Tumbuhan, meskipun tampak pasif, memiliki sistem regulasi internal yang kompleks untuk mengelola pertumbuhan, perkembangan, dan respons terhadap lingkungan. Jantung dari sistem ini adalah sekelompok senyawa kimia yang dikenal sebagai hormon tumbuhan, atau fitohormon. Hormon-hormon ini, diproduksi dalam konsentrasi yang sangat rendah, bekerja dengan cara yang spesifik untuk memicu berbagai respons fisiologis. Memahami peran hormon-hormon utama seperti auksin, gibberelin, sitokinin, asam absisat, dan gas etilen sangat krusial untuk mengapresiasi kecanggihan kehidupan tumbuhan.
Auksin adalah salah satu hormon tumbuhan yang paling awal ditemukan dan paling banyak dipelajari. Nama "auksin" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "tumbuh". Hormon ini, terutama asam indol-3-asetat (IAA), bertanggung jawab atas berbagai proses pertumbuhan. Peran utamanya adalah merangsang pemanjangan sel. Ketika auksin berikatan dengan reseptornya di dinding sel, ia memicu pompa proton yang mengurangi pH dinding sel, membuatnya lebih lentur dan memungkinkan sel untuk memanjang di bawah tekanan turgor.
Selain pemanjangan sel, auksin juga berperan dalam tropisme, yaitu gerakan tumbuhan yang diarahkan oleh rangsangan eksternal. Contoh klasik adalah fototropisme, di mana batang tumbuhan tumbuh membengkok ke arah cahaya. Auksin terakumulasi di sisi bayangan batang, merangsang pemanjangan sel di sisi tersebut lebih cepat daripada sisi yang terkena cahaya, sehingga menyebabkan batang membengkok. Auksin juga terlibat dalam pertumbuhan akar, pembentukan jaringan vaskular, diferensiasi sel, dan inhibisi tunas lateral (memperkuat pertumbuhan batang utama).
Gibberelin (GA) adalah kelompok hormon yang memiliki efek signifikan pada pertumbuhan memanjang batang dan respons terhadap perkecambahan. Gibberelin bekerja dengan cara yang berbeda dari auksin. Salah satu fungsi utamanya adalah merangsang pembelahan dan pemanjangan sel di meristem pucuk dan akar. Dalam banyak kasus, gibberelin bekerja sinergis dengan auksin untuk mempromosikan pertumbuhan.
Peran gibberelin yang paling dikenal adalah kemampuannya untuk mengatasi kerdil atau kekerdilan. Tanaman yang kekurangan gibberelin sering kali pendek dan kerdil. Pemberian gibberelin dapat memicu pertumbuhan memanjang yang drastis, membuat tanaman menjadi lebih tinggi. Hormon ini juga sangat penting dalam proses perkecambahan biji. Banyak biji memerlukan gibberelin untuk memecah dormansi dan memulai pertumbuhan. Selain itu, gibberelin berperan dalam pembungaan pada beberapa spesies tumbuhan, terutama pada tumbuhan berhari panjang, serta dalam perkembangan buah, seperti dalam produksi anggur tanpa biji.
Sitokinin adalah hormon tumbuhan yang secara primer merangsang pembelahan sel (sitokinesis). Hormon ini pertama kali diidentifikasi dari hasil penelitian pada kultur jaringan, di mana ia terbukti memicu pembelahan sel dalam media pertumbuhan. Sitokinin berinteraksi dengan auksin untuk mengatur perkembangan tumbuhan secara keseluruhan. Rasio auksin terhadap sitokinin sangat menentukan nasib sel tumbuhan dalam kultur jaringan; rasio tinggi auksin terhadap sitokinin cenderung mendorong pembentukan akar, sementara rasio tinggi sitokinin terhadap auksin mendorong pembentukan tunas.
Selain pembelahan sel, sitokinin juga memiliki peran dalam diferensiasi sel, penundaan penuaan (senescence) pada daun, dan mobilisasi nutrisi ke bagian tumbuhan yang memerlukannya. Sitokinin dapat memperpanjang umur daun dengan menghambat degradasi klorofil dan protein. Hormon ini juga terlibat dalam pembentukan tunas lateral dan dapat mendorong percabangan, yang merupakan aspek penting dalam pembentukan kanopi tumbuhan.
Berbeda dengan hormon-hormon sebelumnya yang cenderung mempromosikan pertumbuhan, asam absisat (ABA) sering kali dianggap sebagai hormon penghambat atau regulator stres. Peran utamanya adalah menginduksi dormansi pada biji dan tunas, serta mengendalikan penutupan stomata sebagai respons terhadap kondisi lingkungan yang mengancam, seperti kekeringan.
Ketika tumbuhan mengalami kekurangan air, konsentrasi ABA meningkat secara dramatis di daun. ABA kemudian memicu penutupan stomata, mengurangi kehilangan air melalui transpirasi. Hormon ini juga berperan dalam proses penuaan daun dan buah, serta melindungi tumbuhan dari kerusakan akibat kekeringan, salinitas, suhu ekstrem, dan stres abiotik lainnya. ABA dalam biji membantu mempertahankan dormansi hingga kondisi lingkungan menjadi menguntungkan untuk perkecambahan.
Gas etilen adalah hormon tumbuhan yang unik karena bentuknya adalah gas, sehingga dapat menyebar dengan mudah antar sel bahkan antar individu tumbuhan. Etilen adalah gas yang terlibat dalam berbagai proses penuaan, pematangan buah, dan respons terhadap stres.
Peran etilen yang paling dramatis adalah dalam pematangan buah. Buah klimakterik, seperti pisang, apel, dan tomat, menunjukkan peningkatan laju respirasi yang signifikan dan produksi etilen yang tinggi menjelang pematangan. Etilen memicu perubahan biokimia yang mengarah pada pelunakan tekstur, perubahan warna (dari hijau menjadi merah atau kuning), dan peningkatan rasa manis akibat pemecahan pati menjadi gula. Etilen juga berperan dalam kerontokan daun dan bunga (abscission) serta dalam respons terhadap cedera atau serangan patogen. Konsentrasi etilen yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar dan pembentukan tunas, namun memicu pertumbuhan lateral pada akar.
Penting untuk dicatat bahwa hormon-hormon tumbuhan ini tidak bekerja secara independen. Sebaliknya, mereka berinteraksi satu sama lain dalam jaringan regulasi yang kompleks. Keseimbangan dan rasio antar hormon sangat menentukan jenis respons fisiologis yang akan terjadi. Misalnya, interaksi auksin dan sitokinin mengontrol pembentukan organ, sementara interaksi antara ABA dan gibberelin mengatur dormansi dan perkecambahan biji. Memahami sinergi dan antagonisme antara hormon-hormon ini memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana tumbuhan tumbuh, beradaptasi, dan bertahan hidup di lingkungan yang dinamis.
Pengetahuan tentang hormon tumbuhan ini tidak hanya penting untuk pemahaman biologi dasar, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang luas dalam pertanian dan hortikultura, mulai dari pengendalian pertumbuhan tanaman hingga peningkatan kualitas hasil panen.