Amalan 10 Suro: Menggapai Berkah di Hari Asyura Muharram

Ilustrasi Bulan Sabit, Bintang, dan Siluet Masjid - Simbol Islam dan Muharram
Bulan Sabit, Bintang, dan Masjid: Simbol datangnya bulan suci Muharram.

Bulan Muharram, sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriah, selalu disambut dengan penuh kekhidmatan oleh umat Islam di seluruh dunia. Di antara hari-hari istimewa di bulan ini, terdapat satu hari yang memiliki kedudukan sangat mulia dan penuh berkah, yaitu Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Di Indonesia, Hari Asyura ini lebih dikenal dengan sebutan “10 Suro” dalam penanggalan Jawa yang disesuaikan.

Amalan 10 Suro bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan berakar kuat pada ajaran Islam dan teladan Nabi Muhammad SAW. Hari ini menyimpan sejarah panjang kemenangan dan mukjizat para nabi, serta menjadi momentum istimewa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai ibadah dan kebaikan. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang apa itu Hari Asyura, keutamaan-keutamaannya, amalan-amalan yang disunnahkan, serta tradisi lokal yang menyertainya, agar kita semua dapat meraih berkah maksimal di hari yang agung ini.

Memahami dan mengamalkan tuntunan agama di Hari Asyura adalah kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk membersihkan diri dari dosa, melipatgandakan pahala, serta memperkuat ikatan spiritual dengan Sang Pencipta. Mari kita selami lebih dalam makna dan praktik amalan 10 Suro agar setiap langkah kita di hari tersebut bernilai ibadah di sisi Allah SWT.

Pengertian dan Sejarah Hari Asyura (10 Muharram)

Secara etimologi, kata "Asyura" berasal dari bahasa Arab yang berarti "kesepuluh". Ini merujuk pada tanggal 10 dari bulan Muharram. Keistimewaan hari ini sudah dikenal jauh sebelum datangnya Islam, bahkan oleh masyarakat jahiliah di Makkah. Namun, Nabi Muhammad SAW memberikan makna dan arahan baru yang lebih agung terhadap hari tersebut, menempatkannya sebagai salah satu hari paling bersejarah dan penuh berkah dalam Islam.

Asyura dalam Lintas Sejarah Para Nabi

Keagungan Hari Asyura tidak lepas dari rentetan peristiwa penting yang terjadi pada hari ini di masa lalu. Allah SWT memilih tanggal 10 Muharram sebagai waktu untuk menunjukkan kekuasaan dan rahmat-Nya kepada beberapa nabi dan rasul-Nya. Kisah-kisah ini menjadi dasar mengapa hari Asyura dipandang sebagai hari yang penuh dengan keberkahan dan hikmah.

1. Penyelamatan Nabi Musa AS dari Firaun

Ilustrasi Laut Terbelah dengan Tongkat Nabi Musa AS
Mukjizat Nabi Musa membelah laut, simbol kemenangan atas kezaliman Firaun.

Salah satu peristiwa paling monumental yang terjadi di Hari Asyura adalah penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kekejaman Firaun dan bala tentaranya. Setelah bertahun-tahun diperbudak dan ditindas, Nabi Musa memimpin kaumnya keluar dari Mesir. Firaun yang angkuh dan zalim mengejar mereka hingga ke Laut Merah. Ketika dihadapkan pada laut yang terbentang di depan dan musuh di belakang, kaum Bani Israil diliputi ketakutan. Namun, dengan izin Allah, Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut, yang kemudian terbelah menjadi dua belas jalur kering, memungkinkan Bani Israil menyeberang.

Ketika Firaun dan pasukannya mencoba mengikuti, laut kembali menyatu dan menenggelamkan mereka semua. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Muharram. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah atas kemenangan kebenaran dan keadilan, serta sebagai penghormatan terhadap Nabi Musa AS.

Kisah ini tidak hanya menjadi simbol kemenangan spiritual, tetapi juga pengingat akan kekuasaan Allah yang tiada batas dan bahwa kebenaran akan selalu menang melawan kezaliman, meskipun rintangan di hadapan tampak mustahil. Bagi umat Islam, ini adalah pelajaran tentang kesaburan, tawakkal, dan keyakinan teguh kepada pertolongan Allah.

2. Peristiwa Lain yang Terjadi di Hari Asyura

Selain Nabi Musa, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Hari Asyura juga menjadi saksi bisu bagi peristiwa-peristiwa penting lain dalam sejarah para nabi:

Meskipun beberapa riwayat ini membutuhkan verifikasi lebih lanjut dari sisi kesahihan hadits, namun secara umum menunjukkan bahwa Hari Asyura memiliki resonansi spiritual yang mendalam dalam sejarah kenabian. Hari ini menjadi saksi atas berbagai bentuk rahmat, pertolongan, dan pengampunan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang saleh.

Hari Asyura dalam Periode Nabi Muhammad SAW

Sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, puasa Hari Asyura adalah puasa yang sangat ditekankan (wajib atau sunnah muakkadah) bagi umat Muslim. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab, "Ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Firaun dan kaumnya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur, dan kami pun berpuasa."

Mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Lalu beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa juga. (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, setelah turunnya perintah puasa Ramadhan, puasa Asyura menjadi sunnah, namun dengan keutamaan yang luar biasa.

Untuk membedakan praktik umat Muslim dari kaum Yahudi, Nabi Muhammad SAW kemudian menganjurkan untuk juga berpuasa pada tanggal 9 Muharram (Hari Tasu'a) sebagai tambahan, agar umat Islam memiliki ciri khas dalam beribadah dan tidak menyerupai kaum lain. Ini menunjukkan perhatian Nabi terhadap identitas umat dan pemurnian ibadah.

Tragedi Karbala dan Pandangan Berbeda

Penting untuk dicatat bahwa bagi sebagian umat Muslim, khususnya kaum Syiah, Hari Asyura memiliki makna yang berbeda dan sangat mendalam. Pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriah (680 M), cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain bin Ali, beserta keluarga dan para pengikutnya, dibantai secara tragis di Karbala, Irak. Bagi mereka, Hari Asyura adalah hari berkabung dan ratapan atas kesyahidan Imam Husain, yang mereka pandang sebagai lambang perjuangan melawan kezaliman dan mempertahankan keadilan.

Perbedaan pandangan ini tidak mengurangi keutamaan ibadah puasa dan amalan kebaikan di Hari Asyura bagi mayoritas umat Islam (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) yang berpegang pada sunnah Nabi Muhammad SAW. Artikel ini akan lebih fokus pada amalan-amalan sesuai perspektif Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang umum di Indonesia.

Keutamaan Amalan 10 Suro (Hari Asyura)

Hari Asyura diberkahi dengan keutamaan yang luar biasa, sehingga setiap amalan kebaikan yang dilakukan pada hari ini memiliki ganjaran yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Keutamaan-keutamaan ini menjadi motivasi utama bagi umat Muslim untuk tidak melewatkan kesempatan emas ini.

1. Penghapus Dosa Setahun yang Lalu

Ini adalah keutamaan paling masyhur dan sangat dicari oleh umat Muslim. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah. Hanya dengan berpuasa sehari, dosa-dosa kecil yang telah kita perbuat selama setahun penuh dapat dihapuskan. Ini adalah peluang emas untuk membersihkan lembaran amal dan memulai tahun baru Hijriah dengan hati yang lebih suci.

Tentu saja, penghapusan dosa ini biasanya merujuk pada dosa-dosa kecil (shaghair). Adapun dosa-dosa besar (kabair) memerlukan taubat nasuha, yakni taubat yang tulus dengan meninggalkan dosa tersebut, menyesalinya, berjanji tidak mengulanginya, dan jika terkait hak orang lain, harus mengembalikan hak tersebut atau meminta maaf.

Keutamaan ini seharusnya mendorong setiap Muslim untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan puasa di Hari Asyura. Bayangkan, dengan satu amalan ringan, Allah SWT memberikan pengampunan sebesar itu. Ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya.

2. Hari di Mana Nabi Musa AS dan Kaumnya Diselamatkan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Hari Asyura adalah hari kemenangan bagi kebenaran dan keadilan. Merayakan kemenangan Nabi Musa AS dengan berpuasa adalah bentuk syukur dan pengakuan atas mukjizat Allah. Nabi Muhammad SAW sendiri berpuasa pada hari ini dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya sebagai bentuk penghormatan dan syukur.

Menghayati peristiwa ini saat berpuasa akan menambah nilai spiritual amalan kita. Kita diingatkan bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang beriman dan sabar, serta akan memberikan pertolongan di saat-saat tersulit. Ini adalah sumber kekuatan dan optimisme bagi setiap Muslim dalam menghadapi tantangan hidup.

3. Hari Diturunkannya Berbagai Rahmat dan Kebaikan

Mengingat banyaknya peristiwa penting yang terjadi di Hari Asyura, yang semuanya berakhir dengan kebaikan dan pertolongan Allah, hari ini dianggap sebagai hari yang penuh dengan keberkahan dan rahmat. Doa-doa di hari ini diyakini lebih mustajab, dan amalan-amalan kebaikan lainnya akan dilipatgandakan pahalanya.

Ini memotivasi kita untuk tidak hanya berpuasa, tetapi juga memperbanyak ibadah lain seperti shalat sunnah, dzikir, sedekah, dan membaca Al-Qur'an. Setiap perbuatan baik yang dilakukan di Hari Asyura berpotensi mendatangkan ganjaran yang berlimpah ruah dari Allah SWT.

4. Meneladani Sunnah Nabi Muhammad SAW

Melakukan amalan 10 Suro, khususnya puasa, adalah bentuk ketaatan dan meneladani Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah teladan terbaik bagi umat manusia, dan mengikuti jejaknya adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketika kita berpuasa di Hari Asyura, kita tidak hanya mencari pahala, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual kita dengan Nabi dan ajarannya.

Ini juga menunjukkan penghormatan kita terhadap ajaran Islam yang universal, yang mengakui dan menghargai nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Dengan berpuasa di Hari Asyura, kita menjadi bagian dari rantai spiritual yang menghubungkan kita dengan sejarah kenabian yang agung.

Amalan-amalan 10 Suro (Hari Asyura) yang Disunnahkan

Untuk memaksimalkan berkah di Hari Asyura, ada beberapa amalan yang sangat dianjurkan. Amalan-amalan ini tidak hanya berlandaskan pada hadits Nabi Muhammad SAW, tetapi juga pada praktik para sahabat dan tabi'in yang memahami betul keutamaan hari ini.

1. Puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram)

Ini adalah amalan utama dan paling ditekankan di Hari Asyura. Puasa di tanggal 10 Muharram adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Namun, Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan untuk menyertainya dengan puasa di tanggal 9 Muharram (Hari Tasu'a) sebagai pembeda dari kaum Yahudi.

Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Muharram)." (HR. Muslim)

Oleh karena itu, amalan terbaik adalah berpuasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Jika tidak memungkinkan, maka berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja sudah cukup.

Niat Puasa Tasu'a dan Asyura

Niat puasa sunnah, termasuk Tasu'a dan Asyura, bisa dilakukan sejak malam hari hingga sebelum tergelincir matahari (waktu dzuhur) asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dan niat itu terbesit di hati. Namun, lebih afdal jika niat sudah terbesit sejak malam hari.

Jika seseorang berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram dan khawatir menyerupai kaum Yahudi, sebagian ulama berpendapat dapat menyertainya dengan puasa sehari setelahnya, yaitu tanggal 11 Muharram. Jadi, ada tiga pilihan:

  1. Puasa Tasu'a dan Asyura (9 dan 10 Muharram) - Ini yang paling afdal.
  2. Puasa Asyura saja (10 Muharram).
  3. Puasa Asyura dan sehari setelahnya (10 dan 11 Muharram).

Hikmah dan Manfaat Puasa Asyura

Puasa Asyura tidak hanya menghapus dosa, tetapi juga mendidik jiwa. Melalui puasa, kita belajar menahan diri dari hawa nafsu, melatih kesabaran, serta merasakan penderitaan kaum fakir miskin yang sering kelaparan. Ini menumbuhkan rasa empati dan syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Puasa juga dipercaya membersihkan tubuh dari racun dan menjaga kesehatan. Secara spiritual, puasa adalah sarana untuk meningkatkan ketakwaan dan memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT.

2. Memperbanyak Sedekah

Ilustrasi Dua Tangan Saling Memberi dan Menerima Sedekah Rp
Amalan sedekah di Hari Asyura sangat dianjurkan untuk meraih keberkahan.

Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak sedekah, terutama pada Hari Asyura. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi:

"Barangsiapa melapangkan nafkah (belanja) untuk keluarganya pada Hari Asyura, niscaya Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun itu."

Meskipun ada perdebatan tentang derajat kesahihan hadits ini, namun para ulama sepakat bahwa anjuran untuk bersedekah dan berbuat baik kepada keluarga adalah amalan yang sangat mulia dalam Islam secara umum. Jika dilakukan di hari yang diberkahi seperti Asyura, maka diharapkan pahalanya akan berlipat ganda.

Sedekah dapat berupa memberi makan orang miskin, menyantuni anak yatim, membantu kaum dhuafa, atau memberikan hadiah kepada keluarga. Intinya adalah berbagi kebahagiaan dan melapangkan rezeki bagi orang lain. Ini adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah atas segala nikmat-Nya.

Memperbanyak sedekah di Hari Asyura adalah cerminan dari kemurahan hati dan kepedulian sosial seorang Muslim. Ini adalah kesempatan untuk membersihkan harta, mendapatkan keberkahan, serta membantu mereka yang membutuhkan. Dampak dari sedekah tidak hanya dirasakan oleh penerima, tetapi juga oleh pemberi dalam bentuk ketenangan jiwa, kebahagiaan, dan kelapangan rezeki dari Allah.

3. Menyantuni Anak Yatim

Di Hari Asyura, menyantuni anak yatim memiliki keutamaan khusus. Rasulullah SAW bersabda:

"Aku dan pengasuh anak yatim di surga seperti ini," sambil beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR. Bukhari)

Meskipun hadits ini bersifat umum, namun mengaitkannya dengan Hari Asyura (yang penuh berkah dan rahmat) akan menambah nilai amalan. Banyak riwayat dan tradisi ulama yang menganjurkan untuk memberikan perhatian lebih kepada anak yatim pada hari ini, baik dengan memberikan makanan, pakaian, atau uang.

Menyantuni anak yatim adalah amalan yang sangat dicintai Allah. Anak-anak yatim adalah kaum yang lemah dan membutuhkan perhatian. Dengan menyantuni mereka di Hari Asyura, kita berharap mendapatkan pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini juga mengajarkan kita tentang kasih sayang, empati, dan tanggung jawab sosial.

Memberikan kegembiraan kepada anak yatim di Hari Asyura dapat menjadi sebab bagi keberkahan hidup. Hal ini juga sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dalam Islam, di mana kaum yang lemah harus dilindungi dan diperhatikan. Membangun senyum di wajah anak yatim adalah ibadah yang tak ternilai harganya.

4. Mandi Sunnah

Beberapa riwayat, meskipun dhaif (lemah), menyebutkan anjuran untuk mandi pada Hari Asyura. Namun, tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menganjurkan mandi sunnah di Hari Asyura. Jika pun dilakukan, niatnya adalah mandi untuk membersihkan diri dan menyegarkan tubuh agar lebih semangat dalam beribadah, bukan karena ada syariat khusus. Mandi yang bersifat umum ini tidak ada larangannya dan memang dianjurkan dalam Islam untuk kebersihan.

Yang terpenting adalah menjaga kebersihan lahir dan batin, bukan berpegang pada riwayat yang tidak kuat sanadnya sebagai sebuah amalan khusus yang berpahala. Mandi adalah bagian dari thaharah (kesucian) yang sangat dianjurkan kapan saja, apalagi menjelang ibadah penting.

5. Memotong Kuku dan Merawat Diri

Sama halnya dengan mandi sunnah, anjuran memotong kuku dan merawat diri di Hari Asyura juga berdasarkan riwayat yang dhaif. Tidak ada perintah khusus dari Nabi Muhammad SAW untuk melakukan ini di Hari Asyura. Namun, memotong kuku dan menjaga kebersihan diri adalah bagian dari fitrah (kebiasaan baik) dalam Islam yang dianjurkan secara umum.

Jadi, jika seseorang memotong kuku atau merawat diri di Hari Asyura, niatnya haruslah karena menjaga kebersihan sesuai sunnah secara umum, bukan karena menganggapnya sebagai amalan khusus di hari itu. Ini adalah bagian dari etika personal Muslim yang bersih dan rapi.

6. Memakai Celak (Itsmid)

Anjuran memakai celak (kohl/itsmid) di Hari Asyura juga disebutkan dalam beberapa riwayat yang dhaif. Oleh karena itu, para ulama tidak menganjurkannya sebagai amalan khusus. Memakai celak adalah sunnah Nabi Muhammad SAW, namun tidak terikat dengan waktu atau hari tertentu seperti Asyura.

Jika seseorang ingin memakai celak, niatkanlah untuk mengikuti sunnah Nabi secara umum dan untuk kesehatan mata, bukan karena ada keutamaan khusus di Hari Asyura. Penting untuk membedakan antara sunnah umum dengan sunnah yang terikat pada waktu atau peristiwa tertentu.

7. Silaturahmi

Menjalin silaturahmi adalah amalan yang sangat mulia dalam Islam dan mendatangkan banyak keberkahan, termasuk memperpanjang umur dan melapangkan rezeki. Allah SWT dan Rasul-Nya sangat menekankan pentingnya silaturahmi.

"Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim)

Meskipun hadits ini bersifat umum, melakukan silaturahmi di Hari Asyura, yang merupakan hari penuh berkah, akan menambah nilai dan pahala amalan tersebut. Mengunjungi sanak saudara, teman, atau tetangga, serta mempererat tali persaudaraan sesama Muslim, adalah bentuk ibadah yang sangat ditekankan.

Silaturahmi di Hari Asyura juga bisa menjadi momen untuk saling mendoakan, berbagi ilmu, dan mengingatkan akan keutamaan hari tersebut. Ini memperkuat ikatan komunitas dan menciptakan suasana harmonis di tengah masyarakat.

8. Memperbanyak Dzikir, Doa, dan Membaca Al-Qur'an

Ilustrasi Tangan Sedang Berdoa atau Berdzikir
Tangan dalam posisi berdoa, simbol permohonan dan dzikir kepada Allah SWT.

Hari Asyura adalah hari yang tepat untuk memperbanyak ibadah sunnah non-puasa. Memperbanyak dzikir (mengingat Allah), doa, dan membaca Al-Qur'an adalah cara yang efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di hari yang penuh berkah ini, diyakini bahwa doa-doa akan lebih mudah dikabulkan.

Semua amalan ini adalah bentuk pengisian waktu dengan kebaikan dan ketaatan. Ini akan menjadikan Hari Asyura kita lebih bermakna dan spiritual.

9. Menuntut Ilmu Agama

Mempelajari ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Di Hari Asyura, mengisi waktu dengan menghadiri majelis ilmu, membaca buku-buku agama, atau mendengarkan ceramah online tentang Islam adalah amalan yang sangat dianjurkan. Dengan ilmu, kita akan semakin memahami ajaran agama dan hikmah di balik setiap syariat.

Mempelajari sejarah Hari Asyura, keutamaan, dan amalannya juga termasuk dalam menuntut ilmu. Ini akan memperdalam pemahaman kita dan memotivasi kita untuk beribadah dengan lebih baik.

10. Memuliakan Keluarga

Selain sedekah kepada fakir miskin, meluaskan belanja untuk keluarga pada Hari Asyura juga merupakan amalan yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang melapangkan nafkah. Memuliakan keluarga dengan memberikan makanan yang lebih baik dari biasanya, membeli kebutuhan mereka, atau sekadar memberikan perhatian lebih, akan mendatangkan kebahagiaan dan keberkahan.

Ini adalah cara untuk menumbuhkan rasa syukur dan kebahagiaan di lingkungan keluarga, serta menunjukkan bahwa hari istimewa ini dirayakan dengan penuh kegembiraan dan kebersamaan.

Catatan Penting:

Penting untuk diingat bahwa prioritas utama amalan 10 Suro adalah puasa Tasu'a dan Asyura. Amalan-amalan lain seperti sedekah, menyantuni anak yatim, dzikir, doa, dan membaca Al-Qur'an adalah amalan-amalan umum yang sangat dianjurkan dalam Islam dan akan lebih baik jika dilakukan di hari yang mulia ini. Namun, untuk amalan spesifik seperti mandi, memotong kuku, atau memakai celak yang dikaitkan khusus dengan Hari Asyura, dasar dalilnya lemah dan sebaiknya tidak dijadikan fokus utama ibadah.

Hindari pula amalan-amalan bid'ah (mengada-adakan ibadah yang tidak ada tuntunannya) yang sering dikaitkan dengan Hari Asyura. Berpegang teguhlah pada Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih.

Tradisi Lokal Amalan 10 Suro di Indonesia

Di Indonesia, khususnya di Jawa, Hari Asyura dikenal sebagai "10 Suro". Perpaduan antara penanggalan Islam dan tradisi Jawa menciptakan beberapa praktik budaya yang unik, meskipun tidak semuanya berakar pada syariat Islam.

1. Bubur Asyura

Salah satu tradisi paling populer adalah membuat dan membagikan "Bubur Asyura" atau "Bubur Suro". Bubur ini biasanya terbuat dari berbagai jenis biji-bijian, sayuran, dan rempah-rempah. Tradisi ini merupakan bentuk sedekah dan berbagi makanan, yang sejalan dengan anjuran memperbanyak sedekah di Hari Asyura.

Bubur Asyura sering dibagikan kepada tetangga, fakir miskin, dan anak yatim sebagai simbol kebersamaan, syukur, dan harapan akan keberkahan di tahun baru Hijriah. Filosofi di baliknya adalah keberagaman bahan yang menjadi satu dalam bubur melambangkan persatuan dan kerukunan. Tradisi ini, selama tidak disertai dengan keyakinan yang bertentangan dengan syariat, dapat menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan kepedulian sosial.

Di berbagai daerah, bahan-bahan dan cara penyajian Bubur Asyura mungkin berbeda, namun esensinya tetap sama: berbagi kebaikan. Ada yang menggunakan tujuh macam biji-bijian, ada pula yang menggunakan lebih banyak bahan. Setiap daerah mungkin memiliki ciri khasnya sendiri. Tradisi ini juga menjadi momen bagi masyarakat untuk berkumpul, bergotong-royong dalam mempersiapkan bubur, dan kemudian menikmatinya bersama.

2. Tradisi Bersih-bersih dan Ziarah Kubur

Di beberapa daerah, Suro juga dikaitkan dengan tradisi bersih-bersih lingkungan, makam leluhur, atau ritual ziarah kubur. Meskipun ziarah kubur adalah sunnah dalam Islam (untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur), mengaitkannya secara khusus dengan Suro dan disertai dengan ritual-ritual tertentu yang tidak diajarkan Islam perlu diperhatikan agar tidak terjebak pada kesyirikan atau bid'ah.

Jika niatnya adalah membersihkan diri, lingkungan, dan mendoakan orang tua yang sudah meninggal, itu adalah amalan baik. Namun, penting untuk tidak meyakini bahwa ada kekuatan magis atau keharusan ritual tertentu yang harus dilakukan di hari ini selain yang diajarkan dalam syariat.

3. Pergelaran Seni dan Budaya (khususnya di keraton Jawa)

Di beberapa keraton Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta, malam 1 Suro (malam menjelang 1 Muharram) dan Hari Asyura seringkali diperingati dengan berbagai pergelaran seni dan budaya, seperti kirab pusaka, tapa bisu (diam seribu bahasa), atau ritual-ritual adat lainnya. Ini lebih merupakan manifestasi budaya Jawa yang sarat makna simbolis.

Sebagai Muslim, penting untuk memfilter tradisi-tradisi ini dengan kacamata syariat. Mengambil nilai-nilai positif seperti pelestarian budaya dan kebersamaan, namun menjauhi praktik yang dapat mengarah pada kesyirikan atau bertentangan dengan ajaran tauhid. Intinya, tradisi boleh dilakukan selama tidak mengikis akidah Islam.

Keselarasan Tradisi dan Syariat

Penting bagi umat Muslim di Indonesia untuk memahami perbedaan antara ajaran agama yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, dengan tradisi lokal yang mungkin telah bercampur dengan elemen budaya. Selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan syariat, tidak memunculkan kesyirikan, dan tidak dianggap sebagai ibadah wajib atau sunnah khusus yang tidak ada dalilnya, maka dapat diterima sebagai kearifan lokal yang memperkaya khazanah budaya.

Namun, prioritas utama tetaplah menjalankan amalan-amalan yang jelas diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti puasa Tasu'a dan Asyura, sedekah, dan ibadah lainnya yang umum.

Hikmah dan Pelajaran dari Amalan 10 Suro

Amalan 10 Suro tidak hanya sekadar ritual, melainkan mengandung hikmah dan pelajaran mendalam yang dapat membentuk karakter seorang Muslim yang lebih baik.

1. Menumbuhkan Rasa Syukur

Mengamalkan puasa di Hari Asyura adalah bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya, terutama nikmat keselamatan dan kemenangan yang diberikan kepada para nabi-Nya. Rasa syukur ini akan membuat hati kita lebih tentram dan menghargai setiap karunia hidup.

2. Meneladani Kesabaran dan Ketabahan Para Nabi

Kisah-kisah para nabi seperti Musa, Nuh, Yunus, dan Ayyub yang mengalami cobaan berat dan diselamatkan oleh Allah pada Hari Asyura, mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran (sabar) dan ketabahan dalam menghadapi ujian hidup. Ini menginspirasi kita untuk tidak mudah menyerah dan selalu bertawakkal kepada Allah.

3. Memperkuat Tauhid dan Keimanan

Peristiwa mukjizat yang terjadi di Hari Asyura menegaskan kembali kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Ini memperkuat tauhid (keesaan Allah) dalam diri kita, bahwa hanya Allah yang patut disembah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan.

4. Memotivasi untuk Bertaubat dan Membersihkan Diri

Keutamaan puasa Asyura yang dapat menghapus dosa setahun yang lalu menjadi motivasi kuat untuk bertaubat dari segala kesalahan dan membersihkan diri secara spiritual. Ini adalah kesempatan untuk memulai lembaran baru dengan niat yang lebih murni.

5. Meningkatkan Kepedulian Sosial

Anjuran memperbanyak sedekah dan menyantuni anak yatim di Hari Asyura menumbuhkan rasa empati dan kepedulian sosial. Ini mengingatkan kita akan tanggung jawab terhadap sesama, terutama kaum dhuafa dan yang membutuhkan.

6. Mempererat Tali Persaudaraan

Tradisi berbagi Bubur Asyura dan anjuran silaturahmi di hari ini mempererat tali persaudaraan sesama Muslim dan warga masyarakat. Ini menciptakan suasana kebersamaan dan kerukunan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.

7. Pembelajaran Sejarah Islam

Menghayati Hari Asyura juga berarti mempelajari sejarah Islam dan kenabian. Ini memperkaya wawasan kita, memahami akar ajaran agama, dan mengambil pelajaran dari masa lalu untuk bekal di masa depan.

Persiapan Menjelang Hari Asyura

Untuk dapat mengamalkan amalan 10 Suro dengan maksimal, ada beberapa persiapan yang bisa kita lakukan:

Dengan persiapan yang matang, diharapkan kita dapat menjalankan amalan 10 Suro dengan khusyuk dan mendapatkan keberkahan yang berlimpah dari Allah SWT.

Penutup: Menggapai Berkah di Hari Asyura

Hari Asyura, atau 10 Suro, adalah mutiara berharga di bulan Muharram. Ia adalah hari yang sarat dengan sejarah kemenangan para nabi, keutamaan pengampunan dosa, dan ladang pahala yang tak terbatas. Dengan memahami betul makna dan anjuran amalan-amalannya, kita memiliki kesempatan emas untuk membersihkan diri, mendekatkan diri kepada Allah, serta menebar kebaikan kepada sesama.

Amalan utama yang paling ditekankan adalah puasa Tasu'a dan Asyura, yang pahalanya dapat menghapus dosa setahun yang lalu. Di samping itu, memperbanyak sedekah, menyantuni anak yatim, mempererat silaturahmi, serta memperbanyak dzikir, doa, dan membaca Al-Qur'an, akan melengkapi ibadah kita di hari yang agung ini.

Meskipun beberapa tradisi lokal di Indonesia menyertai perayaan 10 Suro, penting bagi kita untuk selalu menyelaraskannya dengan ajaran syariat Islam yang murni. Ambil yang baik dan sesuai syariat, tinggalkan yang diragukan atau bertentangan.

Semoga dengan segala amalan kebaikan yang kita lakukan di Hari Asyura, Allah SWT menerima ibadah kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan menganugerahkan kepada kita keberkahan serta kebaikan di dunia dan akhirat. Mari kita jadikan Hari Asyura sebagai momentum untuk introspeksi diri, memperbaiki kualitas ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih bertaqwa. Selamat mengamalkan amalan 10 Suro!

🏠 Homepage