Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang relatif jarang terjadi, di mana anus (lubang rektum) tidak terbentuk dengan sempurna atau bahkan tidak ada sama sekali. Kondisi ini termasuk dalam kelompok kelainan kongenital pada saluran pencernaan dan dapat bervariasi tingkat keparahannya. Atresia ani seringkali didiagnosis segera setelah bayi lahir karena kegagalan dalam mengeluarkan mekonium (tinja pertama bayi) atau karena adanya tanda-tanda kelainan pada pemeriksaan fisik.
Secara medis, atresia ani adalah kondisi di mana bagian akhir dari usus besar (rektum) dan anus tidak terhubung dengan saluran yang semestinya. Dalam perkembangan janin yang normal, rektum dan anus akan terbentuk menjadi satu kesatuan yang berfungsi untuk mengeluarkan feses dari tubuh. Namun, pada kasus atresia ani, proses ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, menyebabkan terbentuknya sumbatan atau saluran yang tidak lengkap.
Terdapat beberapa jenis atresia ani, yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan kelengkapan kelainan. Klasifikasi yang umum digunakan adalah berdasarkan posisi kelainan relatif terhadap otot sfingter anus dan adanya atau tidak adanya fistula (saluran abnormal) yang menghubungkan rektum dengan organ lain seperti kandung kemih, uretra, atau vagina pada wanita.
Penyebab pasti dari atresia ani belum sepenuhnya dipahami. Namun, para ahli medis percaya bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan pada perkembangan janin selama kehamilan, khususnya pada minggu ke-6 hingga ke-12 kehamilan. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya atresia ani antara lain:
Gejala atresia ani biasanya sudah terlihat sejak bayi baru lahir. Tanda-tanda utama yang perlu diwaspadai meliputi:
Diagnosis pasti biasanya dilakukan oleh dokter melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lanjutan seperti USG atau fistulografi mungkin diperlukan untuk menentukan jenis dan tingkat keparahan kelainan.
Penanganan utama untuk atresia ani adalah melalui pembedahan. Jenis operasi yang dilakukan akan bergantung pada anatomi spesifik kelainan, usia bayi, dan adanya kelainan lain. Tujuannya adalah untuk membuat lubang anus yang berfungsi dengan baik agar bayi dapat buang air besar secara normal.
Dalam beberapa kasus, operasi awal mungkin melibatkan pembuatan stoma (lubang anus buatan) pada perut (kolostomi) untuk mengalihkan feses keluar dari tubuh. Ini dilakukan untuk mencegah penumpukan feses di usus dan melindungi organ-organ lain. Setelah bayi cukup besar dan kondisi fisiknya stabil, operasi lanjutan akan dilakukan untuk memperbaiki rektum dan membuat anus baru.
Proses pemulihan pasca operasi membutuhkan waktu dan perhatian khusus. Orang tua akan diberikan edukasi mengenai perawatan luka, kebersihan area anus, dan bagaimana cara merangsang buang air besar agar berjalan lancar. Terapi diet khusus dan terkadang penggunaan pelunak feses juga mungkin diperlukan.
Meskipun atresia ani dapat ditangani dengan pembedahan, beberapa anak mungkin mengalami tantangan jangka panjang terkait fungsi usus. Ini bisa termasuk kesulitan mengontrol buang air besar (inkontinensia), sembelit kronis, atau infeksi saluran kemih berulang. Tim medis yang terdiri dari ahli bedah anak, gastroenterolog anak, dan ahli gizi akan terus memantau perkembangan anak untuk memastikan kualitas hidup terbaik bagi mereka.
Dengan diagnosis dini, penanganan medis yang tepat, dan dukungan orang tua yang kuat, sebagian besar anak dengan atresia ani dapat menjalani kehidupan yang normal dan sehat. Penting bagi orang tua untuk terus berkomunikasi dengan tim medis dan mencari dukungan jika dibutuhkan.