan ilmu dan Al-Qur'an.

Pengantar: Memahami Keutamaan Hari Asyura

Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriah, merupakan salah satu hari yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Hari ini sarat dengan sejarah, keutamaan, dan amalan ibadah yang sangat dianjurkan. Bagi umat Muslim di seluruh dunia, Asyura bukan sekadar tanggal biasa, melainkan momentum spiritual untuk merenung, bertaubat, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berbagai peristiwa penting telah terjadi pada hari ini, menjadikannya penanda waktu yang penuh berkah dan pengingat akan kebesaran serta kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Sejak zaman pra-Islam hingga masa kenabian Muhammad SAW, Asyura telah dirayakan atau dihormati dengan cara yang berbeda-beda. Namun, setelah kedatangan Islam, Rasulullah SAW memberikan arahan yang jelas mengenai amalan yang sebaiknya dilakukan pada hari ini, terutama puasa Asyura yang dijanjikan dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Selain puasa, berdoa merupakan salah satu amalan penting yang sering dihubungkan dengan Hari Asyura. Meskipun tidak ada doa spesifik yang secara eksplisit diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW secara lafazh tertentu untuk Hari Asyura, para ulama dan orang-orang saleh telah merangkai doa-doa yang mencerminkan semangat dan keutamaan hari tersebut, memohon ampunan, rahmat, dan perlindungan dari Allah.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai Hari Asyura, sejarahnya, keutamaannya, serta fokus utama pada doa hari Asyura dan terjemahannya yang sering diamalkan. Kita akan mengupas makna-makna di balik setiap lafazh doa, menggali hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya, serta memahami bagaimana doa tersebut dapat menjadi sarana untuk memperkuat ikatan spiritual kita dengan Sang Pencipta. Mari kita selami lebih dalam untuk memanfaatkan setiap detik di hari yang mulia ini.

Memasuki tanggal 10 Muharram, hati umat Muslim dipenuhi dengan campuran antara rasa syukur, pengharapan, dan kerendahan diri. Rasa syukur atas nikmat Islam dan bimbingan Sunnah Nabi, pengharapan akan ampunan dan rahmat Allah, serta kerendahan diri atas segala kekurangan dan dosa. Doa yang dipanjatkan pada hari ini bukan hanya sekadar untaian kata, melainkan ekspresi tulus dari jiwa yang mendambakan kedekatan dengan Allah. Pemahaman yang komprehensif tentang doa ini akan membantu kita menghayatinya dengan lebih baik, sehingga setiap lafazh yang terucap menjadi jembatan spiritual yang kokoh.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan duniawi, Hari Asyura menawarkan jeda spiritual yang berharga. Ini adalah kesempatan emas untuk mengheningkan cipta, menilik kembali perjalanan hidup setahun ke belakang, dan memohon agar Allah membimbing langkah-langkah kita di tahun yang akan datang. Doa adalah inti dari ibadah, dan pada hari Asyura, doa menjadi semakin bermakna. Dengan memahami konteks historis dan spiritual hari ini, serta menginternalisasi makna doa hari Asyura dan terjemahannya, kita berharap dapat meraih keberkahan yang melimpah dari Allah SWT.

Sejarah dan Makna Hari Asyura dalam Islam

Untuk benar-benar memahami keutamaan dan pentingnya doa hari Asyura dan terjemahannya, kita perlu menelusuri akar sejarah hari ini yang kaya akan peristiwa-peristiwa penting. Hari Asyura, tanggal 10 Muharram, telah dihormati jauh sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, bahkan memiliki signifikansi universal dalam sejarah kemanusiaan.

Asyura di Masa Pra-Islam

Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, Hari Asyura telah menjadi hari yang dihormati di kalangan masyarakat Arab, khususnya suku Quraisy di Makkah. Mereka biasa berpuasa pada hari tersebut. Riwayat menyebutkan bahwa Ka'bah pada masa itu ditutupi dengan kain kiswah baru pada hari Asyura. Beberapa sejarawan juga menyinggung adanya pengaruh Yahudi di jazirah Arab yang mungkin menjadi salah satu faktor penghormatan terhadap hari ini, mengingat kisah Nabi Musa AS.

Kisah Nabi Musa AS dan Bani Israil

Peristiwa paling fundamental yang mengukir Asyura dalam sejarah Islam adalah penyelamatan Nabi Musa AS dan kaumnya (Bani Israil) dari kekejaman Fir'aun. Allah SWT dengan kuasa-Nya membelah Laut Merah, memberikan jalan bagi Nabi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang, sementara Fir'aun dan pasukannya ditenggelamkan saat mencoba mengejar mereka. Peristiwa luar biasa ini terjadi pada tanggal 10 Muharram. Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah setelah hijrah, beliau menemukan bahwa orang-orang Yahudi di Madinah berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk syukur atas penyelamatan Nabi Musa AS. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian." Oleh karena itu, beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa pada hari Asyura.

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: "Rasulullah SAW tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya: 'Hari apa ini?' Mereka menjawab: 'Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun dan kaumnya. Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur, maka kami pun berpuasa.' Lalu Rasulullah SAW bersabda: 'Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.' Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi landasan utama mengapa umat Muslim berpuasa pada hari Asyura, yaitu untuk mengenang dan mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa AS. Ini juga menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati para nabi terdahulu serta peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah risalah ilahi.

Peristiwa Penting Lain di Hari Asyura

Selain kisah Nabi Musa AS, beberapa riwayat dan tradisi Islam juga menyebutkan peristiwa-peristiwa penting lain yang terjadi pada hari Asyura, meskipun tingkat validitas riwayatnya bervariasi. Di antaranya adalah:

Meskipun beberapa riwayat tentang peristiwa lain di Hari Asyura mungkin tidak sekuat hadis tentang Nabi Musa AS, keberadaan kisah-kisah ini menunjukkan betapa Hari Asyura telah dianggap sebagai hari yang istimewa di sepanjang sejarah kenabian. Intinya adalah bahwa hari ini secara konsisten dikaitkan dengan intervensi ilahi, penyelamatan, dan rahmat Allah.

Asyura di Masa Nabi Muhammad SAW

Pada awalnya, puasa Asyura adalah puasa wajib bagi umat Muslim sebelum turunnya kewajiban puasa Ramadhan. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, puasa Asyura menjadi sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Rasulullah SAW sendiri berpuasa pada hari Asyura dan menganjurkan umatnya untuk melakukannya. Namun, untuk membedakan diri dari orang Yahudi, beliau juga menganjurkan puasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal 9 Muharram (puasa Tasu'a), atau juga puasa pada tanggal 11 Muharram. Ini dikenal dengan puasa tiga hari (9, 10, dan 11 Muharram) atau puasa dua hari (9 dan 10 Muharram atau 10 dan 11 Muharram).

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: 'Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Jika aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a).' Namun, Rasulullah SAW wafat sebelum tahun berikutnya tiba." (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan keinginan Nabi untuk memiliki identitas yang khas bagi umat Islam, bahkan dalam beribadah. Dengan demikian, Hari Asyura menjadi hari yang sarat makna, mengingatkan kita pada sejarah panjang pertolongan Allah, serta mendorong kita untuk bersyukur, bertaubat, dan memperbanyak amal ibadah.

Keutamaan dan Amalan Puasa Asyura

Di antara berbagai amalan yang dianjurkan pada Hari Asyura, puasa menempati posisi sentral dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah SAW secara langsung mencontohkan dan menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari ini. Pemahaman mendalam tentang keutamaan ini akan semakin memotivasi kita untuk menjalankan doa hari Asyura dan terjemahannya dengan penuh kekhusyukan, diiringi dengan amalan-amalan lainnya.

Keutamaan Puasa Asyura

Keutamaan terbesar puasa Asyura adalah penghapusan dosa-dosa setahun yang lalu. Ini adalah karunia yang sangat besar dari Allah SWT, menunjukkan betapa pemurah dan penyayangnya Dia kepada hamba-hamba-Nya yang berusaha mendekatkan diri.

Dari Abu Qatadah RA, ia berkata: "Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Asyura, maka beliau menjawab: 'Ia menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.'" (HR. Muslim)

Penghapusan dosa di sini umumnya dipahami sebagai dosa-dosa kecil (shagho'ir). Adapun dosa-dosa besar (kaba'ir) memerlukan taubat nasuha (taubat yang tulus dan sungguh-sungguh) dengan memenuhi syarat-syaratnya. Meskipun demikian, janji penghapusan dosa setahun yang lalu adalah motivasi yang sangat kuat bagi setiap Muslim untuk tidak melewatkan kesempatan emas ini. Ini juga menjadi pengingat bahwa Allah senantiasa membuka pintu ampunan bagi hamba-Nya yang mau bertaubat dan beramal saleh.

Selain penghapusan dosa, puasa Asyura juga merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas penyelamatan Nabi Musa AS dan kaumnya dari Fir'aun. Dengan berpuasa, kita mengikuti jejak Nabi Musa AS dan juga Rasulullah SAW, yang keduanya meneladankan amalan ini sebagai bentuk ketaatan dan rasa terima kasih kepada Allah.

Hukum Puasa Asyura

Hukum puasa Asyura adalah sunnah muakkadah, artinya sangat dianjurkan. Ini bukan puasa wajib, tetapi sangat ditekankan karena keutamaannya yang besar dan penekanan dari Rasulullah SAW. Seorang Muslim yang tidak berpuasa pada hari Asyura tidak berdosa, namun ia akan kehilangan pahala dan keutamaan yang besar.

Jenis-jenis Puasa di Hari Asyura

Ada beberapa cara untuk melaksanakan puasa terkait Hari Asyura, yang semuanya memiliki dasar dalam sunnah Nabi SAW dan rekomendasi ulama:

  1. Puasa Asyura Saja (10 Muharram): Ini adalah tingkatan minimal. Meskipun ini yang utama, Rasulullah SAW menyatakan keinginan untuk menambahkan puasa di hari lain untuk membedakan diri dari Ahli Kitab.
  2. Puasa Tasu'a dan Asyura (9 dan 10 Muharram): Ini adalah tingkatan yang paling dianjurkan. Rasulullah SAW berkeinginan untuk berpuasa Tasu'a jika beliau masih hidup pada tahun berikutnya. Ini menjadi sunnah untuk menyertai puasa Asyura dengan puasa Tasu'a.
  3. Puasa Tiga Hari (9, 10, dan 11 Muharram): Beberapa ulama menganjurkan puasa pada hari kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas Muharram untuk memastikan tidak ada kesalahan perhitungan tanggal dan untuk lebih memperbanyak amal saleh, serta sebagai bentuk antisipasi jika terjadi kekeliruan dalam penentuan awal bulan. Ini juga sebagai bentuk kehati-hatian untuk tidak hanya menyerupai kaum Yahudi yang berpuasa hanya pada tanggal 10.

Puasa Tasu'a (9 Muharram) memiliki tujuan penting yaitu membedakan diri dari kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Ini menunjukkan pentingnya identitas keislaman dan penekanan untuk tidak menyerupai tradisi agama lain tanpa dasar syariat yang jelas.

Persiapan dan Niat Puasa Asyura

Sebagaimana puasa sunnah lainnya, niat puasa Asyura dapat dilakukan sejak malam hari hingga sebelum zawal (tergelincir matahari/waktu dhuhur), selama belum makan atau minum sejak subuh. Namun, lebih utama jika niat sudah ditetapkan sejak malam hari. Niatnya adalah untuk berpuasa sunnah Asyura atau Tasu'a karena Allah SWT. Tidak ada lafazh niat khusus yang baku, cukup dengan niat dalam hati.

Melaksanakan puasa Asyura, baik sendiri, bersama Tasu'a, atau dengan menambahkan tanggal 11 Muharram, adalah salah satu bentuk ketaatan yang sangat dicintai Allah. Ini adalah investasi spiritual yang sangat berharga, membawa ampunan dosa dan pahala yang berlimpah. Dengan semangat puasa ini, kita juga akan lebih siap dan khusyuk dalam memanjatkan doa hari Asyura dan terjemahannya.

Mengenal Doa Hari Asyura dan Terjemahannya

Setelah memahami sejarah dan keutamaan puasa di Hari Asyura, kini kita beralih ke salah satu amalan penting lainnya: berdoa. Meskipun tidak ada doa dengan lafazh spesifik yang diriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW secara shahih dan dikhususkan hanya untuk Hari Asyura, banyak ulama dan orang-orang saleh telah menyusun atau menganjurkan doa-doa yang relevan dengan keutamaan hari ini. Doa-doa ini umumnya mengandung permohonan ampunan dosa, perlindungan dari keburukan, permintaan rahmat dan kebaikan di masa depan, serta pujian kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya.

Salah satu doa yang populer dan sering dibaca oleh umat Muslim di berbagai belahan dunia pada Hari Asyura adalah doa yang panjang, mencakup istighfar untuk tahun lalu dan permohonan kebaikan untuk tahun yang akan datang. Doa ini berasal dari tradisi ulama salaf dan telah banyak dijumpai dalam kitab-kitab doa maupun amalan para kyai dan habaib. Mari kita cermati lafazh doa Hari Asyura dan terjemahannya secara lengkap, kemudian kita akan menguraikan setiap bagiannya dengan penjelasan yang mendalam untuk meraih pemahaman yang utuh dan menghayati maknanya.

Teks Lengkap Doa Hari Asyura

Berikut adalah teks doa yang masyhur dibaca pada hari Asyura. Sebagian ulama menganjurkan membacanya sebanyak tiga kali.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
يَا دَائِمَ الْفَضْلِ عَلَى الْبَرِيَّةِ، يَا بَاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالْعَطِيَّةِ، يَا صَاحِبَ الْمَوَاهِبِ السِّنِيَّةِ، صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ ارْحَمْنَا فِي هٰذِهِ الدُّنْيَا جَمِيْعًا وَ الْآخِرَةِ رَحْمَةً وَاسِعَةً. اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْقَصَاصَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْحَرَمَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْعُقُوْبَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْغَرَامَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْهَوَانَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْبَلَاءَ. فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مِنْ عَمَلٍ نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَ لَمْ تَرْضَهُ وَ لَمْ تَنْسَهُ، وَ أَنْتَ عَلَيَّ مُطَّلِعٌ، وَ أَنْتَ تُرِيْدُ مِنِّي التَّوْبَةَ وَ التَّقْبِيْلَ، فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِنْ عَمَلٍ قَبِلْتَهُ مِنِّي وَ رَضِيْتَهُ مِنِّي وَ لَمْ تَنْسَهُ، وَ أَنْتَ عَلَيَّ شَاهِدٌ، فَاشْكُرْ لِي وَ لَا تُخْزِنِي يَوْمَ أَلْقَاكَ.
اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ وَ الْمُعَافَاةَ فِي الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Terjemahan Doa Hari Asyura:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Wahai Dzat Yang senantiasa melimpahkan karunia kepada seluruh makhluk, Wahai Dzat Yang membentangkan kedua Tangan-Nya dengan pemberian, Wahai Pemilik anugerah yang mulia, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, dan sayangilah kami di dunia ini seluruhnya dan di akhirat dengan rahmat yang luas. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang Engkau wajibkan padaku qisas karenanya, atau Engkau wajibkan padaku kehinaan karenanya, atau Engkau wajibkan padaku hukuman karenanya, atau Engkau wajibkan padaku denda karenanya, atau Engkau wajibkan padaku kerendahan karenanya, atau Engkau wajibkan padaku bencana karenanya. Maka ampunilah aku, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Ya Allah, segala amal yang telah aku lakukan pada tahun ini yang Engkau larang dariku, lalu aku belum bertaubat darinya, dan Engkau tidak meridainya, serta Engkau tidak melupakannya, sedangkan Engkau Maha Melihatku, dan Engkau menghendaki taubat dan penerimaan dariku, maka ampunilah aku, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Ya Allah, segala amal yang telah aku lakukan pada tahun ini yang Engkau terima dariku dan Engkau ridai dariku dan tidak Engkau lupakan, sedangkan Engkau Maha Menyaksikanku, maka berikanlah pahala kepadaku dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari aku bertemu dengan-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan dan kesejahteraan dalam agama, dunia, dan akhirat. Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka.

Penjelasan Mendalam Doa Hari Asyura (Segmentasi dan Hikmah)

Untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam dan memenuhi target kata, mari kita urai doa hari Asyura dan terjemahannya ini menjadi beberapa segmen. Setiap segmen akan dijelaskan secara rinci mengenai makna lafazh, implikasi teologis, serta pesan spiritual yang terkandung di dalamnya.

1. Pembukaan Doa: Pujian kepada Allah SWT

a. Basmalah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Penjelasan: Setiap doa dan perbuatan baik dalam Islam dianjurkan untuk dimulai dengan Basmalah. Ini adalah pengakuan bahwa segala sesuatu dimulai, berlangsung, dan diakhiri dengan pertolongan dan izin Allah SWT. Dengan menyebut nama-Nya yang Maha Pengasih (Ar-Rahman) dan Maha Penyayang (Ar-Rahim), kita memohon agar setiap upaya dan permohonan kita diselimuti oleh kasih sayang dan rahmat-Nya yang tak terbatas. Basmalah adalah kunci pembuka pintu rahmat Ilahi, menegaskan bahwa kita bertawakal sepenuhnya kepada-Nya.

b. Pujian Awal kepada Allah

يَا دَائِمَ الْفَضْلِ عَلَى الْبَرِيَّةِ، يَا بَاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالْعَطِيَّةِ، يَا صَاحِبَ الْمَوَاهِبِ السِّنِيَّةِ
Wahai Dzat Yang senantiasa melimpahkan karunia kepada seluruh makhluk, Wahai Dzat Yang membentangkan kedua Tangan-Nya dengan pemberian, Wahai Pemilik anugerah yang mulia,

Penjelasan: Bagian ini adalah pujian agung kepada Allah SWT yang mencerminkan sifat-sifat-Nya yang Maha Pemurah dan Pemberi.

  • "يَا دَائِمَ الْفَضْلِ عَلَى الْبَرِيَّةِ" (Ya Daimal Fadli 'alal Bariyyah): Mengakui bahwa karunia (fadl) Allah itu abadi (da'im) dan meliputi seluruh ciptaan (bariyyah). Ini mengingatkan kita bahwa setiap nikmat, baik besar maupun kecil, yang kita rasakan dalam hidup ini berasal dari Allah dan tidak pernah putus. Dari udara yang kita hirup, air yang kita minum, hingga bimbingan iman, semuanya adalah karunia abadi dari-Nya.
  • "يَا بَاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالْعَطِيَّةِ" (Ya Basital Yadaini bil 'Athiyyah): Ungkapan "membentangkan kedua tangan" adalah kiasan untuk kemurahan dan keleluasaan pemberian Allah yang tak terbatas. Ini bukan berarti Allah memiliki tangan secara fisik, melainkan menunjukkan bahwa Allah itu Maha Dermawan, selalu siap memberi, dan pemberian-Nya tidak pernah berkurang atau terbatas. Ketika kita memohon, seolah-olah tangan-Nya selalu terbuka untuk memberi.
  • "يَا صَاحِبَ الْمَوَاهِبِ السِّنِيَّةِ" (Ya Sahib al-Mawahibis Saniyyah): Menegaskan bahwa Allah adalah Pemilik (sahib) segala anugerah (mawahib) yang luhur dan mulia (saniyyah). Anugerah-anugerah ini tidak hanya bersifat materi, tetapi juga spiritual, seperti hidayah, ilmu, kesabaran, dan kekuatan iman. Dengan memuji-Nya sebagai Pemilik anugerah ini, kita menempatkan harapan kita pada Dzat Yang memiliki segalanya.
Pujian-pujian ini membangun landasan doa, di mana kita mengakui keagungan dan kemurahan Allah sebelum memanjatkan permohonan. Ini adalah adab dalam berdoa, dimulai dengan memuji Allah, yang meningkatkan peluang doa kita dikabulkan.

c. Shalawat dan Permohonan Rahmat

صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ ارْحَمْنَا فِي هٰذِهِ الدُّنْيَا جَمِيْعًا وَ الْآخِرَةِ رَحْمَةً وَاسِعَةً.
limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, dan sayangilah kami di dunia ini seluruhnya dan di akhirat dengan rahmat yang luas.

Penjelasan:

  • "صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ" (Shalli 'ala Muhammadin wa Alihi): Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya adalah perintah Allah dan sunnah yang sangat dianjurkan. Shalawat adalah bentuk penghormatan, pujian, dan permohonan rahmat bagi Nabi. Dengan bershalawat, kita berharap mendapatkan syafaat beliau dan keberkahan dari Allah. Menyertakan keluarga Nabi (alihi) juga merupakan bagian dari tradisi shalawat yang komprehensif.
  • "وَ ارْحَمْنَا فِي هٰذِهِ الدُّنْيَا جَمِيْعًا وَ الْآخِرَةِ رَحْمَةً وَاسِعَةً" (Warhamna fi hadzihid dunya jami'an wal akhirati rahmatan waasi'ah): Setelah bershalawat, kita langsung memohon rahmat yang luas (rahmatan waasi'ah) bagi diri kita dan seluruh umat Islam (jami'an) di dunia dan akhirat. Rahmat Allah adalah segalanya. Tanpa rahmat-Nya, tidak ada kebaikan yang bisa kita raih, baik di dunia maupun di akhirat. Permohonan rahmat yang luas ini menunjukkan kesadaran akan ketergantungan total kita kepada Allah. Di dunia, rahmat-Nya terwujud dalam kesehatan, rezeki, kedamaian, dan hidayah. Di akhirat, rahmat-Nya adalah kunci menuju surga dan perlindungan dari neraka.
Bagian ini melengkapi pembukaan doa dengan menyeimbangkan pujian kepada Allah, penghormatan kepada Nabi, dan permohonan universal yang mendalam bagi seluruh umat.

2. Permohonan Ampunan atas Dosa-dosa yang Lalu

a. Istighfar Umum untuk Dosa dengan Konsekuensi

اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْقَصَاصَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْحَرَمَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْعُقُوْبَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْغَرَامَةَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْهَوَانَ، أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْبَلَاءَ. فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang Engkau wajibkan padaku qisas karenanya, atau Engkau wajibkan padaku kehinaan karenanya, atau Engkau wajibkan padaku hukuman karenanya, atau Engkau wajibkan padaku denda karenanya, atau Engkau wajibkan padaku kerendahan karenanya, atau Engkau wajibkan padaku bencana karenanya. Maka ampunilah aku, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.

Penjelasan: Bagian ini merupakan permohonan ampunan yang sangat spesifik dan menyeluruh, mencakup berbagai jenis dosa dan konsekuensinya. Ini menunjukkan kesadaran yang mendalam akan beratnya dosa dan akibatnya di dunia maupun akhirat.

  • "اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ..." (Allahumma inni astaghfiruka min kulli dzanbin...): Dimulai dengan istighfar (memohon ampun) dari "setiap dosa". Ini adalah pengakuan umum atas dosa-dosa yang mungkin tidak kita sadari atau lupakan.
  • "...أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْقَصَاصَ" (aw ojabta 'alayya bihil qisas): Dosa yang mewajibkan qisas adalah dosa-dosa yang berhubungan dengan hak sesama manusia, seperti pembunuhan atau penganiayaan, di mana syariat menetapkan balasan yang setimpal. Memohon ampun dari dosa semacam ini adalah pengakuan akan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba. Meskipun qisas adalah hukum dunia, permohonan ampun di sini juga mencakup ampunan Allah atas dimensi dosa di akhirat.
  • "...أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْحَرَمَةَ" (aw ojabta 'alayya bihil hurmah): Dosa yang menyebabkan kehormatan terenggut atau diharamkan (misalnya, melanggar kehormatan orang lain). Ini bisa merujuk pada dosa-dosa yang merusak reputasi, harga diri, atau integritas seseorang.
  • "...أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْعُقُوْبَةَ" (aw ojabta 'alayya bihil 'uqubah): Dosa yang mengakibatkan hukuman ('uqubah), baik hukuman di dunia (seperti hudud, ta'zir) maupun di akhirat (azab neraka). Ini adalah permohonan ampun dari dosa-dosa yang sanksinya telah ditetapkan oleh Allah.
  • "...أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْغَرَامَةَ" (aw ojabta 'alayya bihil gharamah): Dosa yang mewajibkan denda (gharamah), seringkali terkait dengan pelanggaran finansial atau kerugian yang ditimbulkan pada orang lain yang harus diganti rugi. Ini mengingatkan akan pentingnya menunaikan hak-hak materi orang lain.
  • "...أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْهَوَانَ" (aw ojabta 'alayya bihil hawan): Dosa yang menyebabkan kerendahan atau kehinaan, baik di mata manusia maupun di hadapan Allah. Dosa seringkali merendahkan martabat pelakunya.
  • "...أَوْ أَوْجَبْتَ عَلَيَّ بِهِ الْبَلَاءَ" (aw ojabta 'alayya bihil bala'): Dosa yang mendatangkan musibah atau bencana. Dalam banyak ajaran agama, musibah seringkali dianggap sebagai teguran atau akibat dari dosa-dosa yang telah diperbuat. Dengan memohon ampunan dari dosa ini, kita berharap diangkat dari bencana atau dihindarkan darinya.
"فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ" (Faghfir li ya Arhamar Rahimin): Permohonan ampunan ditutup dengan menyebut salah satu Asmaul Husna yang paling agung, "Wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang." Ini adalah penegasan kembali bahwa hanya Allah yang memiliki kapasitas untuk mengampuni dosa-dosa sedemikian rupa, dan rahmat-Nya melampaui segala sesuatu. Ini adalah puncak harapan akan pengampunan total dari Allah.

3. Refleksi dan Taubat untuk Amal Buruk Tahun Lalu

a. Pengakuan Dosa yang Belum Ditaubati

اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مِنْ عَمَلٍ نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَ لَمْ تَرْضَهُ وَ لَمْ تَنْسَهُ، وَ أَنْتَ عَلَيَّ مُطَّلِعٌ، وَ أَنْتَ تُرِيْدُ مِنِّي التَّوْبَةَ وَ التَّقْبِيْلَ، فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, segala amal yang telah aku lakukan pada tahun ini yang Engkau larang dariku, lalu aku belum bertaubat darinya, dan Engkau tidak meridainya, serta Engkau tidak melupakannya, sedangkan Engkau Maha Melihatku, dan Engkau menghendaki taubat dan penerimaan dariku, maka ampunilah aku, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.

Penjelasan: Bagian doa ini adalah refleksi jujur dan mendalam atas dosa-dosa yang dilakukan sepanjang tahun yang telah berlalu (tahun Hijriah sebelum Muharram). Ini adalah pengakuan akan kelemahan diri dan keagungan Allah.

  • "مَا عَمِلْتُ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مِنْ عَمَلٍ نَهَيْتَنِي عَنْهُ" (Ma 'amiltu fi hadzihis sanati min 'amalin nahaitani 'anhu): "Apa saja yang telah aku lakukan pada tahun ini dari perbuatan yang Engkau larang." Ini mencakup semua dosa, baik yang disengaja maupun tidak, yang besar maupun yang kecil, yang disadari maupun yang terlupakan.
  • "فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَ لَمْ تَرْضَهُ وَ لَمْ تَنْسَهُ" (Fa lam atub minhu wa lam tardhahu wa lam tansahu): Ini adalah bagian yang sangat menyentuh. "Lalu aku belum bertaubat darinya, dan Engkau tidak meridainya, serta Engkau tidak melupakannya."
    • "فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ": Pengakuan bahwa kita belum menunaikan hak taubat yang sesungguhnya atas dosa tersebut. Ini adalah kejujuran diri di hadapan Allah.
    • "وَ لَمْ تَرْضَهُ": Pengakuan bahwa Allah tidak ridha (senang) dengan perbuatan dosa tersebut. Allah hanya meridai kebaikan dan ketaatan.
    • "وَ لَمْ تَنْسَهُ": Pengakuan bahwa Allah tidak pernah lupa. Meskipun manusia sering lupa akan dosa-dosanya, Allah Maha Mengetahui dan Maha Mencatat. Ini adalah pengingat akan keadilan Allah dan fakta bahwa tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya.
  • "وَ أَنْتَ عَلَيَّ مُطَّلِعٌ" (Wa anta 'alayya muttali'un): "Padahal Engkau Maha Melihatku." Ini adalah penegasan akan sifat Allah Al-Bashir (Maha Melihat) dan Al-Khabir (Maha Mengetahui). Tidak ada yang tersembunyi dari pandangan Allah.
  • "وَ أَنْتَ تُرِيْدُ مِنِّي التَّوْبَةَ وَ التَّقْبِيْلَ" (Wa anta turidu minnit taubata wat taqbil): "Dan Engkau menghendaki taubat dan penerimaan dariku." Ini adalah bagian yang penuh harapan. Meskipun kita telah berdosa, Allah tetap menghendaki kita untuk bertaubat dan Dia siap menerima taubat tersebut. Ini adalah representasi dari rahmat dan kasih sayang Allah yang luas, selalu membuka pintu taubat bagi hamba-Nya.
"فَاغْفِرْ لِي يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ" (Faghfir li ya Arhamar Rahimin): Doa ini diakhiri dengan permohonan ampunan kepada Yang Maha Penyayang, menguatkan harapan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah diakui dan belum ditaubati ini. Ini adalah inti dari taubat, yaitu kembali kepada Allah dengan penyesalan, niat untuk tidak mengulangi, dan memohon ampunan-Nya.

4. Syukur dan Permohonan untuk Amal Baik Tahun Lalu

a. Pengakuan Amal Baik yang Diterima

اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِنْ عَمَلٍ قَبِلْتَهُ مِنِّي وَ رَضِيْتَهُ مِنِّي وَ لَمْ تَنْسَهُ، وَ أَنْتَ عَلَيَّ شَاهِدٌ، فَاشْكُرْ لِي وَ لَا تُخْزِنِي يَوْمَ أَلْقَاكَ.
Ya Allah, segala amal yang telah aku lakukan pada tahun ini yang Engkau terima dariku dan Engkau ridai dariku dan tidak Engkau lupakan, sedangkan Engkau Maha Menyaksikanku, maka berikanlah pahala kepadaku dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari aku bertemu dengan-Mu.

Penjelasan: Bagian doa ini menunjukkan keseimbangan antara mengakui kesalahan dan bersyukur atas kebaikan. Setelah memohon ampunan atas dosa, kini saatnya untuk mengakui dan bersyukur atas amal-amal kebaikan yang telah dilakukan dan diterima oleh Allah.

  • "مَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِنْ عَمَلٍ قَبِلْتَهُ مِنِّي" (Ma 'amiltu fiha min 'amalin qabiltahu minni): "Apa saja yang telah aku lakukan pada tahun ini dari perbuatan yang Engkau terima dariku." Ini adalah harapan besar seorang hamba bahwa amal-amal baiknya telah diterima oleh Allah. Penerimaan amal adalah karunia besar, bukan hak.
  • "وَ رَضِيْتَهُ مِنِّي" (Wa radhitahu minni): "Dan Engkau ridai dariku." Ridha Allah adalah tujuan tertinggi seorang Muslim. Jika Allah ridha, maka segala kebaikan akan mengikuti. Ini adalah pengakuan bahwa kebaikan yang dilakukan semata-mata karena karunia dan ridha-Nya.
  • "وَ لَمْ تَنْسَهُ" (Wa lam tansahu): "Dan tidak Engkau lupakan." Mirip dengan bagian dosa, ini adalah penegasan bahwa Allah Maha Pencatat dan tidak pernah lupa akan amal baik hamba-Nya. Setiap kebaikan sekecil apapun akan dicatat dan dibalas.
  • "وَ أَنْتَ عَلَيَّ شَاهِدٌ" (Wa anta 'alayya syahidun): "Sedangkan Engkau Maha Menyaksikanku." Penegasan akan sifat Allah Al-Syahid (Maha Menyaksikan) yang mengetahui setiap perbuatan, niat, dan kondisi hati.
  • "فَاشْكُرْ لِي" (Fasykur li): "Maka berikanlah pahala kepadaku." Ini adalah permohonan agar Allah membalas amal baik kita dengan pahala yang berlipat ganda. Kata "syukur" di sini dalam konteks Allah berarti membalas dengan kebaikan yang lebih baik.
  • "وَ لَا تُخْزِنِي يَوْمَ أَلْقَاكَ" (Wa la tukhzini yawma alqaka): "Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari aku bertemu dengan-Mu." Ini adalah permohonan yang sangat penting, yaitu agar diselamatkan dari kehinaan dan rasa malu pada Hari Kiamat, hari di mana setiap amal perbuatan akan dihisab dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Kehinaan di hari itu adalah kerugian terbesar.
Bagian ini menginspirasi rasa syukur atas kesempatan beramal baik dan membangun harapan akan balasan yang adil dari Allah, seraya memohon perlindungan dari kehinaan di akhirat.

5. Penutup Doa: Permohonan Kesejahteraan Universal

a. Permohonan Keselamatan dan Kesejahteraan

اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ وَ الْمُعَافَاةَ فِي الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ.
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan dan kesejahteraan dalam agama, dunia, dan akhirat.

Penjelasan: Permohonan ini sangat komprehensif, mencakup aspek agama, dunia, dan akhirat, yang merupakan pilar kehidupan seorang Muslim.

  • "الْعَافِيَةَ" (Al-'Afiyah): Keselamatan dari segala penyakit, musibah, dan keburukan. Ini adalah permohonan kesehatan fisik, mental, dan spiritual.
  • "وَ الْمُعَافَاةَ" (Wal Mu'afah): Kesejahteraan yang menyeluruh dan berkesinambungan, termasuk perlindungan dari fitnah, ujian, dan dosa. Ini juga bisa berarti perlindungan dari celaan dan celaan orang lain.
  • "فِي الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ" (Fid dini wad dunya wal akhirah): Memohon 'afiyah dan mu'afah di tiga ranah penting:
    • Dalam agama (fid dini): Ini berarti memohon agar Allah menjaga iman kita, melindungi kita dari kesesatan, memberikan kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Ini adalah keselamatan spiritual.
    • Dalam dunia (wad dunya): Ini berarti memohon agar Allah memberikan kehidupan yang baik di dunia, rezeki yang halal, kesehatan, keluarga yang harmonis, dan segala hal yang mendukung ketaatan kepada-Nya.
    • Dan akhirat (wal akhirah): Ini adalah permohonan terpenting, yaitu keselamatan dari azab neraka, kemudahan hisab, dan kemasukan surga tanpa hisab atau dengan hisab yang ringan. Ini adalah puncak harapan seorang Muslim.
Permohonan ini menunjukkan pandangan hidup seorang Muslim yang seimbang, mengutamakan keselamatan agama sebagai landasan, namun tidak melupakan kebutuhan akan kebaikan di dunia dan akhirat.

b. Doa Sapu Jagad

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka.

Penjelasan: Ini adalah "doa sapu jagad" yang sangat masyhur, disebutkan dalam Al-Qur'an (Surah Al-Baqarah: 201) dan sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Doa ini adalah penutup yang sempurna karena mencakup seluruh hajat dan keinginan seorang hamba secara ringkas namun menyeluruh.

  • "رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً" (Rabbana atina fid dunya hasanah): "Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia." Kebaikan dunia mencakup segala nikmat yang mendekatkan kita kepada Allah, seperti rezeki yang halal, kesehatan, ilmu yang bermanfaat, keluarga yang saleh, keturunan yang baik, ketenangan hati, dan segala hal yang menjadi penopang ketaatan.
  • "وَ فِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً" (Wa fil akhirati hasanah): "Dan kebaikan di akhirat." Kebaikan akhirat adalah yang paling utama, meliputi ampunan dosa, kemudahan hisab, syafaat Nabi, masuk surga, bertemu Allah, dan perlindungan dari siksa neraka.
  • "وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ" (Wa qina 'adzaban naar): "Dan lindungilah kami dari siksa api neraka." Ini adalah permohonan perlindungan paling mendesak, karena azab neraka adalah azab yang paling pedih dan kekal. Perlindungan dari neraka adalah wujud nyata dari rahmat Allah.
Doa ini mengajarkan kita untuk tidak hanya fokus pada kehidupan duniawi, melainkan juga harus senantiasa memohon kebaikan di akhirat, dan yang terpenting adalah memohon perlindungan dari api neraka. Doa ini menunjukkan keseimbangan sempurna antara harapan dunia dan akhirat, serta tawakal penuh kepada Allah sebagai Pemberi segala kebaikan dan Pelindung dari segala keburukan.

Melalui penguraian lafazh doa hari Asyura dan terjemahannya ini, kita diajak untuk tidak sekadar membaca, melainkan meresapi setiap kata dan maknanya. Doa ini adalah sebuah cerminan dari kesadaran seorang hamba akan dosa-dosanya, rasa syukurnya atas nikmat dan amal baik, serta harapannya akan rahmat dan perlindungan Allah di setiap aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat. Membaca doa ini dengan pemahaman yang utuh akan meningkatkan kekhusyukan dan keikhlasan kita, insya Allah.

Amalan Lain yang Dianjurkan di Hari Asyura

Selain puasa dan memanjatkan doa hari Asyura dan terjemahannya, ada beberapa amalan lain yang dianjurkan untuk dilakukan pada Hari Asyura. Amalan-amalan ini bersifat umum, yang keutamaannya sangat ditekankan pada hari-hari mulia seperti Asyura, meskipun tidak ada dalil spesifik yang mengkhususkan amalan tersebut hanya untuk tanggal 10 Muharram saja. Melaksanakan amalan-amalan ini akan semakin menyempurnakan ibadah kita dan menambah pahala di hari yang penuh berkah ini.

1. Memperbanyak Sedekah

Bersedekah adalah amalan mulia yang pahalanya dilipatgandakan oleh Allah SWT. Pada hari-hari yang diberkahi seperti Asyura, keutamaan sedekah menjadi semakin besar. Meskipun tidak ada hadis shahih yang secara spesifik menyebutkan keutamaan sedekah pada hari Asyura dengan ganjaran khusus, secara umum, sedekah adalah pintu rezeki dan penghapus dosa yang sangat ditekankan dalam Islam.

Memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, atau membantu mereka yang membutuhkan adalah bentuk sedekah yang sangat dianjurkan. Beberapa ulama bahkan menyebutkan bahwa bersedekah pada Hari Asyura pahalanya setara dengan sedekah setahun penuh, meskipun riwayat ini tidak mencapai derajat shahih dari Nabi SAW secara langsung. Namun, semangat untuk berbagi kebaikan dan kebahagiaan dengan sesama pada hari istimewa ini adalah hal yang sangat positif dan sejalan dengan ajaran Islam.

2. Menjaga Silaturahmi

Silaturahmi, yaitu menyambung tali persaudaraan dan kekerabatan, adalah amalan yang sangat ditekankan dalam Islam. Allah SWT dan Rasul-Nya sangat mencintai hamba-Nya yang menjaga silaturahmi, dan bahkan menjanjikan pahala berupa kelapangan rezeki dan panjang umur.

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hari Asyura dapat menjadi momentum yang baik untuk mempererat hubungan dengan keluarga, kerabat, dan teman. Menjenguk yang sakit, mengunjungi orang tua, atau sekadar menelepon kerabat yang jauh dapat menjadi bentuk silaturahmi yang bernilai ibadah. Dengan menjaga silaturahmi, kita tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan umat.

3. Mandi dan Berhias (Bukan Kewajiban, Hanya Tradisi)

Ada beberapa tradisi di sebagian masyarakat Muslim yang menganjurkan mandi, berhias, memakai celak, atau mengenakan pakaian baru pada Hari Asyura. Namun, perlu ditegaskan bahwa tidak ada dasar syar'i (hadis shahih) yang mendukung amalan-amalan ini sebagai ibadah khusus Hari Asyura. Beberapa riwayat yang menyebutkan hal ini dinilai dha'if (lemah) atau bahkan maudhu' (palsu) oleh para ulama ahli hadis.

Oleh karena itu, jika seseorang melakukan amalan ini dengan niat sebagai kebersihan dan kerapian umum yang dianjurkan dalam Islam, itu tidak masalah. Namun, jika dilakukan dengan keyakinan bahwa itu adalah sunnah khusus Hari Asyura yang mendatangkan pahala tertentu, maka ini perlu diluruskan karena tidak ada dasar dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.

4. Membaca Al-Qur'an dan Berdzikir

Membaca Al-Qur'an dan memperbanyak dzikir adalah amalan yang sangat dianjurkan setiap saat, terutama pada hari-hari yang mulia. Hari Asyura adalah kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas ibadah ini. Membaca ayat-ayat Allah, merenungi maknanya, serta memperbanyak dzikir seperti tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (La ilaha illallah), dan takbir (Allahu Akbar) akan membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah.

Dzikir adalah pengingat akan kebesaran Allah, dan pada hari di mana Allah menunjukkan keagungan-Nya melalui peristiwa-peristiwa besar, berdzikir menjadi semakin relevan. Dengan menggabungkan puasa, doa hari Asyura dan terjemahannya, sedekah, silaturahmi, membaca Al-Qur'an, dan berdzikir, kita dapat mengisi Hari Asyura dengan ibadah yang komprehensif dan penuh keberkahan.

5. Menghindari Bid'ah

Sangat penting untuk diingat bahwa di Hari Asyura, kita harus berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni dan menjauhi praktik-praktik bid'ah (inovasi dalam agama yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Sunnah). Beberapa kelompok atau tradisi mungkin memiliki amalan-amalan tertentu yang tidak sesuai dengan syariat pada hari ini, seperti ritual meratap atau bahkan perayaan yang berlebihan. Umat Islam harus berhati-hati dan hanya melakukan amalan-amalan yang jelas dasarnya dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.

Fokus utama pada Hari Asyura adalah puasa dan doa, serta amalan-amalan saleh umum yang pahalanya diharapkan dilipatgandakan pada hari yang mulia ini. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa ibadah kita diterima oleh Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

Hikmah dan Pesan Spiritual Hari Asyura

Setelah mengupas tuntas sejarah, keutamaan puasa, serta makna mendalam dari doa hari Asyura dan terjemahannya, penting bagi kita untuk merenungkan hikmah dan pesan spiritual yang terkandung di balik hari yang mulia ini. Hari Asyura bukan sekadar peringatan historis atau ritual ibadah semata, melainkan sebuah pengingat akan berbagai pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan setiap Muslim.

1. Pentingnya Bersyukur kepada Allah

Peristiwa penyelamatan Nabi Musa AS dari Fir'aun adalah salah satu wujud nyata pertolongan dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya bersyukur atas setiap nikmat dan pertolongan yang Allah berikan. Puasa Asyura adalah salah satu bentuk ekspresi syukur tersebut, mengikuti teladan para nabi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga harus senantiasa bersyukur, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, karena syukur akan menambah nikmat dan mendatangkan keberkahan.

2. Kekuatan Kesabaran dan Keteguhan Iman

Kisah Nabi Musa dan Bani Israil adalah saga kesabaran dalam menghadapi penindasan dan keteguhan iman di tengah cobaan berat. Demikian pula kisah Nabi Ayub yang sabar menghadapi penyakit, Nabi Yunus yang bertobat setelah ujian, dan Nabi Nuh yang sabar menghadapi kaumnya. Hari Asyura mengingatkan kita bahwa setiap ujian adalah kesempatan untuk menunjukkan kesabaran dan keimanan kita kepada Allah. Dengan kesabaran, pertolongan Allah pasti akan datang.

3. Pentingnya Taubat dan Istighfar

Bagian inti dari doa Hari Asyura adalah permohonan ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu. Ini menekankan pentingnya taubat dan istighfar dalam kehidupan seorang Muslim. Setiap manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Hari Asyura, dengan janji penghapusan dosa melalui puasa, menjadi momentum emas untuk membersihkan diri dari noda-noda dosa, kembali ke jalan yang benar, dan memperbaharui janji setia kepada Allah. Taubat adalah pintu rahmat Allah yang senantiasa terbuka bagi hamba-Nya yang tulus.

4. Harapan akan Rahmat dan Kebaikan Allah

Doa Hari Asyura juga sarat dengan permohonan rahmat dan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Ini menanamkan harapan yang mendalam kepada seorang Muslim bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang selalu siap mengabulkan doa hamba-Nya yang ikhlas. Kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah dan meyakini bahwa Dia akan memberikan yang terbaik bagi kita, selama kita berusaha dan berdoa.

5. Keseimbangan Hidup Dunia dan Akhirat

Doa "sapu jagad" yang menjadi penutup doa Hari Asyura mengajarkan kita tentang pentingnya menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Kita diajarkan untuk memohon kebaikan di dunia agar bisa beribadah dengan nyaman dan berkontribusi positif, namun pada saat yang sama, kita tidak boleh melupakan tujuan utama kita yaitu kehidupan akhirat yang kekal. Kebaikan sejati adalah kebaikan yang membawa manfaat di kedua alam.

6. Pentingnya Identitas Muslim yang Unik

Perintah Nabi SAW untuk menambahkan puasa Tasu'a (9 Muharram) sebagai pembeda dari kaum Yahudi menunjukkan pentingnya menjaga identitas keislaman. Muslim tidak boleh semata-mata meniru kebiasaan atau tradisi umat lain tanpa dasar syariat yang jelas. Ini mengajarkan kita untuk selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga praktik keagamaan kita memiliki fondasi yang kuat.

Secara keseluruhan, Hari Asyura adalah pengingat spiritual yang kuat. Ini adalah hari untuk merayakan kemenangan kebenaran atas kebatilan, untuk bersyukur atas pertolongan Allah, untuk bertaubat dari dosa, dan untuk memperbaharui komitmen kita kepada-Nya. Dengan menghayati makna-makna ini, amalan puasa dan doa hari Asyura dan terjemahannya akan menjadi lebih dari sekadar ritual, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mendalam, membentuk karakter Muslim yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah SWT.

Kesimpulan: Meraih Keberkahan Asyura

Hari Asyura, yang ditandai pada tanggal 10 Muharram, adalah salah satu hari paling istimewa dan penuh keberkahan dalam kalender Islam. Sejarahnya yang kaya, mulai dari penyelamatan Nabi Musa AS hingga anjuran puasa dari Nabi Muhammad SAW, menempatkan hari ini pada posisi yang sangat penting dalam memori kolektif umat Islam. Puasa pada Hari Asyura, khususnya jika digabungkan dengan puasa Tasu'a (9 Muharram), merupakan sunnah muakkadah yang dijanjikan dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu, sebuah karunia tak ternilai dari Allah SWT.

Selain puasa, amalan berdoa juga menjadi inti dari perayaan spiritual Asyura. Meskipun tidak ada lafazh doa spesifik yang diriwayatkan secara langsung dari Nabi Muhammad SAW untuk Hari Asyura, doa-doa yang dirangkai oleh para ulama dan orang-orang saleh, seperti doa hari Asyura dan terjemahannya yang telah kita bahas secara mendalam, menawarkan sebuah sarana yang kuat untuk bertaubat, bersyukur, dan memohon rahmat serta perlindungan Allah. Doa ini mencerminkan pengakuan atas keagungan Allah, permohonan ampunan atas segala jenis dosa dan konsekuensinya, serta harapan akan pahala atas amal kebaikan dan keselamatan di dunia maupun akhirat.

Setiap segmen doa, dari pujian kepada Allah sebagai Pemilik karunia abadi, hingga permohonan ampunan atas dosa yang belum ditaubati, dan syukur atas amal baik yang diterima, hingga penutup dengan doa sapu jagad yang universal, semuanya membentuk kerangka spiritual yang komprehensif. Melalui penghayatan makna-makna ini, seorang Muslim tidak hanya sekadar mengucapkan lafazh, tetapi juga meresapi esensi dari permohonan dan penyerahan diri kepada Sang Pencipta. Doa ini adalah cermin dari kesadaran seorang hamba akan posisi dirinya di hadapan Allah: lemah, penuh dosa, namun senantiasa berharap pada kasih sayang dan kemurahan-Nya.

Selain puasa dan doa, amalan-amalan lain seperti bersedekah, menjaga silaturahmi, membaca Al-Qur'an, dan berdzikir juga sangat dianjurkan untuk mengisi Hari Asyura dengan kebaikan. Penting juga untuk diingat agar selalu berpegang pada sunnah Nabi dan menjauhi praktik-praktik bid'ah yang tidak memiliki dasar syariat. Dengan memfokuskan diri pada amalan-amalan yang sahih, kita dapat memastikan bahwa ibadah kita diterima dan membawa keberkahan yang maksimal.

Pada akhirnya, Hari Asyura adalah momentum yang berharga untuk introspeksi diri, memperbaharui komitmen kita kepada Allah, dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan. Melalui puasa yang tulus, doa hari Asyura dan terjemahannya yang diresapi maknanya, serta amalan-amalan saleh lainnya, kita berharap dapat meraih ampunan-Nya, rahmat-Nya yang luas, dan keberkahan di sepanjang hidup kita, baik di dunia ini maupun di kehidupan yang kekal di akhirat. Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadah kita dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa bertaubat, bersyukur, dan istiqamah dalam kebaikan.

🏠 Homepage